Perayaan Tumpek Uye di Jembrana dipusatkan di Desa Adat Yeh Kuning, secara niskala dengan pakelem ke segara. (BP/Istimewa)

NEGARA, BALIPOST.com – Desa Adat Yeh Kuning menjadi pusat pelaksanaan perayaan Tumpek Uye atau Tumpek Kandang di Kabupaten Jembrana akhir pekan lalu. Penduduk di Desa Adat yang berbatasan langsung dengan pantai selatan ini mayoritas bertani dan nelayan tangkap tradisional.

Perayaan Tumpek Uye atau Tumpek Kandang di Kabupaten Jembrana diperingati secara sekala dan niskala yang berpusat di Pura Segara Desa Yeh Kuning. Secara sekala dilakukan melalui vaksinasi rabies, pengobatan hewan, dan mareresik (membersihkan) pantai.

Sedangkan niskala dilakukan upacara segara kerthi meliputi pacaruan, mapekelem ke tengah laut serta persembahyangan bersama. Desa adat ini senantiasa menjaga tradisi yang sudah turun-temurun dari leluhur mereka, termasuk dalam berkesenian.

Baca juga:  Desa Adat Antugan Bangun Sejumlah ”Palinggih”

Bendesa Yeh Kuning, I Made Wartono mengatakan, Desa Yeh Kuning memiliki salah satu kesenian yang hingga saat ini masih dijaga yakni Calonarang. Desa Yeh Kuning sebelumnya merupakan hutan lebat dan masih menjadi satu dengan Desa Mendoyo Dangin dan Mendoyo Dauh Tukad.

Disebut Yeh Kuning, menurut Bendesa, bertalian dengan sejarah keberadaan desa. Dimana dulunya leluhur pada tahun 1881 menemukan bulakan air yang berwarna kuning. Hingga saat ini bulakan air tersebut masih ada di sebelah batas timur Desa Yeh Kuning. Konon, ketika ada orang yang masuk ke sumber air itu, tubuhnya berwarna kuning. Tetapi ketika keluar dari air, kembali seperti semula.

Selain memiliki Pura Khayangan Tiga, di Yeh Kuning juga terdapat Pura Ulun Kuning yang masih terjaga hingga saat ini. Pura tersebut berkaitan dengan awal dibukanya lahan di desa. Hingga kini jumlah penduduk mencapai 1.000 KK lebih dan terbagi di lima banjar, yakni Banjar Beratan Dauh Kepuh, Beratan Dangin Kepuh, Yehkuning, Tegalcantel dan Banjar tengah.

Baca juga:  Satgas Antipreman Sisir Tempat Hiburan Malam

Peninggalan sejarah nama Desa Yeh Kuning hingga kini juga masih terpelihara dengan baik. Termasuk ditempatkannya simbol buaya gading. Buaya gading merupakan simbol palinggihan yang beristana di Pura Ulun Kuning.

“Perayaan Tumpek Uye yang jatuh setiap enam bulan sekali atau pada Saniscara Kliwon Wuku Uye ini dimaknai memuliakan hewan atas manfaat yang diberikannya kepada manusia. Sebagai rasa syukur kepada Sang Pencipta serta belajar bagaimana seharusnya umat dapat menjaga alam, sehingga keharmonisan antara alam dan manusia terjalin dengan baik,” katanya.

Baca juga:  Hektaran Pertanian Cabai di Selisihan Gagal Panen

Kepala Bagian Kesra Setda Jembrana, Made Tarma menjelaskan upacara Tumpek Uye ini dilaksanakan secara sekala dan niskala dengan melibatkan pemerintah dan masyarakat desa adat. “Secara sekala selain melakukan bersih-bersih di pantai juga sudah dilaksanakan vaksinasi rabies dan pengobatan bagi hewan yang melibatkan tim vaksinator dari Dinas Pertanian dan Pangan,” ucapnya.

Kemudian secara niskala melalui upacara pacaruan dan persembahyangan bersama. “Untuk banten menggunakan palegembal caru manca sanak, dengan pakelem bebek selem ayam selem yang di-puput Ida Pedanda Gede Putra Kemenuh. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN