DENPASAR, BALIPOST.com – Ketua TP PKK Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster menaruh perhatian terhadap pelayanan kesehatan tradisional Bali (Usada Bali) yang termasuk dalam salah satu dari 44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru. Untuk mengangkat branding usada Bali, Ny. Putri Koster mengingatkan pentingnya perhatian terhadap kemasan dan kebersihan produk.
Perempuan yang akrab disapa Bunda Putri ini mengungkapkan bahwa generasi pendahulu mewariskan begitu banyak jenis obat tradisional yang manfaatnya sudah terbukti. “Panglingsir kita dikenal memiliki kemampuan yang mumpuni dalam pengobatan tradisional. Hal itu tertuang dalam lontar yang belum seluruhnya kita gali dan baca,” ujar Ny. Putri Suastini Koster saat menjadi narasumber pada taping program Dialog Pagi Kompas TV Dewata, Rabu (19/4).
Selain Ny. Putri Koster, acara taping ini jugamenghadirkan dua narasumber terkait. Yaitu, Koordinator Kelompok Ahli Pembangunan Pemerintah Provinsi Bali, Prof. Dr. drh. I Made Damriyasa, M.S., dan Prof. Dr. rer.net. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si. Apt., selaku Kelompok Ahli Bidang Pendidikan, Kesehatan, Jaminan Sosial dan Tenaga Kerja.
Menurut Bunda Putri, apa yang diwariskan oleh para leluhur mesti dilestarikan dan dapat diangkat kembali dengan sejumlah penyesuaian agar bisa diterima di era modern. Beberapa hal yang menurutnya mesti disesuaikan adalah kemasan produk dan faktor higienis. “Ini penting diperhatikan agar obat tradisional memiliki daya saing. Dengan kemasan bagus, obat akan mudah digunakan serta terjamin kebersihannya,” urainya.
Perempuan yang dikenal memiliki multi talenta di bidang seni ini menyinggung peran aktif TP PKK Bali dalam menyosialisasikan pemanfaatan layanan pengobatan tradisional sebagai salah satu alternatif pengurangan zat kimia. Ditambahkan olehnya, salah satu sasaran 10 Program Pokok PKK adalah kesehatan. Oleh karena itu, TP PKK sebagai partner pemerintah berkomitmen mendukung program di bidang kesehatan. Berkaitan dengan gerakan pemanfaatan obat tradisional, TP PKK mendorong pemanfaatan halaman rumah tanaman obat keluarga (TOGA). Dikaitkan dengan program Pemprov Bali, TOGA bisa dimanfaatkan sebagai P3K di lingkup keluarga. Lebih dari itu, jika hasilnya cukup banyak, TOGA uuga bisa dipasarkan untuk dijadikan dapat bahan baku pembuatan obat tradisional Bali. Selain integrasi program, TP PKK Bali juga aktif melakukan sosialisasi melalui media seperti televisi dan radio.
Sementara itu, Prof. Damriyasa secara garis besar menjelaskan tentang 44 Tonggak Peradaban Bali Era Bali yang merupakan implementasi dari visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. Dimana, 44 poin itu adalah penanda Bali Era Baru, yang merupakan hasil kerja nyata dari Gubernur Bali, Wayan Koster. Diungkapkan, bahwa pada prinsipnya 44 tonggak peradaban itu bersifat komprehensif, menyangkut tiga hal yang fundamental yaitu alam, manusia dan budaya.
Dikatakan, pelayanan kesehatan tradisional Bali menjadi salah satu tonggak penanda Bali Era Baru. Apalagi, Gubernur Koster menaruh perhatian terhadap layanan pengobatan tradisional karena Bali dikaruniai kekayaan alam dan keragaman hayati yang anugerah alam, keragaman hayati melimpah yang telah dimanfaatkan secara turun temurun untuk bahan obat herbal. “Krama Bali unggul dalam bidang usada. Jika bisa digali dan dikembangkan secara maksimal, selain untuk kesehatan juga bisa mendatangkan manfaat ekonomi. Ini disadari betul oleh Bapak Gubernur,” tandas Prof. Damriyasa.
Rektor Unhi Denpasar ini menerangkan sejumlah langkah konkrit dalam pengembangan layanan kesehatan tradisional. Secara yuridis, telah dikeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 55 Tahun 2019 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali. Berikutnya, Pemprov Bali juga telah membangun Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) yang tersebar di Rendang, Baturiti dan Pengotan. Selain itu, Pemprov Bali juga tengah mengupayakan dibukanya jurusan pengobatan tradisional di salah satu lembaga pendidikan. Prof. Damriyasa berkomitmen serius menggarap bidang ini karena besarnya potensi yang dimiliki Pulau Dewata. Jika tak digarap serius, ia khawatir potensi ini akan diambil oleh pihak luar.
Melengkapi penjelasan Damriyasa, Prof. Gelgel menyebutkan bahwa layanan kesehatan tradisional di seluruh dunia menghasilkan USD 4,4 triliun pada tahun 2020 dan setiap tahunnya diperkirakan naik 10 persen. Ia berpendapat, dengan potensi melimpah yang dimiliki, Daerah Bali punya kesempatan mendongkrak pendapatan dari layanan kesehatan tradisional yang bisa diintegrasikan dengan sektor pariwisata.
Ia lantas mencontohkan keberhasilan Bali dalam penanganan Covid-19 dengan pemanfaatan usada arak. Dari kalkulasinya, saat itu pemerintah bisa menghemat anggaran cukup banyak karena pemulihan pasien menjadi lebih cepat dengan bantuan usada arak. Diungkapkan, penemuan usada arak bermula saat ia membaca lontar cukil daki yang di dalamnya menyebut pemanfaatan arak dan sejumlah rempah untuk meringankan gejala penyakit yang identik dengan Covid. “Dalam lontar hanya disebutkan tentang pernapasan, nah kita yang mesti pintar menerjemahkan dan mengkaitkan dengan situasi terkini. Ternyata itu menjadi temuan luar biasa dan sangat membantu,” terangnya.
Untuk itu, Prof. Gelgel mengajak masyarakat untuk terus menggali, mengembangkan dan melestarikan usada Bali. Jangan sampai ada penyesalan manakala potensi itu dilirik dan dimanfaatkan pihak luar. (Kmb/Balipost)