Ny. Putri Suastini Koster. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Manggala Utama Pasikian Paiketan Krama Istri Desa Adat (PAKIS) MDA Provinsi Bali, Ny. Putri Suastini Koster sangat konsen memperjuangkan serta mengajegkan seni, adat, tradisi, dan budaya Bali. Salah satu yang menjadi perhatiannya saat ini adalah keberadaan tari-tarian wali atau tari untuk upacara yadnya yang bersifat sakral, misalnya Tari Rejang. Istri Gubernur Bali, Wayan Koster ini berharap keberadaan Tari Rejang bisa terus ajeg dan sesuai dengan pakem serta fungsi Tari Rejang itu sendiri.

Akhir-akhir ini semakin banyak jenis tarian Rejang yang bermunculan, saya harap keberadaan tari-tarian tersebut sudah sesuai dengan pakem dan nilai-nilai kesakralan tarian Rejang,” tegas Ny. Putri Suastini Koster saat menjadi narasumber pada Acara Pabligbagan yang dilaksanakan oleh RRI Denpasar Pro 4 dengan tema “Ngerajegang Tari Rejang”, Rabu (15/3).

Baca juga:  Akhir Tahun Ini, 173 PNS di Denpasar Pensiun

Pendamping orang nomor satu di Bali itu pun mengatakan bahwa ruang kreativitas masyarakat Bali sangat tinggi. Sehingga bisa menciptakan karya seni, baik tari wali, bebali maupun balih-balihan.

Hal itu tentu sangat baik, namun ia mengingatkan agar dalam penciptaan tari terutama untuk Tari Wali harus sesuai dengan pakem, nilai dan norma keagamaan yang dianut. Lebih lanjut, ia pun menyatakan apresiasi akan semangat masyarakat terutama para seniman dalam mengekspresikan rasa syukur dan cinta mereka kepada Hyang Widhi melalui penciptaan tari wali. “Saya harap melalui sosialisasi kali ini, masyarakat banyak yang ikut dan lebih memahami unteng penciptaan dan peruntukan tari Rejang tersebut,” ujarnya.

Baca juga:  Diungkap, Pengiriman Ekstasi Hampir Seribu Butir

Selain itu menurutnya, keberadaan tari Rejang yang memang sesuai dengan desa kala patra, yang mana dimiliki oleh suatu desa adat. Maka dimana tari rejang tersebut berasal hanya bisa ditarikan di desa tersebut. Karena disanalah tari tersebut dilahirkan dan disakralkan. Apabila suatu desa tidak memiliki tari Rejang, maka pada suatu upacara wali tidak menarikan tarian rejang. Atau desa tersebut bisa membuat tari rejang sendiri, sesuai dengan desa kala patra dan memang betul-betul dilakukan kajian terlebih dahulu. Sehingga tarian tersebut memiliki filosofi yang kemudian disakralkan dengan upacara pasupati.

Untuk itu, Ny. Putri Koster berharap melalui kegiatan-kegiatan yang digelar oleh PAKIS Bali dan pemerintah terkait surat edaran dalam ngerajegang tari rejang bisa menggerakkan motivasi masyarakat Bali untuk kembali ke jati diri krama Bali yang sesungguhnya. Karena hal itu juga tertuang dalam visi misi Pemprov Bali, “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” yang dibesut oleh Gubernur Koster.

Baca juga:  Orangtua Harus Waspadai Peredaran Makanan Mengandung Bahan Berbahaya

Pada Pabligbagan tersebut juga menghadirkan narasumber lain, yaitu Ketua Harian Majelis Kebudayaan Bali I Komang Sudirga yang menyampaikan bahwa Tari rejang, sebuah tarian sakral untuk kelengkapan kegiatan ritual umat Hindu di Bali ditampilkan secara berkelompok oleh wanita yang belum pernah mengalami datang bulan atau yang sudah menopause. Tari Rejang melambangkan penyambutan Sang Hyang Widhi Wasa dan para Dewa yang turun ke alam duniawi. Jadi memang dikhususkan untuk tari wali yang ada waktu dan pakemnya. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN