JAKARTA, BALIPOST.com – Pemerintah secara resmi telah membentuk satuan tugas untuk mensupervisi penanganan dan penyelesaian dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan hal itu, dikutip dari Kantor Berita Antara, Rabu (3/5).
Mahfud, yang juga Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan (KNPP) TPPU, menyampaikan pembentukan satgas tersebut sesuai hasil rapat Komite KNPP TPPU pada 10 April 2023 yang kemudian disampaikan kepada DPR RI melalui rapat dengar pendapat di Komisi III DPR RI sehari berselang.
“Maka saya sampaikan bahwa hari ini pemerintah telah membentuk satgas yang dimaksud,” kata Mahfud dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu.
Satgas tersebut berfungsi melakukan supervisi dan evaluasi atas penanganan laporan hasil analisis (LHA), laporan hasil pemeriksaan (LHP), dan informasi dugaan TPPU.
Mahfud menjelaskan bahwa Satgas TPPU tersebut terdiri atas tim pengarah, tim pelaksana, dan kelompok kerja. “Tim pengarah terdiri dari tiga orang pimpinan Komite TPPU,” katanya.
Tiga orang pimpinan Komite KNPP TPPU adalah Mahfud MD selaku Menkopolhukam dan Ketua Komite KNPP TPPU, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selaku Wakil Ketua Komite KNPP TPPU, serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana selaku Sekretaris Komite KNPP TPPU.
Mahfud kemudian menjelaskan tim pelaksana Satgas TPPU terdiri 10 orang yang diketuai Deputi III Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam, Deputi V Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat sebagai wakil ketua, dan Direktur Analisis dan Pemeriksaan I PPATK sebagai sekretaris.
Sementara tujuh anggota tim pelaksana Satgas TPPU adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Dirjen Bea Cukai Kemenkeu, Inspektur Kemenkeu, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI, Wakil Kepala Bareskrim Polri, Deputi Bidang Kontra Intelijen Badan Intelijen Negara, serta Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK. “Lalu di dalam melaksanakan tugasnya tim pelaksana dibantu oleh kelompok kerja, di mana ada dua kelompok kerja,” tutur Mahfud.
Lebih lanjut Mahfud menjelaskan Satgas TPPU melibatkan 12 orang tenaga ahli yang berasal dari bidang TPPU, korupsi, perekonomian, kepabeanan, cukai, dan perpajakan dalam melaksanakan tugasnya.
Kendati demikian ia menegaskan ke-12 tenaga ahli itu tidak akan ikut dalam menangani dugaan TPPU karena bukan penyidik berdasarkan undang-undang yang berlaku. “Maka dia tidak langsung masuk ke kasus, tetapi dia akan memberikan masukan-masukan tidak pada entitas-nya, tetapi nanti akan menjadi konsultan dan sebagainya kalau ada masalah-masalah yang perlu perhatian khusus,” ujarnya.
Ke-12 tenaga ahli tersebut adalah mantan Kepala PPATK Yunus Husein, mantan Kepala PPATK Muhammad Yusuf, akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Rimawan Pradiptyo, akademisi UGM Wuri Handayani UGM, mantan pimpinan KPK Laode M. Syarif, dan guru besar Universitas Indonesia Topo Santoso.
Kemudian Gunadi, Danang Widoyoko dari Transparency International Indonesia, ekonom Faisal Basri, Mutia Gani Rahman, mantan Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Hukum KPK Mas Achmad Santosa, dan pakar Universitas Sumatra Utara Ningrum Natasya. (Kmb/Balipost)