Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berbicara dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR yang dipantau virtual di Jakarta, Senin (27/3/2023). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Mayoritas dana dari transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang terindikasi sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU) tidak terkait dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal itu diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (27/3).

“Jadi yang benar-benar nanti berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu Rp 3,3 triliun ini tahun 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit kredit dari seluruh pegawai yang di inquiry tadi,” kata Menkeu dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta.

Menkeu Sri Mulyani menuturkan, nilai transaksi Rp 3,3 triliun tersebut merupakan akumulasi transaksi debit kredit pegawai Kemenkeu termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, dan jual beli harta untuk kurun waktu 2009-2023 yang telah ditindaklanjuti.

Bahkan dalam dana Rp 3,3 triliun itu, juga terdapat surat berkaitan dengan clearance pegawai yang digunakan dalam rangka mutasi promosi atau fit and proper test.

Baca juga:  Bisnis Narkoba dari Lapas Kerobokan, Bandar Besar Dituntut Tinggi dan Dijerat TPPU

“Jadi ya tidak ada dalam hubungannya dalam rangka untuk pidana, korupsi atau apa, tapi kalau kita untuk mengecek tadi profiling risk dari pegawai kita. Jadi banyak juga beberapa yang sifatnya adalah dalam rangka kita melakukan tes dari integritas dari staf kita,” tuturnya.

Menkeu Sri Mulyani mengaku kaget mendengar transaksi mencurigakan di Kemenkeu sebesar Rp300 triliun lewat media yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD pada 8 Maret 2023.

Menkeu menuturkan pada 9 Maret 2023, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana baru mengirim surat tertanggal 7 Maret 2023 ke Kemenkeu. Surat tersebut berisi 36 halaman lampiran mengenai surat-surat PPATK ke Inspektorat Jenderal Kemenkeu.

Baca juga:  Polres Antisipasi Gejolak di Tahun Politik

Ada sebanyak 196 surat di dalam 36 halaman lampiran tersebut, namun tidak ada data mengenai nilai uang atau transaksi. “Saya meminta kepada Pak Ivan suratnya yang ada angkanya di mana karena kami tidak bisa berkomentar,” ujar Menkeu.

Pada 11 Maret 2023, Menteri Mahfud mendatangi Kemenkeu untuk menjelaskan transaksi Rp300 triliun bukan merupakan transaksi di Kemenkeu. “Hari Sabtu Pak Mahfud datang ke kantor kami untuk menjelaskan bahwa transaksi Rp300 triliun bukan merupakan transaksi di Kementerian Keuangan tapi kami belum menerima suratnya jadi saya juga belum bisa komentar,” tuturnya.

Lalu pada 13 Maret 2023, Kepala PPATK menyampaikan surat kedua ke Menkeu. Surat tersebut memiliki 43 halaman lampiran yang berisi daftar 300 surat dengan total nilai transaksi Rp349 triliun. “Di situ ada angka 349 triliun dari 300 surat yang ada di dalam lampiran surat tersebut,” ujarnya.

Baca juga:  Januari, Penerimaan Pajak Alami Pertumbuhan Signifikan

Menkeu merincikan dari Rp349 triliun itu, 100 surat adalah surat PPATK terhadap aparat penegak hukum (APH) lain dengan nilai transaksi Rp74 triliun dalam periode 2009-2023.

Kemudian, Rp253 triliun yang ditulis di dalam 65 surat lain adalah data dari transaksi debit kredit operasional perusahaan-perusahaan dan korporasi yang tidak memiliki hubungan dengan pegawai Kemenkeu, melainkan berhubungan dengan fungsi pajak dan bea cukai.

“Sehingga yang benar-benar berhubungan dengan kami terkait dengan kalau ini menyangkut tupoksi pegawai Kementerian Keuangan ada 135 surat, nilainya Rp22 triliun. Bahkan dari Rp22 triliun ini, Rp18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang tidak ada hubungannya dengan Kementerian Keuangan,” ujarnya. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN