Oleh Dsk Gd Prita Widia Wiriyanti, SST
Pasca COVID-19 yang melanda seluruh dunia, pariwisata Bali mulai bangkit. Saat masa pandemi, sektor pertanian digadang-gadang menjadi sektor unggulan yang mampu menopang perekonomian masyarakat. Bahkan muncul berbagai inovasi generasi muda yang
mengombinasikan pertanian dengan teknologi seperti munculnya sistem belanja sayur online yang sangat berguna di tengah-tengah pembatasan kegiatan masyarakat untuk keluar rumah.
Saat itu, pertanian berkembang, berbeda dengan pariwisata yang langsung collapse. Pekerja pariwisata dan sektor yang berkaitan dengan pariwisata seperti transportasi dan restoran mulai kehilangan pekerjaan. Namun, sejak tahun 2022 pariwisata terlihat semakin berkembang kembali.
Dengan kembalinya pariwisata Bali, bagaimana dengan pertanian? Apakah akan kembali ditinggalkan sebab lapangan pekerjaan pariwisata sudah terbuka dan siap menerima banyak tenaga kerja lagi?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menunjukkan bahwa laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) lapangan usaha pertanian tumbuh sebesar 0,33 persen di tahun 2020 dan 2021, sementara pada lapangan usaha penyedia jasa akomodasi dan makan minum turun sebesar 10,24 persen pada tahun 2021.
Namun kondisi berbeda di tahun 2022, penyedia jasa akomodasi dan makan minum tumbuh 21,55 persen dan transportasi tumbuh 13,84 persen. Kalau dilihat dari peranan dalam PDRB, sumbangan pertanian dari tahun 2021 hingga 2023 triwulan I selalu mengalami penurunan, yaitu sebesar 15,77 persen tahun 2021, kemudian turun menjadi 14,68 persen tahun 2022, hingga 13,72 persen tahun 2023 triwulan I.
Sementara peranan transportasi dan penyedia jasa akomodasi mengalami peningkatan. Untuk transportasi, tahun 2021 menyumbang sebesar 5,64 persen, tahun 2022 sebesar 7,7 persen, dan tahun 2023 triwulan I sebesar 9,81 persen. Dari jasa akomodasi memberikan sumbangan sebesar 16,6 persen tahun 2021, kemudian 17,93 persen tahun 2022, dan data terakhir tahun 2023 triwulan I menunjukkan jasa akomodasi mampu menyumbang sebesar 19,22 persen terhadap total PDRB Bali.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Provinsi Bali pada tahun 2022 terjadi di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Kabupaten Badung yang sempat mengalami kontraksi ekonomi yang cukup tajam di tahun 2020 yaitu mengalami penurunan hingga 16,55 persen, kini telah bangkit dan mengalami pertumbuhan hingga 9,97 persen.
Semakin tumbuhnya pariwisata dapat dilihat dari data jumlah wisatawan mancanegara yang datang langsung ke Bali. Tahun 2022 wisatawan mancanegara yang masuk ke Bali sudah mencapai 2 juta orang.
Masih jauh dibandingkan sebelum COVID-19 yang mencapai 6 juta orang. Namun, kondisi ini tentu sudah jauh lebih baik daripada saat COVID-19 dimana tidak ada wisatawan sama sekali karena penutupan bandara dan pelabuhan.
Tingkat penghunian kamar (TPK) juga menunjukkan kondisi yang semakin baik walaupun belum mencapai angka pada tahun 2019 sebelum pandemi. Dari sisi tenaga kerja, terjadi kenaikan jumlah tenaga kerja pada lapangan usaha penyedia jasa akomodasi dari tahun 2021 ke 2022 sebesar 35 persen.
Untuk transportasi bahkan naik sebesar 49 persen. Sedangkan tenaga kerja pertanian turun 3 persen. Berbeda dengan kondisi 2019 ke 2020, tenaga kerja pertanian bertambah 18 persen, sedangkan tenaga kerja transportasi dan penyedia jasa akomodasi turun masing-masing 23 persen dan 28 persen.
Semua data tersebut memperlihatkan kondisi pariwisata semakin membaik. Hal ini tentu saja menjadi kondisi yang sangat menggembirakan. Perekonomian Bali akan semakin tumbuh seperti sebelum pandemi.
Pandemi COVID-19 memberikan pelajaran bahwa sangat penting untuk mempersiapkan sektor lain jika pariwisata collapse. Salah satunya yang bisa dikembangkan adalah pertanian.
Masyarakat memerlukan edukasi tentang bisnis pertanian, teknologi pertanian, dan pengembangan produk pertanian yang inovatif, sehingga dapat membantu memotivasi generasi muda untuk mempertimbangkan karir di bidang tersebut. Petani dapat mencoba menanam tanaman yang lebih bernilai ekonomi tinggi, seperti sayuran dan buah-buahan organik.
Petani juga perlu memperluas pasar dan meningkatkan permintaan untuk produk mereka agar dapat meningkatkan pendapatan petani. Pemerintah dapat membantu meningkatkan akses ke pasar maupun akses modal, serta membantu meningkatkan keterampilan petani dengan pelatihan dan penyuluhan.
Penulis, Pegawai BPS Kabupaten Badung, Mahasiswa Pascasarjana ITS Surabaya