Dr. Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Keputusan Gubernur Bali I Wayan Koster dengan bersurat ke Menpora, yang melarang tim Israel ikut bertanding di Bali, dan tidak menolak Kejuaraan Dunia FIFA U-20, pada 14 Maret 2023 mendapatkan tanggapan yang positif dari kalangan akademisi hukum dan tokoh masyarakat Bali. Adapun dasar dari surat tersebut, yaitu; Pertama, untuk menghormati konstitusi UUD Negara Republik Indonesia 1945 dalam Pembukaan Alinea Kesatu, bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Prinsip ini dipegang teguh oleh Bung Karno sebagai Bapak Bangsa.

Kedua, Israel menjajah Palestina berpuluh – puluh tahun lamanya, yang tidak menghormati kedaulatan dan kemanusiaan Bangsa Palestina, yang tidak sesuai dengan garis politik Bung Karno. Ketiga, bahwa Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Keputusan Gubernur Koster itu mendapatkan dukungan dan respon positif dari akademisi hingga tokoh masyarakat. Seperti pernyataan, Dekan Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar, Dr. Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa, menilai Wayan Koster di dalam menjalankan tugasnya sebagai Gubernur Bali sudah sangat tepat dengan menyampaikan surat kepada Menpora yang esensinya memohon kepada Menpora agar mengambil kebijakan melarang Tim Israel ikut bertanding di Bali. Karena melihat kehadiran Tim Israel pada Kejuaraan Dunia FIFA U-20 telah menimbulkan pro dan kontra di Indonesia terkait dengan konflik Israel – Palestina. Sehingga hal ini sangat berpotensi menjadi ancaman dan gangguan keamanan di Bali.

“Jadi surat Gubernur Bali, Wayan Koster itu memiliki makna juga agar Menpora menyikapi kondisi adanya potensi ancaman dan gangguan keamanan di Bali, ketika Tim Israel ke Bali. Sehingga apa yang disampaikan seorang Gubernur, khususnya Gubernur Bali ke Pemerintah Pusat itu tetap yang memutuskan adalah Pemerintah Pusat melalui presiden lewat menteri-menterinya,” tegas mantan Ketua KPU Provinsi Bali periode 2008–2013 ini.

Selain itu, ia menilai surat pelarangan kepada Tim Israel agar tidak bertanding di Bali, bukan berarti anti atau memusuhi Israel. Namun, surat itu disampaikan lebih melihat kondisi dalam negeri dan Bali. “Mungkin surat itu tidak populer di mata masyarakat bola, tapi itulah yang terbaik saat ini demi kepentingan yang lebih besar. Jadi masyarakat Bali dan masyarakat pecinta bola saya harap untuk memahami, apalagi surat dan putusan yang disampaikan pemerintah pusat melalui presiden itu sudah dipertimbangkan dengan baik,” tandasnya.

Lanang Putra Perbawa yang merupakan lulusan S3 Ilmu Hukum di Universitas Brawijaya Malang lebih lanjut menyatakan, karena itu agar beberapa oknum tidak menyalahkan Gubernur Bali. “Sekali lagi ya, saya sampaikan bahwa Pak Gubernur itu memberi surat ke Menpora. Jadi posisi Gubernur sebagai kepala wilayah sudah benar menyampaikan ke Menpora dan yang memutuskan surat Gubernur itu kan Menpora. Kemudian, ketika Pak Gubernur Koster menolak kedatangan Tim Israel ke Bali, itupun sikap penolakannya harus diputuskan oleh pusat. Karena Pak Gubernur tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan, itu kewenangan semua ada di Menpora. Surat yang disampaikan gubernur itu, saya meyakini sebagai early warning berkaitan dengan keamanan, konstitusi, serta kemanusiaan. Kita bisa bayangkan jika surat ini tidak disampaikan, dan misalnya terjadi pelanggaran konstitusi, jangan-jangan Bali nanti dianggap tidak melindungi wilayahnya. Sehingga sudah benar surat Pak Gubernur Bali sebagai early warning,” ujar mantan aktivis mahasiswa di Universitas Merdeka Malang tahun 1996.

Baca juga:  Gubernur Koster Sebut Garuda akan Buka Rute Sydney-Denpasar

Mengakhiri pandangannya, Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa ini menyampaikan, jadi sudah sangat benar Gubernur Koster menyampaikan kondisi, keadaan, dan alasan-alasan ke Menpora apabila Tim Israel ke Bali, dan Presiden RI Bapak Jokowi juga sudah benar memberikan keputusan. “Jadi kita semua harus tahu alur pemerintahan ini, untuk itulah saya mengajak masyarakat di Bali pada khususnya agar memahami dan kembali untuk tentram, guyub, serta tidak terpancing oleh kepentingan beberapa oknum yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan politiknya di tahun 2024, karena Bapak Presiden Jokowi sudah menegaskan jangan campur adukan urusan olahraga dan politik,” tegas pria asal Kabupaten Buleleng yang sempat menimpa ilmu Magister Hukum di Universitas Diponegoro Semarang.

Sementara, Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,M.Hum., dari Dosen Fakultas Hukum, Universitas Udayana menyampaikan surat Gubernur Bali yang ditujukan kepada Menpora RI, tanggal 14 Maret 2023, yang esensinya memohon kepada Menpora agar mengambil kebijakan melarang Tim Israel ikut bertanding di Bali adalah sikap seorang Gubernur Bali selaku Kepala Daerah yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab atas keselamatan dan keamanan daerahnya. Baik keselamatan terhadap warga Bali dan juga warga negara asing (dalam hal ini pemain U-20 asal Israel) yang sesuai rencana sempat memilih Indonesia, khususnya Bali sebagai pelaksanaan FIFA U-20.

Berdasarkan tanggung jawabnya tersebut, Prof. Arya menyebut Gubernur Koster telah menyampaikan usulan terkait penolakan Tim Israel bertanding di Bali saat FIFA U-20 nanti kepada Menpora. “Yang namanya usulan, tentu akan mendapatkan jawaban nantinya, entah itu akan disetujui atau tidak, namun secara khusus saya mendukung sikap Gubernur Bali, karena berkaitan dengan segi keselamatan warga Bali dan Indonesia, terutama yang berkedudukan sebagai suporter sepak bola dan menonton langsung dilapangan, selain itu penting juga kita fikirkan dan pertimbangkan terkait keselamatan pemain U-20 asal negara Israel nantinya, karena segala macam kejadian dan kondisi saat itu tidak satu orangpun yang mampu memprediksi”, ucapnya.

Ia menyakini surat yang diajukan oleh Gubernur Bali ke Menpora pasti untuk kepentingan Bali. Hal tersebut dinilainya wajar dan tidak apa-apa, karena surat itu mengingatkan Pemerintah Pusat untuk mencari jalan keluar atau solusi.

Surat yang diajukan Gubernur Koster ke Menpora juga sebagai antisipasi terhadap potensi – potensi yang terjadi dikemudian hari, dan sah saja bagi pemerintah daerah yang mengetahui persis kondisi daerahnya untuk menyampaikan aspirasi dan permohonan tersebut ke Menpora. Dimana nanti yang berperan menyetujui atau menolak kan Pemerintah Pusat, mengingat kewenangan dalam “konteks” jalinan atau hubungan internasional dengan luar negeri menjadi kewenangan wajib Pemerintah Pusat. Dimana urusan luar negeri menjadi urusan dan kewenangan mereka, dan Gubernur tidak memiliki kewenangan dalam konteks luar negeri, tetapi memiliki tanggung jawab dan kewenangan sebagai Pimpinan Daerah dalam menyampaikan aspirasi ke Pusat tentang kondisi-kondisi yang mungkin beliau pertimbangkan dalam berbagai aspek dan tentu itu tidak salah.

Meskipun FIFA telah memutuskan Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 karena menyinggung tragedi di Kanjuruhan, bukan persoalan Israel. Namun demikian, Prof. Arya mengajak warga Bali yang sebagai pecinta bola agar bisa menonton pertandingan Piala Dunia U-20 dari mana saja. Baik itu televisi maupun penyedia siaran lainnya, ataupun YouTube.

Terkait tidak diizinkannya pengibaran bendera dan berkumandangnya lagu negara Israel di wilayah Republik Indonesia sesuai Permenlu RI Nomor 03 Tahun 2019, dan menyikapi sebelumnya ada pertemuan kenegaraan yang juga mengikutsertakan negara Israel sebagai partisipannya di Bali, Prof. Arya Utama berpandangan bahwa apabila dilandaskan kepada Permenlu RI Nomor 03 Tahun 2019, maka hal tersebut sudah berkesesuaian dan aturan tersebut harus ditegakkan sekaligus diimplementasikan.

Baca juga:  BPK Dorong Keuangan Dana Desa Dikelola Lebih Tepat Sasaran

“Jadi sikap Pak Gubernur Bali sudah sesuai, namun Gubernur Bali tidak dapat secara langsung menentukan hubungan internasional dengan luar negeri. Contoh misalnya, jika suatu saat ada kegiatan yang mengikutsertakan negara Israel, terus keberadaannya di Bali dengan adanya pengibaran bendera Israel, maka Gubernur Bali berkewajiban melaporkan dan menyampaikan kepada Kementerian Luar Negeri untuk memperoleh pendampingan, dan koordinasi tersebut agar wajib dilakukan untuk menghindari terganggunya hubungan luar negeri. Sehingga tentu sikap Gubernur Bali ini sudah sesuai dengan aturan itu,” jelasnya.

Sementara itu, I Made Nariana yang menjabat sebagai Ketua KONI Badung menyatakan bahwa kita semua sebetulnya mencintai sepak bola, tetapi kalau ada kepentingan yang lebih luas dan besar, tentu bisa dipertimbangkan. “Sekarang dengan adanya pro kontra atas rencana Piala Dunia U-20 di Indonesia, yang salah satunya Bali akan dijadikan tempat pertandingan, saya pikir itu wajar-wajar saja,” kata Made Nariana.

Ia menyatakan ada dua Gubernur, yakni Gubernur Bali dan Gubernur Jawa Tengah yang melakukan penolakan terhadap Tim Israel di Piala Dunia U-20, sehingga atas hal ini tidak menolak Piala Dunia U-20 di Bali dan di Indonesia, namun hanya menolak Tim Israel.

Made Nariana juga menyinggung soal sikap FIFA. FIFA sendiri dikatakan tokoh asal Mengwi, Badung ini sedang bermain politik sebetulnya. Waktu Piala Dunia Qatar, Rusia tidak diperbolehkan bermain. “Lalu kenapa, kalau kita meminta Israel tidak boleh main di Indonesia? Sebetulmnya bisa juga. Nah inilah persoalan yang Saya lihat dan ikuti di media sosial,” ujar Nariana yang juga merupakan salah satu jurnalis senior di Bali.

Made Nariana pula menilai, bahwa alasan Bali terutama Gubernur Koster menolak Tim Israel bertanding di Bali, pertama karena itu ada sifat kesejarahan juga. Bung Karno sejak lama tidak setuju kalau Israel diikutikan dalam kejuaraan yang diadakan di Indonesia. Karena dianggap Israel itu tidak mengakui Kemerdekaan Palestina.

Padahal pembukaan Undang-undang Dasar 1945 kita menyangkut perdamaian dunia, dimana seluruh negara harus merdeka. Kedua, menyangkut keamanan Bali sendiri. “Kita baru saja habis COVID-19 selama dua setengah tahun, dan merangkak maju ke depan pariwisata kita, kalau nanti benar sesuai intelijen Israel bahwa, kalau Israel bermain di Bali dan di Indonesia akan diganggu oleh kaum ekstremis atau kaum radikal di dunia dan di Indonesia, kan nama Bali akan hancur. Saya membaca yang terakhir, bahwa bukan sekedar karena penolakan ini, tetapi sejak lama atau sebelumnya intelijen Israel katanya sudah mengendus bahwa kalau Israel bermain di Indonesia akan diganggu atau jangan-jangan lebih serem lagi. Kalau itu yang terjadi di Bali, dan kita pengalaman sudah dua kali Bali di bom oleh kaum radikal, maka Bali kita akan hancur,” ungkapnya.

Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk harus memahami masalah ini secara lebih mendalam.

Berbicara sepak bola, Made Nariana menyatakan sangat mencintai sepak bola. Bahkan dirinya berfikir, bahwa FIFA juga grasa – grusu dalam keputusan. Semestinya, pengalaman Piala Dunia di Qatar dijadikan sebagai pengalaman yang berharga juga bagi FIFA, jangan pilih kasih dan seharusnya tetap dilakukan di negeri kita. “Saya pikir, mengenai pendapat-pendapat di masyarakat bahwa sepak bola jangan dikait-kaitkan dengan politik atau politik jangan menganggu olahraga. Saya kira itu tidak benar, saya sudah ikut berpolitik hampir setengah abad kehidupan saya ini, saya jadi jurnalis juga lebih dari setengah abad, saya mengikuti bagaimana politik ikut mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat, jangankan masalah olahraga yang begitu besar pengaruhnya terhadap masyarakat, kadang-kadang di rumah tangga pun kita berpolitik. Sebab banyak hal-hal yang terjadi, karena kondisi politik lah kadang-kadang dunia olahraga itu terganggu atau olahraga menganggu kondisi politik suatu masyarakat dan itu terjadi di suatu daerah,” jelasnya secara tegas.

Baca juga:  Jelang Pembukaan PKB ke-40, Kapolda dan Gubernur Ngibing

Ketiga, dikatakan juga ternyata pembatalan FIFA mengenai Piala Dunia U-20 di Indonesia dan di Bali khususnya, tidak ada kaitan dengan apa yang diucapkan oleh Gubernur Bali dan Gubernur Jawa Tengah. “Dalam pengumuman FIFA tidak ada menyebut soal Israel, yang disebut malahan kasus Kanjuruhan yang terjadi di Malang tahun 2022. Saya kira itu yang harus saya sampaikan, sehingga kita semua harus berjiwa besar terhadap keputusan FIFA ini, mari sekarang tunjukan kita tetap bisa bermain sepak bola dan bahkan lebih fokus kita bisa meningkatkan prestasi, serta dijadikan pembelajaran oleh semua pihak,” tandasnya.

Anggota DPRD Badung dari Fraksi PDI Perjuangan, I Putu Alit Yandinata menilai kebijakan Gubernur Koster dengan menyampaikan surat kepada Menpora RI untuk memohon Menpora agar mengambil kebijakan melarang Tim Israel ikut bertanding di Bali, merupakan kebijakan yang sangat tepat dalam upaya untuk menjaga ketentraman dan melindungi Bali dari adanya pro-kontra terhadap Israel. Kader PDI Perjuangan yang menunjukkan sikap setianya dalam menjalankan ideologi Bung Karno ini juga mengatakan, keputusan yang diambil Gubernur Bali, diyakini telah berdasarkan kajian yang matang dengan memperhitungkan pro – kontra yang bisa berdampak terhadap pariwisata Bali. “Jadi kalau saya melihat langkah yang dilakukan Gubernur Bali saat ini dengan menolak kehadiran timnas Israel di Bali, saya meyakini pak Gubernur Koster memiliki kajian matang dan pasti mempunyai makna untuk menjaga eksistensi pariwisata Bali ini agar tetap eksis berdasarkan kebudayaan Bali,” kata Alit Yandinata sembari menyatakan Pariwisata Bali merupakan sektor yang sangat rentan dengan berbagai isu. Jadi Jarum jatuh pun di Bali akan menjadi isu besar, analoginya seperti itu, dan kami melihat statement, langkah Pak Gubernur kita ini lebih cenderung mengedepankan keamanan dan kenyamanan pariwisata yang ada di Bali untuk kesejahteraan masyarakat.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan Provinsi Bali, I Made Supartha, menambahkan alasan Fraksi PDI Perjuangan Provinsi Bali mendukung kebijakan Gubernur Koster karena apa yang diputuskan ini sangat prinsipil. Karena dalam Ideologi Pancasila dan Pembukaaan UUD 1945 alinea ke-4, bahkan Permenlu Nomor 3 Tahun 2019 sudah jelas bahwa sampai saat ini Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel. Sehingga, apabila amanat ini tidak dilaksanakan, maka akan berdampak bahaya ke depannya.

Atas hal itu, Supartha justru menilai Gubernur Koster adalah pahlawan berkat keputusannya menolak Timnas Israel bermain di Indonesia. Apalagi, Gubernur Koster bukan menolak perhelatan Piala Dunia U20 di Indonesia, tetapi hanya menolak Timnas Israel bermain di Indonesia. “Kami dan saya secara pribadi melihat Bapak Gubernur (Wayan Koster,red) ini adalah pahlawan, pahlawan dalam aspek mengamankan segala kepentingan, baik Ideologi, sejarah, kemanusiaan, bahkan masalah keamanan Bali,” pungkasnya. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN