Wadir Reskrimsus Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra, didampingi Kasubdit V AKBP Nanang Prihasmoko merilis kasus dokter gadungan yang melakukan praktik aborsi, Senin (15/5/2023). (BP/dokumen)

DENPASAR,  BALIPOST.com – Kasus aborsi melibatkan I Ketut Arik Wiantara (53) belum bisa dikembangkan. Saat diperiksa, selama melakukan praktik ilegalnya itu, dokter gadungan ini meraup Rp 76 juta.

Namun pelaku tidak merasa berdosa. Karena, niatnya membantu para pasien sehingga tidak mengganggu proses belajar atau cita-citanya.

Kasubdit V (Siber) Ditreskrimsus Polda Bali, AKBP Nanang Prihasmoko, Selasa (23/5) mengatakan dari pengakuan pelaku 20 kali melakukan aborsi, satu pasien bayar Rp 3,8 juta. “Dengan demikian pelaku mendapat uang Rp 76 juta,” tegasnya.

Baca juga:  Ngaku Dokter, Dukung Pijat Digelandang ke Polsek

Polisi sempat berusaha mengembangkan kasus ini dengan menggeledah tempat praktik pelaku di Jalan Padang Luwih, Gang Bajangan, Kuta Utara. Namun petugas tidak menemukan barang bukti. “Karena tidak ada barang bukti di TKP maka police line sudah kami buka,” ucap mantan Kapolsek Kuta Selatan ini.

Apakah septic tank digeledah? “Tidak, karena usia kandungan yang diaborsi maksimal 1 bulan,” ungkapnya.

Saat diperiksa, pelaku mengatakan niatnya membantu anak-anak muda yang berbuat kesalahan hingga hamil diluar nikah dan masih muda. Jika sampai hamil bisa mengganggu proses belajar atau cita-citanya.

Baca juga:  Dokter Gadungan Dituntut Dua Tahun Tiga Bulan

Seperti diberitakan, mendekam di penjara sebanyak dua kali terkait kasus aborsi tidak membuat I Ketut Arik Wiantara (53), kapok. Ia kembali buka praktik aborsi di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Badung. Akibat perbuatannya itu, Tim Subdit V (Siber) Ditreskrimsus Polda Bali melakukan penggerebekan dan menangkap pelaku, Senin (8/5).

Hasil koordinasi polisi dengan Sekretaris IDI Bali dinyatakan pelaku bukan seorang dokter. Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut diperoleh informasi bahwa pelaku merupakan resedivis dalam kasus aborsi tahun 2006 di hukum 2,5 penjara dan 2009 yang bersangkutan kembali dihukum kasus sama selama divonis 6 tahun penjara.

Baca juga:  Akhirnya, Krama Desa Adat Pedungan Punya Tempat Melasti yang Representatif

Berdasarkan data pembukuan yang ditemukan di TKP jumlah pasien yang tercatat sampai saat dilakukan penangkapan berjumlah sebanyak 1.338 orang. Namun pengakuan pelaku sejak 2020 menangani 20 pasien saja. (Kerta Negara/balipost)

BAGIKAN