JAKARTA, BALIPOST.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit Marburg yang berasal dari Guinea Ekuatorial. Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril, Selasa (28/3) mengungkapkan sampai saat ini belum dilaporkan kasus maupun suspek Marburg di Indonesia.
Ia mengatakan Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menerima laporan kasus penyakit Marburg yang berasal dari Guinea Ekuatorial pada Senin 13 Februari 2023. Berdasarkan laporan kasus yang diterima WHO, terdapat sembilan kematian dan 16 kasus suspek yang dilaporkan di Provinsi Kie Ntem.
Gejala yang dialami berupa demam, kelelahan (fatigue), muntah berdarah, dan diare. Dari delapan sampel yang diperiksa, satu sampel dinyatakan positif Virus Marburg. Kejadian Luar Biasa (KLB) di Guinea Ekuatorial yang terjadi diperkirakan telah dimulai sejak 7 Februari 2023.
Syahril yang juga menjabat sebagai Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso mengatakan Indonesia melakukan penilaian risiko cepat terhadap penyakit Marburg pada 20 Februari 2023. Hasilnya didapatkan bahwa kemungkinan adanya importasi kasus Virus Marburg di Indonesia adalah rendah.
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Virus Marburg. Pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, SDM kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait untuk waspada terhadap Virus Marburg.
Syahril mengatakan Virus Marburg (filovirus) merupakan salah satu virus paling mematikan dengan fatalitas mencapai 88 persen, yang menyerupai penyakit demam berdarah yang jarang terjadi.
Virus tersebut satu family dengan Virus Ebola. Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang terinfeksi atau melalui benda yang terkontaminasi oleh Virus Marburg.
“Marburg menular lewat cairan tubuh langsung dari kelelawar/primate,” katanya.
Syahril menambahkan kelelawar yang menjadi inang alami Virus Marburg yaitu Rousettus Aegyptiacus bukan merupakan spesies asli Indonesia dan belum ditemukan di Indonesia. “Tapi Indonesia masuk jalur mobilisasi kelelawar ini,” katanya.
Gejala yang timbul dari Virus Marburg mirip dengan penyakit lain seperti malaria, tifus, dan demam berdarah, yang banyak ditemukan di Indonesia.
“Itu yang menyebabkan penyakit Virus Marburg susah diidentifikasi,” katanya.
Gejala tersebut berupa demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, mual muntah, diare, dan perdarahan. Penyakit itu juga dapat menyebabkan perdarahan pada hidung, gusi, vagina, atau melalui muntah dan feses, yang muncul pada hari kelima sampai hari ketujuh.
Menurut Syahril, belum ada vaksin yang tersedia di dunia, vaksin masih dalam pengembangan. Saat ini ada dua vaksin yang memasuki uji klinis fase 1 yakni Vaksin Strain Sabin dan Vaksin Janssen.
“Belum ada obat khusus, pengobatan bersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit,” katanya. (kmb/balipost)