I Gusti Made Rai Dirga. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Desa Adat Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, memiliki tradisi yang dilaksanakan setiap 15 hari sekali bertempat di Pura Ulun Swi. Prosesi yang dilaksanakan bertepatan dengan Kajeng Kliwon ini mirip dengan pelaksanaan napak pertiwi di wilayah lainnya.

Bendesa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga menjelaskan prosesi Mapajar Desa Adat Jimbaran memiliki perbedaan dari sisi spiritualnya. Mapajar sendiri artinya adalah menyampaikan pesan. “Pajar sendiri artinya apa yang dikatakan atau bahasa apa yang disampaikan,” ujar Rai Dirga.

Baca juga:  Parade Ogoh-Ogoh di Catur Muka, Dishub Terjunkan Puluhan Petugas Rekayasa Lalin

Dikatakan, dalam prosesi Mapajar Ida Bhatara Sesuhunan memberikan pesan kepada masyarakat, sehingga saat pelaksanaan Mapajar seluruh krama Jimbaran akan berkumpul untuk menyaksikan. “Dengan begitu kerukunan antarkrama di Jimbaran dapat terjaga,” katanya.

Menurutnya, Mapajar akan dilaksanakan setiap 15 hari sekali, bertepatan dengan Hari Kajeng Kliwon. Untuk tempat pelaksanaannya yaitu di Pura Ulun Swi. Namun, Mapajar tidak akan dilaksanakan jika Kajeng Kliwon bertepatan dengan hari Rabu. “Karena di Pura Ulun Swi ada larangan tangkil pada saat Buda Kliwon dan Buda Cemeng,” ucapnya.

Baca juga:  Desa Adat Panjer Susun Rancangan Pembangunan Lima Tahun 

Disebutkan, perbedaan Mapajar dengan Napak Pertiwi yakni pada perlengkapan yang digunakan. Perbedaaan tradisi ini dibandingkan lainnya adalah perlengkapan Ida Bhatara tidak menggunakan rerajahan, tidak di-pasupati oleh sulinggih, tidak juga menggunakan genta saat Ida Bhatara diupacarai. “Nah itulah hal-hal unik yang kita miliki dan harus kita jaga,” sebutnya.

Dikatakan, dari catatan sejarah belum ada yang menyebutkan kapan pertama kali Mapajar ini dilaksanakan. “Berbicara sejarah tidak diketahui kapan pertama kali dilaksanakan,” pungkasnya. (Parwata/balipost)

Baca juga:  Sosialisasi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Ini Sejumlah Program Strategis Bagi Desa Adat
BAGIKAN