Ny. Putri Suastini Koster. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pelaksanaan Pameran IKM Bali Bangkit Tahap III Tahun 2023 resmi ditutup oleh Ketua Dekranasda Provinsi Bali, Ny. Putri Suastini Koster di Gedung Ksirarnawa, Art Centre Denpasar, Senin (8/5). Penutupan Pameran IKM Bali Bangkit kali ini juga dihiasi dengan penampilan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Bali serta perwakilan berbagai organisasi masyarakat (Ormas) yang ada Bali.

Di hadapan para undangan dan peserta fashion show, wanita yang akrab disapa Bunda Putri ini menyinggung sejarah dilaksanakannya Pameran IKM Bali Bangkit yang tanpa terasa telah berjalan selama hampir 3 tahun. Kegiatan ini dimulai sejak masa pandemi untuk membangkitkan para perajin.

Perjuangan wanita multi talenta ini berbuah manis. Didukung dengan kebijakan-kebijakan pengembangan dan pemanfaatan produk lokal asli Bali, IKM Bali Bangkit menjadi salah satu momentum kemajuan industri tenun dan kerajinan Bali. Bahkan omset yang diperoleh pengrajin meningkat jauh di atas penghasilan rata-rata sebelum pandemi melanda. “Jadi kita buktikan di tahun 2021 awal sampai 2022, omzet penjualan mereka total mencapai Rp 51 miliar,” ungkap Bunda Putri.

Baca juga:  Ribuan Pelari Ikuti Circle K Run 2019

Bunda Putri mengatakan untuk mencapai itu, diiperlukan sinergi yang kuat agar tenun Bali dapat lestari. Salah satu kain yang sangat langka yang hanya dimiliki oleh Bali dan hanya ada di Desa Pegringsingan yang namanya kain Tenun Double Ikat Gringsing.

Menurutnya, kita perlu belajar dari bagaimana Desa Tenganan pegringsingan menjaga warisan leluhurnya. Mereka menenun, mereka menjual dan mereka juga yang pertama memakainya. Hal ini pun didukung dengan adanya aturan, awig-awig dan pararem yang mengharuskan masyarakat Desa Tenganan untuk hanya menggunakan kain tenun pegringsingan saat melaksanakan yadnya di desa. “Jadi hulu dan hilirnya harus kita jaga dengan baik, sehingga nantinya kita bisa mewariskan kepada anak cucu kita. Ini adalah warisan budaya yang sangat luar biasa dan harus dilestarikan dengan baik. Ketika ini hilang betapa berdosanya kita, tidak mampu mewariskan kepada anak cucu kita. Selesai di generasi kita karena salah memperlakukan kain-kain tenun tradisional kita,” tegas Bunda Putri.

Baca juga:  Ketua TP PKK Bali Menyapa dan Berbagi di Jembrana Sasar 400 Warga Kurang Mampu

Istri Gubernur Bali, Wayan Koster ini meminta agar upaya pelestarian ini dilakukan oleh seluruh masyarakat Bali, apapun sukunya, apapun agamanya, jika telah berada di Bali wajib untuk turut melestarikan budaya dan tradisi Bali. Tidak hanya kain tenun dan songket Bali, namun juga aksara, bahasa dan sastra Bali.

Diungkapkan, berdasarkan survey yang dilakukan oleh Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar, hanya 13 persen dari kain tenun endek Bali yang beredar di masyarakat merupakan produk asli yang dibuat di Bali. Sementara, 87 persen sisanya merupakan produk luar Bali yang mendompleng atau melabeli diri dengan nama kain tenun endek Bali. “Kita tidak alergi dengan produk dari luar. Tapi sampaikan bahwa ini tenun dari Troso, ini tenun dari Jepara, ini tenun dari Palembang, ini tenun dari NTT. Jangan semua dinamakan endek Bali,” tandasnya.

Baca juga:  Optimisme RUU Provinsi Bali, Koster Siap “Bertempur” di DPR

Hal serupa juga terjadi dengan Songket Bali yang kini mulai tersisih dengan adanya songket bordir. Ia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak serta merta menjiplak motif songket Bali karena ada undang-undang hak cipta dan sanksinya. Minimal kurungan 2 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. “Titiang sampaikan kepada bapak/ibu, itu produk illegal karena motifnya mengambil songket yang sudah punya sertifikat kekayaan intelektual komunal dan Pemerintah Provinsi Bali mewakili masyarakat Bali,” tegas Bunda Putri.

Bunda Putri mengajak seluruh masyarakat Bali untuk bersama-sama melestarikan kain tradisional Bali. Seperti halnya dengan kain tenun double ikat yang hanya ada di 3 (tiga) negara, yaitu Jepang, India dan Indonesia. Dan di Indonesia hanya ada di Bali, tenun double ikat tenganan pegringsingan yang hanya ada di Desa Tenganan Pegringsingan-Bali. “Kita semua sepakat untuk turut melestarikan kain-kain tenun warisan leluhur kita yang adi luhung, yang belum tentu dimiliki oleh negara lain,” pungkasnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN