Ilustrasi uang rupiah di penyimpanan. (BP/Antara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Per Februari 2023, baik penyaluran kredit maupun penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan di Bali mengalami pertumbuhan secara yoy. Namun pertumbuhan kredit lebih rendah dibandingkan DPK.

Artinya masyarakat di Bali lebih memilih menyimpan uangnya dibandingkan meminjam untuk kredit usaha maupun konsumsi. Penghimpunan DPK mencapai Rp143,69 Triliun atau tumbuh double digit yaitu 23,58% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 20,01% (yoy).

Kepala OJK Regional 8 Bali Nusra Kristrianti Puji Rahayu, Kamis (6/4) mengatakan, performa ini berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi di Provinsi Bali di tengah semakin terkendalinya kondisi pandemi Covid-19.

Baca juga:  Restrukturisasi Kredit Diperpanjang Hingga Maret 2022

Berdasarkan Kelompok Bank Modal Inti (KBMI), peningkatan DPK secara yoy didorong oleh kelompok bank pada KBMI 4. Di samping itu, berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK ditopang oleh kenaikan Giro dan Tabungan. Kondisi tersebut mencerminkan perekonomian di Provinsi Bali sudah mulai menggeliat.

Sementara penyaluran kredit mencapai Rp98,69 triliun atau tumbuh 3,13% (yoy). Pertumbuhan kredit Bank Umum di Bali sebesar 3,02% (yoy), sedangkan BPR mencapai 3,44% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit didorong oleh peningkatan kredit Modal Kerja dan Investasi. Berdasarkan sektornya, pertumbuhan kredit disumbangkan oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran serta Pertanian, Perburuan dan Kehutanan. “Peningkatan penyaluran kredit ini seiring dengan kebijakan pelonggaran aktifitas masyarakat dan meningkatnya aktivitas pariwisata di Bali,” ujar Puji Rahayu.

Baca juga:  Kredit Macet Investree Didalami OJK

Sementara itu, pengamat perbankan dan ekonomi Bali, Prof. Gede Sri Darma mengatakan, saat ini lebih banyak orang menyimpan uangnya dibandingkan membelanjakannya. Menurutnya kondisi itu karena kondisi pandemi sebelumnya. Namun, kondisi ini bisa berakibat tidak bergeraknya ekonomi karena tidak banyak orang berbelanja.

“Pandemi mengajarkan pengalaman itu. Dulu orang menghabiskan uang untuk belanja, tabungan orang pribadi datanya selalu meningkat. Wow… ini bagus banget. Buat saya bagus tapi negara khawatir, kalau semua menabung, siapa yang membelanjakan, siapa yang menghidupkan ekonomi,” ujarnya.

Baca juga:  Haarlem Awalnya Grogi Gabung Tim Bali United Senior

Namun, sikap menyimpan uang di bank tersebut diharapkan tidak dilakukan pemda karena hal itu membuat idle money dan ekonomi tidak bergerak. “Kalau masyarakat yang menyimpan, bagus sehingga dalam kondisi tertentu seperti pandemi, punya cadangan. Ketika terjadi krisis, negara tidak lagi menyuntik dana tunai, bantuan tunai kalau semua masyarakat punya tabungan,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN