BANGLI, BALIPOST.com – Di tengah gempuran dulang fiber, ternyata dulang berbahan kayu masih banyak diminati konsumen. Hal tersebut membuat sejumlah perajin dulang kayu di Banjar Kedui, Desa Tembuku, Bangli masih tetap eksis.
Salah satunya, Nengah Rauh. Sejak 25 tahun lalu sampai sekarang, Rauh masih aktif membuat dulang kayu di rumahnya. Bersama seorang pekerja, pria 59 tahun itu membuat dulang kayu berbagai ukuran. Dari ukuran diameter terkecil 15 cm sampai 35 cm.
Rauh hanya memproduksi dulang setengah jadi. Tidak sampai finishing. “Karena kendala modal. Kanggeang dapat sedikit tapi lakunya bisa cepat,” ungkapnya ditemui, Rabu (26/4).
Dulang buatannya selama ini dibeli oleh perajin di wilayah Banjar Tegalasah untuk selanjutnya di-finishing dan dipasarkan. Dia mengaku permintaan dulang setengah jadi buatanya masih tetap stabil. Meski di pasaran saat ini banyak beredar produk dulang berbahan fiber dengan berbagai bentuk dan variasi. “Permintaan masih stabil. Berapapun saya dapat buat diambil (dibeli) sama perajin di Tegalasah. Biasanya 200 biji dapat buat, dibeli. Kadang 50 biji buat, diambil juga,” ungkapnya.
Dulang buatanya yang ukurannya paling kecil biasa dijualnya Rp 5 ribu per buah. Sedangkan yang ukurannya paling besar dilepasnya dengan harga Rp 20 ribu per buah.
Kata Rauh, selain dirinya di Banjar Kedui ada lima orang warga lainnya yang juga masih eksis sebagai perajin dulang kayu. “Kalau dulu banyak. Ada sekitar 10 orang. Sekarang sisa 6 perajin,” ungkapnya.
Hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah perajin dulang kayu di Kedui, kata Rauh karena sulit dapat bahan baku. Adapun jenis kayu yang dipakai untk dulang yakni albesia atau di Bali biasa disebut kayu belalu. “Kadang-kadang dapat beli kayu, kadang tidak. Karena itu banyak perajin dulang yang kemudian beralih pekerjaan,” pungkasnya. (Dayu Swasrina/balipost)