Wisatawan berbaur dengan warga menikmati suasana pantai di Sanur, Denpasar. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Fenomena wisatawan di Bali belakangan menyadarkan masyarakat untuk menata kembali pariwisata. Untuk itu Bali berkomitmen menuju pariwisata berkualitas. Sebab, Kebijakan pariwisata murahan akan mendatangkan wisatawan yang bermasalah. Demikian disampaikan Ketua Bali Tourism Board (BTB) IB Agung Partha Adnyana dalam FGD Industri Pariwisata Berkualitas Berbasis Tri Hita Karana belum lama ini.

Menurutnya, dalam Perda Bali nomor 5/2020 dan Pergub Bali nomor 28/2020 sudah menjelaskan tentang pariwisata berkualitas, tinggal implementasinya. Perda dan Pergub ini akan terus disosialisaskan ke anggota asosiasi untuk mendukung pariwisata berkualitas.

Maka dari itu, semua industri harus masuk ke asosiasi agar dapat memberi pengarahan. Asosiasi merupakan partner pemerintah, maka dari itu ia berharap selain dapat memberi masukan kepada pemerintah, juga dapat mendorong anggota menerapkan Perda Bali dan
Pergub Bali tersebut.

Baca juga:  Dari Kunjungan Wisdom Dibuka Berdampak pada Denpasar hingga DPRD Bali akan Perjuangkan Aspirasi Pekerja Pariwisata

Sementara dari sisi wisatawan, untuk menyaring wisatawan berkualitas dikatakan saat ini sedang dimatangkan konsepnya. “Seperti apa yang berkualitas dan penerapannya seperti apa. Apakah pakai kuota atau dikenakan tipping seperti di Bhutan,” bebernya.

Menurutnya, kebijakan yang murahan akan mendatangkan wisatawan yang murah. Wisatawan murah itu cenderung banyak menghasilkan
masalah.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Cok Pemayun dalam FGD Industri Pariwisata Berkualitas Berbasis Tri Hita Karana belum lama ini mengatakan, pariwisata
berkualitas sesuai dengan Perda Bali nomor 5/2020 tentang standar kepariwisataan budaya Bali dan Pergub Bali 28/2020 tentang Tata Kelola Pariwisata. Tata Kelola pariwisa ada dua aspek, yaitu dari sisi destinasi dan
wisatawan itu sendiri.

Sejak dikeluarkan pada 2020, kedua kebijakan tersebut dikatakan sudah mulai diimplementasikan. “Karena COVID-19 kita belum berani melaksanakan, tahun ini sudah mulai diawali dengan dibentuknya Satgas. Kami sudah berkali-kali turun, baik dari sisi pembinaan ke usaha pariwisata, guide-nya, tim imigrasi untuk mengawasi orang asing, dan Polda Bali,” bebernya.

Baca juga:  Sabet Medali Renang Nasional, 3 Siswa Ini Bertemu Bupati Suwirta

Jika usaha tersebut tidak mengikuti Perda dan Pergub, sesuai kewenangan maka sanksinya dilaksanakan Satpol PP. Jika pelanggaran dilakukan orang asing, diserahkan ke tim imigrasi.

Wakil Ketua PATA Bali dan Nusa Tenggara Chapter IB Vedanta Wijaya mengatakan perlu penyamaan konsep tentang pariwisata berkualitas. Pariwisata berkualitas menurutnya adalah wisatawan yang datang menikmati Bali apa adanya dan memiliki respek terhadap lingkungan dan SDM Bali.

“Pariwisata berkualitas bukan hanya buying power dan length of stay tapi apa tujuan mereka ke Bali,” ujarnya.

Ia menyebut Tri Hita Karana diharapkan menjadi pondasi dan basis dan pelaksanaan pariwisata di Bali. Guru besar pariwisata, budaya, dan agama Prof. I Ketut Sumadhi mengatakan, sistem managemen pariwisata Bali harus berbasis Tri Hita Karana karena dengan THK dapat menemukan spirit universal melintasi ruang dan waktu kebudayaan bangsa yang menjadi modal dalam pengembangan dan perkembangan pariwisata.

Baca juga:  Kembali, Badung Bongkar Enam Tower Tak Berizin

Memahami THK sebagai penanda modal pariwisata budaya, memiliki titik temu dari paradoks budaya “Lokal-Global.” Dengan THK juga dapat menumbuhkan sikap bijaksana mengelola Balinese Culture Capital dalam pengembangan di tengah fenomena kepariwisataan saat ini. THK juga dapat menguatkan jati diri, identitas budaya, peradaban, sosial, ekonomi, lingkungan hidup, pertahanan, dan keamanan dan spiritual yang merupakan substansi empat pilar kebangsaan yaitu NKRI, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN