Seniman muda membawakan kesenian Wayang Wong khas Tejakula. (BP/kmb)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Siapa yang tidak mengenal kesenian Wayang Wong. Era 2000-an Wayang Wong asli Tejakula ini mulai dibangkitkan. Bahkan tarian sakral ini kini dibangkitkan kembali, melalui regenerasi dari anak-anak usia dini.

Komitmen Pemerintah Desa Tejakula yang bersinergi dengan desa adat setempat terus mengupayakan agar Kesenian Wayang Wong semakin dikenal masyarakat. Pembibitan dan regenerasi mulai digagas oleh sanggar-sanggar yang ada di wilayah Desa Tejakula.

Bendesa Adat Tejakula I Nyoman Jaya Winaya menjelaskan, ada sangar Sipriling (Siswa Pemerhati Lingkungan) yang saat ini berkomitmen melakukan regenerasi. Sanggar di bawah naungan Camat Tejakula ini juga ini memfasilitasi anak-anak untuk berlatih Wayang Wong. Uniknya lagi, generasi muda Wayang Wong ini cukup membayar dengan sampah plastik.

Baca juga:  Desa Adat Sangkan Gunung Disiplin Terapkan Prokes Covid-19

Fengan sampah itu, anak-anak bisa berlatih kesenian yang sudah diakui UNESCO ini. “Anak-anak ini mulai berlatih pada saat pandemi setahun lalu, gagasan sudah dirancang oleh Camat Tejakula langsung dengan mengajarkan anak-anak mulai dari tingkat dasar dan Bahasa yang digunakan. Dalam Satu minggu anak-anak ini bisa latihan 2 sampai 3 kali,” tuturnya.

Diakuinya, perkembangan teknologi saat ini, membuat pencarian bibit penari Wayang Wong memang sulit. Hanya saja antusias dari penari muda sangat tinggi, sehingga kendala tersebut tidak begitu berarti.

“Saat ini saja sudah ada 48 anak-anak yang rajin berlatih. Sudah barang tentu ke depan kami akan terus mendorong, khususnya para orang tua agar mendorong anaknya untuk bergabung dengan penari lainnya,” tambahnya.

Jaya Winaya menambahkan, tak boleh sembarang orang menarikan Wayang Wong ini karena kesakralan yang dimiliki. Penarinya harus merupakan krama (warga) yang memiliki keturunan sebagai pragina (penari).

Baca juga:  Desa Adat Banjarangkan Kukuhkan Awig-awig

Sementara itu, salah satu penari Wayang Wong Sakral , Gede Komang menjelaskan sejak tahun 2000-an hingga saat ini perkembangan Wayang Wong begitu pesat dan semakin dikenal masyarakat luas. Dulunya hanya mempergunakan pakaian seadanya, kini hampir di zetiap pementasannya selalu meriah tanpa menghilangkan unsur kesakralannya.

“Awal-awalnya kondisi di tahun 2000-an sangat sederhana. Perhatian dari desa, baik desa adat maupun desa dinas sangat tinggi. Bahkan saat ini difasilitasi oleh desa melalui sanggar untuk membentuk regenerasi ke depan,” ucap mantan Kadis Sosial Buleleng ini.

Gubernur Bali, Wayan Koster di sela-sela kunjungan ke Tejakula beberapa waktu lalu, sangat kagum dengan potensi yang dimiliki oleh seniman muda Wayang Wong ini. Gubernur Koster terlihat jelas memperhatikan dengan detail gerak tarian dan lakon yang dibawakan.

Baca juga:  Desa Adat Kutuh Gelar Pujawali di Pura Dhang Kahyangan Gunung Payung

“Saya baru pertama menyaksikan tarian Wayang Wong dibawakan oleh anak-anak. Biasanya dibawakan oleh orang dewasa. Namun anak-anak ini menunjukan bakat yang luar biasa. Bisa tampil di depan masyarakat,” katanya.

Lanjut Koster, kesenian yang merupakan satu-satunya di Bali ini harus dijaga dan terus dilestarikan di tengah berkembangnya tradisi modern.

Wayang Wong dari Tejakula sebenarnya memungkinkan untuk dipentaskan di luar pura. Namun, pragina atau penarinya tidak boleh menggunakan tapel sakral. Sebagai solusinya, pragina Wayang Wong dapat menggunakan tapel duplikat. (Nyoman Yudha/balipost)

BAGIKAN