MANGUPURA, BALIPOST.com – Rumah dipakai tempat aborsi oleh tersangka I Ketut Ari Wiantara (53) di Jalan Padang Luwih, Gang Bajangan, Kuta Utara, dipasangi garis polisi. Pengakuan pelaku, rumah itu adalah warisan dari orangtuanya.
Sedangkan warga sekitar TKP tidak mengenal pelaku. “Kata pelaku rumah itu warisan. Karena kasus ini masih didalami, garis polisi di TKP belum kami buka,” kata Kasubdit V (Siber) Ditreskrimsus Polda Bali, AKBP Nanang Prihasmoko, Selasa (16/5).
Sementara warga yang tinggal di sekitar TKP mengaku kaget setelah tahu rumah itu dipakai praktik aborsi. Pasalnya warga tidak melihat ada plang praktik dokter seperti pada umumnya. “Pemilik rumah itu tidak tinggal di sini (TKP). Dia tidak setiap hari datang ke sini. Kalau ke sini pasti pada sore hari, pulangnya tidak tahu jam berapa,” kata Suryani salah satu warga di sana.
Suryani mengaku sempat melihat ada orang datang ke rumah itu dan dikira teman atau tamu pelaku. Selain itu pelaku tidak begitu akrab dengan warga sekitar.
Warga termasuk Suryani kaget pada Senin (8/5) banyak polisi mendatangi rumah tersebut. Apalagi petugas pasang garis polisi di depan rumah tersebut.
Saat itu Suryani belum tahu kasusnya. Setelah terekspos di media massa barulah Suryani tahu kalau rumah itu dijadikan lokasi praktik aborsi.
Jika ketemu, Suryani mengatakan pelaku hanya senyum saja. “Saya tidak tahu yang tinggal di rumah itu adalah dokter,” tutupnya.
Seperti diberitakan, mendekam di penjara sebanyak dua kali terkait kasus aborsi tidak membuat I Ketut Arik Wiantara (53), kapok. Dokter gadungan ini kembali buka praktik aborsi di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Badung.
Akibat perbuatannya itu, Tim Subdit V (Siber) Ditreskrimsus Polda Bali melakukan penggerebekan dan menangkap pelaku, Senin (8/5). Hasil konfirmasi polisi ke Sekretaris IDI Bali, pelaku bukan seorang dokter.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut diperoleh informasi bahwa pelaku merupakan resedivis dalam kasus aborsi tahun 2006 di hukum 2,5 penjara dan 2009 yang bersangkutan kembali dihukum kasus sama selama divonis 6 tahun penjara. Pelaku mengakui melakukan praktik aborsi sejak tahun 2020 dengan tarif rata-rata Rp 3,8 juta.
Kemudian berdasarkan data pembukuan yang ditemukan di TKP jumlah pasien yang tercatat sampai saat dilakukan penangkapan berjumlah sebanyak 1.338 orang. Tapi saat diperiksa petugas, pelaku mengaku sejak 2020 menangani 20 pasien. (Kerta Negara/balipost)