Nyoman Sender. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pembangunan pertanian 100 tahun ke depan membutuhkan komitmen dalam implementasi. Komitmen diwujudkan dengan penyediaan anggaran pemerintah.

Selain itu, pertanian yang sangat bergantung pada iklim, harus mulai dari gerakan menjaga bumi agar menjaga iklim tetap normal untuk produk pertanian. Pengamat ekonomi I Nyoman Sender, Minggu (28/5) mengatakan, pertanian Bali akan mengalami perubahan atau tranformasi yang sangat signifikan ke depannya.

Ia berharap pertanian Bali bertranformasi ke pertanian modern seperti perkebunan yang menghasilkan buah premiun, holtikultura premium yang organik atau bahkan hidrophonik yang tidak butuh lahan luas. Ada beberapa issue atau masalah yang akan dihadapi pertanian Bali kedepan  antara lain, konversi lahan pertanian akan terus berlangsung. Artinya lahan pertanian akan terus menyusut karena tergerus oleh kebutuhan lahan untuk perumahan, komersial, akomodasi pariwisata, jalan atau transportasi dll.

Baca juga:  Sejak Wabah COVID-19 Melanda Bali, Segini Jumlah Orang Jalani Rapid dan Swab Test

Sedangkan pembukaan lahan pertanian baru sangat tidak mungkin, karena lahan Bali yang relatif kecil ini hampir tidak akan ada perluasan lahan untuk pertanian. Selain itu ia juga menyoroti masalah penyediaan air atau pengairan untuk pertanian akan bersaing dengan kebutuhan air minum  dan air untuk hotel-hotel atau sektor pariwisata.

Kesediaan angkatan kerja kelompok milenial atau generasi baru untuk mau bekerja di sektor pertanian sangat kecil atau rendah. “Angkatan kerja baru lebih tertarik bekerja di sektor non pertanian,  karena lebih menjanjikan dan terbebas dari kesan kotor dan miskin,” ujarnya.

Dengan demikian peran sektor pertanian dalam ekonomi Bali akan terus mengecil. Maka dari itu ia mengkhawatirkan akan terjadi transformasi sektor ekonomi dari sektor primer ke sektor tersier (jasa) dan sedikit sektor sekunder, hanya untuk UMKM (industri besar) tidak ada karena Bali miskin SDA.

Baca juga:  Kasus Rabies di Bali Makin Tinggi, Jumlahnya di 2022 Terbanyak Sejak Merebak 14 Tahun Lalu

“Celakanya stakeholder Pemda kurang berpihak kepada sektor pertanian dan asyik dengan sektor pariwisata saja dan sektor jasa lainnya. Kesimpulannya saya pesimis bahwa peran sektor pertanian Bali kedepan akan menyusut terus, tidak usah menunggu 100 tahun, dalam 25 tahun saja wajah pertanian Bali bisa jadi hanya akan tersisa kurang dari 15% atau 20% saja dari struktur ekonomi Bali,” tandasnya.

Sementara Praktisi pertanian asal Bangli I Wayan Sunartha berharap pembangunan pertanian ke depan lebih berkomitmen dijalankan. Hal itu dapat diukur dari keberpihakan anggaran kepada sektor pertanian. Selain itu, untuk menjaga iklim yang normal, yang merupakan salah satu penentu hasil pertanian, agar dijaga.

Caranya, dengan menjaga bumi, menjaga lahan -lahan hijau dan menjaga sumber-sumber air. Dengan demikian, akan berdampak pada sektor pertanian jangka panjang. Jika hasil pertanian berlimpah tentu akan menjaga ketahanan pangan masyarakat.

Baca juga:  Kali Keempat Bali Jadi Tuan Rumah, Kongres PDIP V Siap Diselenggarakan

“Kondisi pertanian dari tahun ke tahun sangat berbeda. Kadang El Nino, kadang la nina tapi manusia masih membutuhkan pangan, maka dari itu kebijakan pembangunan pertanian benar-benar harus diwujudkan dalam implementasi komitmen yang nyata. Komitmen itu diwujudkan dalam anggaran minimal 5% dan fasilitasi, pendampingan, pelatihan,” ujarnya.

Berdasarkan prediksi dunia, tahun 2050 dunia akan kesulitan pangan karena jumlah penduduk yang semakin bertambah, suhu bumi juga akan meningkat. Mengingat hasil pertanian sangat ditentukan oleh iklim, teknologi, lahan, dll. Sementara teknologi tidak bisa menyelesaikan semua masalah terutama dalam bidang pertanian. “Maka dari itu setiap orang dari sekarang harus peduli pada bumi dengan aksi nyata. Selama ini kami hanya baru melihat dari wacana saja,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN