Orang-orang berjalan dengan barang bawaan mereka di Bandara Internasional Ibu Kota Beijing, di tengah wabah COVID-19, di Beijing, China, Selasa (27/12/2022). (BP/Dokumen)

BEIJING, BALIPOST.com – China kembali dilanda gelombang kasus COVID-19. Oleh pakar diperkirakan puncaknya akan terjadi pada Juni 2023 dengan puluhan juta kasus per pekan.

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (CDC) Kota Beijing menyebutkan bahwa selama 15-21 Mei terdapat 25.544 kasus COVID-19 di Ibu Kota atau empat kali lipat dibandingkan periode 24-30 April. Dari jumlah kasus tersebut, sebanyak 96,5 persen diantaranya bersifat menyerang saluran pernapasan, kata CDC Kota Beijing seperti dikutip media lokal, Sabtu.

Baca juga:  Denpasar Terancam Jadi Kota Sampah, DLHK Diminta Cari Solusi Komprehensif

Dikutip dari Kantor Berita Antara, di China tercatat lebih dari 2,1 juta kasus COVID secara nasional yang terjadi selama 1-30 April. Sebanyak 2.217 di antaranya meninggal dunia, menurut Pusat Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular China.

Sementara itu, pakar penyakit pernapasan Prof Zhong Nanshan sebelumnya sudah mengingatkan bakal terjadinya gelombang kasus besar. Menurut dia, gelombang kecil kasus COVID-19 pada akhir April dan awal Mei telah berhasil diantisipasi. Namun, pada Mei kasus akan memuncak menjadi sekitar 40 juta per pekan.

Baca juga:  Penelitian : Efektivitas Vaksin Pfizer Berkurang Setelah 6 Bulan

Kemudian, ia memperkirakan pada akhir Juni akan mencapai 65 juta kasus per pekan dengan didominasi oleh varian XBB.

Sebelumnya, Zhong juga memperkirakan 85 persen penduduk China telah terpapar COVID-19. Dengan demikian, sekitar 1,1 miliar hingga 1,2 miliar jiwa penduduk China sudah tidak lagi memedulikan gejala COVID tersebut.

Dua jenis vaksin COVID-19 untuk melawan varian XBB telah disetujui oleh otoritas setempat, sedangkan tiga atau empat jenis lainnya menyusul.

Baca juga:  Siap-siap Diviralkan, Perbankan dan Hotel yang Belum Implementasi Pergub 79 dan 80

“Dengan demikian China akan menjadi yang terdepan dalam pengembangan vaksin yang lebih efektif,” katanya.

Sejak 9 Desember 2022, otoritas China menurunkan status penanganan COVID-19 sehingga lebih longgar dan sudah ada tidak ada lagi penguncian wilayah secara ketat jika ditemukan kasus positif seperti yang diterapkan sepanjang 2020-2022. (kmb/balipost)

BAGIKAN