Oleh Umar Ibnu Khatab
Dikeluarkannya surat penolakan Gubernur Bali Wayan Koster terhadap Tim Nasional (Timnas) Israel yang bakal berlaga di turnamen Piala Dunia U-20 di Bali patut dicermati sebagai sebuah sikap yang lebih maju di dalam menerjemahkan komitmen politik Indonesia terhadap Palestina. Komitmen politik Indonesia sejauh ini dianggap kurang tegas terhadap kondisi Palestina yang hampir setiap hari diserang secara brutal oleh Israel.
Contoh mutakhir bisa menunjukkan itu di mana tentara Israel menembakkan peluru karet dan gas air mata ke dalam stadion saat pertandingan antara Balata FC versus Jabar Al-Mukaber pada final Abu Ammar Cup di Stadion Faisal Alhusaini Palestina pada 30 Maret 2023 yang lalu dan penyerangan Polisi Israel terhadap jamaah yang sedang berada di masjid Al-Aqsa Yerusalem pada
5 April 2023. Oleh karenanya, kita menyambut dengan
positif apa yang dilakukan oleh Gubernur Koster
terkait penolakannya terhadap Timnas Israel
yang akan bermain di Bali itu.
Kita yakin Pak Koster telah mempertimbangkan dengan sangat matang keputusannya untuk menolak kehadiran timnas Israel di Bali itu. Penolakan ini tentu saja tidak terkait dengan Piala Dunia U-20, tetapi terkait dengan kehadiran Timnas Israel. Gubernur Koster mengaitkan penolakan ini dengan amanah konstitusi Indonesia yang antipenjajahan, apalagi Israel juga tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Dalam konteks ini, Pak Koster ingin menunjukkan solidaritasnya kepada rakyat dan bangsa Palestina yang selama ini menjadi korban dari agresi Israel. Tetapi penolakan ini justru melahirkan pro kontra di kalangan masyarakat dan telah menjadikan Wayan Koster sebagai sasaran tembak pencinta sepak bola di tanah air dan lawan-lawan politiknya di Bali.
Banyak yang memandang bahwa penolakan tersebut mengejutkan karena Gubernur Koster sebelumnya telah menandatangani host city agreement pada Februari 2022. Padahal, dan ini yang harus diakui, saat dilakukan penandatanganan host city agreement, belum diketahui secara persis timnas mana saja yang bakal lolos ke Piala Dunia U-20. Empat bulan kemudian baru diketahui bahwa Timnas Israel memastikan diri lolos sebagai peserta Piala Dunia U20, yakni pada Juni 2022.
Situasi ini, dengan demikian, harus dicermati secara serius, dan Gubernur Koster sendiri membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk kemudian memutuskan menolak keikutsertaan Timnas Israel bermain di Bali. Artinya, Gubernur Koster dalam rentang waktu Juni 2022 hingga Maret 2023 berusaha mempertimbangkan dengan detail segala risiko sebelum mengambil keputusan yang sangat krusial tersebut termasuk risiko yang bakal diterimanya secara pribadi dengan penolakannya itu.
Media sosial memojokkan Gubernur Koster, baik sebagai Gubernur Bali maupun sebagai pribadi. Namun kita merasa senang saat Wakil Gubernur Bali, Pak Cok Ace, akhirnya ikut menegaskan dukungannya kepada keputusan Gubernur Koster. Itulah sejatinya dwi tunggal dalam kepemimpinan Nangun Sat Kerthi Loka Bali, harus saling mengisi dan menopang satu sama lain.
Dan penolakan ini tidak hanya dilakukan di Bali, tetapi juga di Jawa Tengah. Gubernur Ganjar juga secara tegas menolak timnas Israel.
Demikian pula beberapa DPD PDI-P di Pulau Jawa juga melakukan hal sama. Dalam konteks ini maka tepatlah dikatakan bahwa penolakan ini bukan hanya oleh Pak Koster semata, tetapi juga oleh komponen bangsa yang lainnya, termasuk di dalamnya adalah ormas-ormas Islam yang selama ini dengan konsisten menentang zionisme Israel.
Tentu saja keputusan Gubernur Koster mendatangkan risiko bagi dirinya baik sebagai Gubernur Bali maupun sebagai pribadi. Banyak orang beranggapan bahwa penolakan Pak Koster terhadap timnas Israel akan berimbas pada elektabilitas dirinya pada pemilihan gubernur 2024 mendatang.
Sejauh yang kita amati, Gubernur Koster sendiri tampaknya tidak peduli dengan kemungkinan turunnya elektabilitas tersebut. Gubernur Koster tetap kukuh dengan sikapnya untuk bersandar kepada konstitusi.
Pak Koster sendiri, dalam sebuah kesempatan, telah menandaskan bahwa ia akan menjaga kewibawaan konstitusi dan tidak boleh mengorbankan konstitusi dengan dalih apapun. Kendati Gubernur Koster tidak memusingkan soal turunnya elektabilitas dirinya, kita tetap meminta agar Wayan Koster melakukan konsolidasi di kalangan internal partai PDIP se-Bali dan di kalangan pemilih captive market yang selama ini
menjadi pemilih fanatik PDIP untuk solid dalam
satu barisan.
Akhirnya, apa yang saat ini mendera Gubernur Koster tidak akan berpengaruh pada sikap kukuhnya untuk menolak kehadiran Timnas Israel karena legacy-legacy yang dikerjakan Gubernur Koster kini telah mulai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak. Kita percaya bahwa perhelatan Piala Dunia U20 merupakan peristiwa politik kendati banyak orang, termasuk Presiden sendiri, mengatakan bahwa sepakbola seharusnya dipisahkan dari politik.
Penulis, Pengamat Kebijakan Publik