A.A. Ketut Sudiana. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tahapan Pemilu 2024 telah memasuki tahap pendaftaran bacaleg di masing-masing KPU. Namun, ada beberapa yang menjadi pertanyaan terkait adanya beberapa bendesa adat yang ikut menjadi bakal calon anggota legislatif.

Terutama apakah mereka harus mundur dari posisinya di bendesa atau tidak. Namun, melihat regulasi yang ada, bendesa adat yang ikut nyaleg tidak harus mundur.

Bendesa Madya Majelis Desa Adat Kota Denpasar, A.A. Ketut Sudiana yang dikonfirmasi, Rabu (10/5), mengatakan pengakuan dan perlindungan desa adat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, diakui dalam Konstitusi Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amademen). Sebagai Sistem Pemerintahan Desa Adat tidak berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, melainkan berlandaskan pada Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, yang disusun berdasarkan Pasal 236 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Baca juga:  Hoax Pemilu, Polisi Pantau Penggiat Medsos 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan kabupaten/kota, menyatakan “bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan. Pada huruf k menyatakan bahwa mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, aparatur sipil negara, anggota TNI, anggota Polri, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan BUMN dan/atau BUMD atau badan Lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara. Dikatakan, desa adat kedudukannya sebagai sistem pemerintahan desa adat yang fungsinya hanya menyelengarakan otonomi-nya dibidang adat dan budaya, bukan berfungsi dibidang administrasi pemerintahan dan/atau di bidang tugas-tugas badan lainnya sebagaimana disebutkan pada PMK.

Baca juga:  Pascaputusan MK, Koalisi Indonesia Maju Belum Rapat

Mencermati ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf k PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tersebut, merupakan derivasi daripada Pasal 240 ayat (1) huruf k, Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Maka sesuai dengan ketentuan-ketentuan yuridis formal tersebut, dapat ditegaskan bahwa kedudukan hukum bandesa dan prajuru desa adat dalam pencalegan, tidak menjadi kewajiban mengajukan surat pengunduran diri.

Disebutkan, kedudukan hukum bandesa dan prajuru desa adat terkait Pemilu, dikaitkan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf k Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu; dan Pasal 7 huruf k; dan PKPU Pasal 11 ayat (10 huruf k Nomor 10 Tahun 2023 yang mengatur Persyaratan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Desa Adat kedudukannya sebagai sistem pemerintahan desa adat yang diberikan kewenangan menyelengarakan otonomi aslinya di bidang adat dan budaya. Kemudian Desa Adat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat, tidak dapat dana alokasi yang bersumber dari APBN, melainkan bersumber dari APBD Provinsi Bali dalam bentuk dana hibah yang tidak mengikat.

Baca juga:  Kasus Mayat di Jalan Taman Pancing, Terduga Pembunuh Ditangkap di Kuta

Sehingga dapat ditegaskan bahwa kedudukan hukum bandesa dan prajuru desa adat terkait pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dan/atau DPD-RI, tidak menjadi kewajiban mengajukan surat pengunduran diri. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN