DENPASAR, BALIPOST.com – Rektor Universitas Udayana Bali Prof. I Nyoman Gde Antara diperiksa oleh penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali selama delapan jam sebagai tersangka dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) seleksi mahasiswa baru jalur mandiri. Prof. Antara keluar dari ruangan penyidik Kejati Bali, Kamis pada pukul 18.20 WITA ditemani oleh tim hukumnya I Gede Pasek Suardika dan beberapa orang lainnya.
Menurut Pasek, dikutip dari Kantor Berita Antara, pihaknya mendampingi pemeriksaan rektor sebagai tersangka sejak pukul 10.00 WITA. “Pertanyaan cukup banyak sekitar 86 pertanyaan mencapai 55 halaman. Cukup banyak yang ditanyakan dan kami merasa cukup senang karena penyidik juga cukup profesional sehingga proses pertanyaan yang cukup banyak bisa selesai dengan baik,” katanya.
Dia mengatakan rektor Universitas Udayana yang kini berstatus tersangka berkomitmen tetap menghargai segala proses hukum yang ada. Menurutnya, hukum merupakan jalan yang paling baik untuk menguji kebenaran kasus yang sedang ditangani oleh Kejati Bali.
Ia pun membantah bahwa kliennya tersebut mangkir dari panggilan penyidik Kejaksaan Tinggi Bali tanpa alasan yang jelas. “Tidak benar kalau pak rektor mangkir. Panggilan sebagai tersangka itu baru sekali dan biasa di dalam KUHAP juga mengatur apabila tidak bisa, kita juga sudah melakukan pemberitahuan secara tertulis, sudah diterima juga. Tetapi mungkin masalah komunikasi saja, sehingga tidak benar kalau mangkir,” katanya.
Dia mengatakan dalam menghadapi tindakan hukum yang dilakukan oleh penyidik, Universitas Udayana telah memberi data-data yang dibutuhkan oleh penyidik, sehingga membuat terang kasus tersebut. Dalam kesempatan tersebut, Pasek mengatakan bahwa tidak ada kerugian negara dalam pengelolaan dana sumbangan pengembangan institusi di Universitas Udayana, bahkan dia mengklaim negara diuntungkan dari pungutan uang pangkal tersebut.
“Yang pasti dari yang kami pelajari semua dokumen data yang ada itu tidak ada kerugian negara. Yang ada adalah bertambah kekayaannya di dalam BLU (Badan Layanan Umum) di Unud. Kenapa? Karena dari dana SPI itu sepenuhnya dipakai untuk pembangunan perbaikan fasilitas pendidikan di Unud,” kata dia.
Bahkan, menurut dia, dari anggaran SPI yang ada dari 2018 sampai 2022 dengan nominal mencapai Rp335,8 miliar tidak sebanding dengan biaya pembangunan fasilitas di Unud yang besarnya mencapai Rp479 miliar.
Artinya, kata Suardika, dana SPI sepenuhnya terserap untuk sarana dan prasarana. Sementara itu, untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang ada, pembangunan fasilitas di Universitas Udayana diambil dari dana-dana Unud yang lain dimana semua pembangunannya menggunakan pola Dipa.
“Contoh yang sudah saya pelajari misalnya Fisip itu dana SPI-nya Rp6 miliar per tahun. Tetapi, pertama pembangunan kampus Fisip itu Rp55 miliar. Artinya afirmasi, ada kebijakan di Unud untuk menata pembangunan menjadi lebih berimbang dari dana yang ada. Belum lagi pembangunan di pusat juga kan dibangun juga dengan anggaran Rp30 miliar. Belum termasuk fakultas yang lain seperti Pariwisata dan sebagainya,” katanya. (kmb/balipost)