Warga Tenganan mengangkut hasil panen untuk dipersembahkan dalam Usaba Sambah. (BP/Istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Hari Raya Galungan jatuh setiap 210 hari. Hampir seluruh umat Hindu di Bali melakukan persembahyangan di pura yang ada di desa masing-masing.

Namun berbeda di Desa Tenganan Pegringsingan, Manggis, Karangasem. Di sana, persembahyangan ke pura tidak dilakukan oleh seluruh warga, melainkan hanya perwakilan.

Klian Desa Tenganan Pegringsingan, Putu Yudiana membenarkan ada perbedaan pelaksanaan Galungan di Desa Tenganan Pegringsingan dengan desa-desa lain di Bali. Pelaksanaan di sana tidak semeriah desa-desa lain.

Baca juga:  Tak Berdampak Signifikan, LPJU Hias Bernilai Rp2,9 Miliar di Karangasem Disoroti Anggota DPRD

“Kami tetap ngegalung tapi dengan pelaksanaan yang berbeda. Dan tradisi ini disebut sudah berjalan sejak dahulu. Masing-masing pura ditugaskan satu keluarga untuk ngegalung. Sedangkan masyarakat disana tidak ikut dalam melakukan persembahyangan keliling,” ujarnya.

Yudiana, mengatakan, warganya memang tidak keliling melakukan persembahyangan, karena tiap pura sudah ada yang ditugaskan untuk ngegalung. “Persembahyangan tetap di masing-masing rumah, kalau di pura sudah ada yang ditunjuk,” jelasnya.

Baca juga:  Desa Adat Kelecung Kembangkan Wisata Religius

Dia menjelaskan, penunjukan keluarga itu disebut secara bergilir. Setiap Galungan, keluarga yang ngegalung di pura berbeda-beda. “Masing-masing pura satu keluarga, itu dipilih secara bergilir,” jelasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, saat Usaba Sambah, perayaannya justru seperti Galungan. Saat itu, masyarakat melakukan persembahyangan keliling. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN