I Putu Gede Sutharyana Tubuh Wibawa, S.Pd., M.Pd. (BP/Istimewa)

Oleh I Putu Gede Sutharyana Tubuh Wibawa, S.Pd., M.Pd.

Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional telah diundangkan. Boleh dikatakan bahwa ini adalah regulasi sapu jagat karena mencabut beberapa regulasi terkait angka kredit bagi beberapa jabatan fungsional, termasuk guru.

Sebelumnya untuk naik pangkat/jabatan fungsional, guru harus mempersiapkan berkas-berkas untuk administrasi PAK (Penetapan Angka Kredit) yang di dalamnya mensyaratkan sertifikat-sertifikat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan menulis publikasi ilmiah semacam laporan hasil PTK (Penelitian Tindakan Kelas), artikel praktik baik maupun hasil penelitian lainnya.

Tak lupa guru harus rajin berkomunikasi intensif dengan tim penilai angkat kredit, karena keputusan mutlak penilaian ada di tangan beliau para penilai. Cukup menantang dan memacu guru-guru kreatif untuk terus menunjukkan taji inovasinya, mengikuti kegiatan workshop-workshop baik daring maupun luring untuk diterapkan dibkelas, serta rajin menulis untuk keperluan publikasi.

Baca juga:  Merdeka Belajar, Meretas Belenggu

Setelah terbitnya regulasi di atas, kini proses naik pangkat dianggap lebih mudah dan sederhana. Tak lagi perlu tanda tangan dan bimbingan tim penilai angka kredit, cukup dengan SKP (Sasaran Kerja Pegawai) bernilai kinerja Baik yang ditandatangani atasan langsung, maka para guru bisa naik pangkat secara teratur.

Sudah jadi rahasia umum bahwa nilai SKP biasanya cenderung “Baik” dan sangat jarang ada nilai “Amat Baik” agar organisasi/atasan tetap aman.

Menyederhanakan atau Memperlambat? Dengan aturan sebelumnya Permenpan dan RB Nomor 16 Tahun 2009, guru bisa naik pangkat minimal dua tahun jika telah terpenuhi angka kreditnya. Ini sangat memungkinkan karena angka kredit seperti PKB dan publikasi ilmiah diakui secara total (tidak ada batasan), sehingga semakin kreatif guru mengembangkan diri, periode naik pangkat dalam waktu dua tahun sudah menjadi hal biasa di kalangan guru.

Baca juga:  Kebenaran Versus Pembenaran

Hadirnya aturan baru membuat guru baru bisa naik pangkat paling cepat tiga tahun (merujuk Pasal 37, serta lampiran Permenpan RB No 1 Tahun 2023), itupun jika penilaian kinerja yang diperoleh adalah “Amat Baik” selama tiga tahun berturut-turut. Jika nilai Baik, maka guru baru bisa naik pangkat dalam waktu empat tahun.

Tentu jika mengacu pada lazimisme yang telah berjalan, nilai SKP “Amat Baik” amat jarang diberikan terkecuali jika atasan langsung juga nilainya “Amat Baik”, atau guru tersebut sangat luar biasa kinerjanya. Biasanya cenderung normatif jika menggunakan SKP. Penilaian dengan SKP bisa menimbulkan standardisasi tuntutan kinerja yang berbeda antar satu daerah dengan daerah lainnya, termasuk juga antar satuan pendidikan.

Ini bisa menimbulkan potensi kesenjangan kinerja apabila piminan unit organisasi (sekolah) tidak memiliki kesetaraan visi penilaian dengan pimpinan sekolah yang lain. Tentu kasihan guru-guru yang selamanini aktif mengembangkan diri dan berinobasi, jika tidak diatur secara standar dan holistik secara nasional, bisa menjadi tonggak awal turunnya inovasi karena celah regulasi.

Baca juga:  Politisi dan Produk Sastra

Aalagi jika nilai Amat Baik tetap dikeramatkan walaupun guru tersebut sudah mati-matian mengembangkan diri dan berinovasi secara total. Para guru sangat menunggu implementasi dan celah dari potensi pasal karet yang ada bisa dimaknai secara sejalan oleh dan antar pimpinan.

Regulasi yang menyederhanakan administrasi amat baik untuk mendukung semangat merdeka belajar, namun perlu dipertimbangkan juga para guru yang bersemangat untuk berinovasi, agar tidak tertular dengan gaya normatif, tunggu empat tahun saja pasti naik pangkat.

Penulis, Kepala SD No. 2 Penarungan, Kabupaten Badung, Guru Penggerak Kemdikbudristek

BAGIKAN