SINGARAJA, BALIPOST.com – Haluan Pembangunan 100 Tahun Bali Era Baru merupakan konsep yang ingin mewujudkan Bali masa depan yang rakyatnya makin sejahtera tetapi tetap dengan identitas ke-Bali-annya. Demikian juga alam dan budayanya.
Untuk itu pembangunan infrastruktur seperti yang dilaksanakan beberapa tahun belakangan ini ditujukan sebagai fondasi Bali yang maju dan modern, namun tetap menjaga manusia, budaya dan alam Bali. Keberlanjutan kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster dapat memperkuat upaya mewujudkan hal tersebut.
Ditemui Minggu (21/5), Penjabat Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengungkapkan, Kepemimpinan Gubernur Koster bersama Wakil Gubernur Cok Ace ini sangat dirasakan oleh masyarakat Buleleng. Sebut saja jalur shortcut Singaraja–Mengwitani, Bendungan Dhanu Kerthi, dan Turyapada Tower KBS 6.0 Kerthi Bali yang sangat dinanti–nanti oleh masyarakat Bali Utara. Hal ini sudah jelas muaranya untuk kesejahteraan masyarakat Buleleng.
“Proyek–proyek besar itu baru sebagian saja, belum ada lagi semisal Pembangunan Pasar Banyuasri sebagai pasar termegah di Bali. Belum lagi Pembangunan Taman Bung Karno, belum lagi kita diberikan sejumlah aset milik Provinsi Bali dan itu baru kepemimpinan Gubernur Koster yang mampu melakukan itu,” kata Lihadnyana.
Pembangunan infrastruktur tersebut -disebut sebagai fondasi bagi tercapainya tujuan dari konsep Haluan Pembangunan 100 Tahun Bali Era Baru yang telah dicetuskan Gubernur Koster berdasarkan masukan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri. Konsep yang saat ini sedang dimatangkan untuk dibuatkan dasar hukum legalitas berupa peraturan daerah (perda)
Rektor Dwijendra University Dr. I Gede Sedana mengapresiasi tentang Konsep Haluan Pembangunan 100 Tahun Bali Era Baru. Menurutnya, konsep ini akan menjadi tuntunan dalam menata Bali di masa depan hingga waktu 100 tahun. Pembangunan infrastruktur yang tentunya akan memanfaatkan dan merubah alam akan dirancang dengan memperhatikan kelestariannya.
Terkait dengan sektor pertanian yang juga sempat disinggung terutama soal lahan sawah, Sedana mengatakan konversi lahan mungkin akan sulit distop. “Yang paling mungkin dilakukan adalah bagaimana mengendalikannya. Melalui Haluan pembangunan 100 Tahun inilah langkah pengendalian dapat dilakukan lebih terarah,” katanya.
Haluan ini akan dilengkapi dengan peta jalan (road map) menuju apa yang ingin diwujudkan di masa depan. Benturan antara kepentingan pembangunan infrastruktur dan keberadaan lahan pertanian dapat “didamaikan” melalui peta jalan yang akan ditetapkan.
Rektor Dwijendra University Dr. I Gede Sedana, menawarkan jalan terbaik mendamaikan soal konversi lahan untuk kepentingan infrastruktur dan pariwisata dengan mempertahankan lahan pertanian yakni menjadikan pertanian sebagai panglima perekonomian Bali. “Apapun sektor yang dikembangkan, semuanya mesti berujung pada menjaga pertanian Bali,” tegasnya.
Pembangunan di masing-masing kabupaten dan kota di Bali sebaiknya menempatkan pertanian sebagai awal dan juga akhir dalam strategi menyejahterakan rakyatnya. Pengembangan pariwisata, UMKM dan bahkan digitalisasi berbagai sektor dapat ditujukan untuk memajukan pertanian.
Di Kabupaten Buleleng, saat ini banyak hal yang sudah dilakukan Gubernur Bali Wayan Koster sebagai fondasi masa depan Bumi Panji Sakti tersebut. Seperti diakui Penjabat Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana. Ia mengungkapkan Gubernur asal Desa Sembiran Kecamatan Tejakula, saat ini sedang fokus pada Digitalisasi. Tidak hanya pada sektor ritel, Gubernur Koster juga mendorong digitalisasi pembayaran pada transaksi pemerintah daerah, termasuk sektor UMKM saat ini.
“Kita sekarang ini sesuai dengan visi Gubernur Bali Buleleng sudah menjadi satu tegak lurus dengan Provinsi Bali. Kalau di Provinsi ada Digitalisasi, Buleleng juga ada. Kalau di sana lebih mengedepankan dan mencintai produk lokal, Buleleng juga ada. Apalagi di Buleleng sendiri ada belasan ribu produk UMKM tersedia,” tambahnya.
Penjabat Bupati asal Desa Kekeran ini mengapresiasi Langkah Gubernur dalam menjalankan Visi Nangun Sad Kerthi Loka Bali. Dalam menjalankan visi itu, katanya sangat sesuai dengan Potensi yang dimiliki oleh daerah masing–masing.
“Dalam kontek menjalankan visinya itu, sesuai dengan potensi daerah masing–masing. Buleleng beda dengan Badung, Kalau Badung mengandalkan pariwisata, kalo Buleleng potensi Pertanian, Garis Pantai yang luas dan produk UMKM yang ada. Hal ini yang saat ini digagas dan oleh bapak Gubernur,” pungkasnya.
Ditanya terkait Kebutuhan Kabupaten Buleleng saat ini, Lihadnyana menegaskan, Kabupaten Buleleng saat ini masih membutuhkan Pembangunan Infrastruktur. Infrastruktur yang dimaksud yakni pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) yang dirasa mampu mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan di Kabupaten Buleleng.
“Kita saat ini masih butuh infrastruktur, semisal Balai Latihan Kerja (BLK). Ini secara otomatis mampu menurunkan kemiskinan di buleleng. Buleleng dengan jumlah penduduk paling banyak harus difasilitasi. Jika ini terwujud saya pastikan pengangguran yang saat ini berada di angka 5,2 persen akan turun, kemiskinan turun, pendapatan pasti akan meningkat,” ungkapnya.
Lihadnyana pun memastikan, jika Pemerintah Provinsi Bali di bawah Kepemimpinan Koster saat ini komitmen menjalankan Program–programnya, bisa dipastikan Investasi akan berdatangan ke Kabupaten Buleleng. Saat ini saja kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak ini sedang intens membahas Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk memberikan kepastian hukum bagi para investor yang akan menanamkan modalnya di bumi Denbukit.
“Kawasan Kota, Kawasan Gerokgak sudah selesai penyusunan RDTR. Saat ini Kawasan Sukasada masih dalam tahap penyusunan. Jika semua Kawasan bisa terselesaikan sudah barang tentu yang akan berinvestasi akan memilih Buleleng yang memiliki potensi cukup besar,” ucapnya.
Lihadnyana berharap, dengan berbagai program dan inovasi yang dilakukan oleh Gubernur Koster selama di periode pertamanya, sudah selayaknya diberi ruang untuk melanjutkan programnya. (kmb/balipost)