Bendesa Adat Semanik I Gusti Lanang Umbara. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Setiap desa adat memiliki tradisi yang tetap dilestarikan turun-temurun. Seperti tradisi ngaben tanpa membakar sawa atau jenazah. Pada umumnya ngaben merupakan upacara pengembalian panca mahabuta dengan cara dibakar.

Desa Adat Semanik, Desa Pelaga, Kecamatan Petang dalam Upacara Ngaben tidak melakukan tradisi seperti pada umumnya. Justru dalam prosesi upacaranya diganti dengan pengawak yang berbahan kayu cendana.

Bendesa Adat Semanik I Gusti Lanang Umbara mengatakan, tiga desa adat yaitu Tinggan, Semanik dan Tiyingan tidak melakukan pembakaran jenazah. Ini telah ditetapkan oleh penglingsir sejak dahulu, karena sebagai penyangga kesucian Pura Puncak Mangu. “Sesuai dengan sima dresta dan kesepakatan parang panglingsir memang tidak dilaksanakan ngaben dengan membakar sawa. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesucian Pura Puncak Mangu,” ujarnya.

Baca juga:  Desa Adat Sangkaragung, Optimalkan Kelola Sampah Berbasis Sumber

Kendati demikian, prosesi ngaben pun dijelaskan masih sama dengan di tempat lainnya. Hanya saja ada prosesi secara simbolik yaitu ngeplugin. Jenazah yang telah meninggal akan diganti dengan pengawak dari bahan kayu cendana.

“Pengawak itulah dianggap sebagai raga dari orang yang telah meninggal tersebut. Kemudian itu prosesinya dari awal sampai akhirnya dibakar, dan dilanjutkan sampai nyegara gunung,” ujarnya.

Menurutnya, pihaknya telah sepakat melaksanakan ngaben massal setiap tiga tahun sekali atau lima tahun sekali. Karena itu, ketika ada krama yang meninggal akan dikubur dan upacara ngaben akan dilaksanakan secara massal atau yang sering disebut ngaben kinembulan.

Baca juga:  Desa Adat Bukit Jangkrik Kembangkan Potensi Desa

“Ketika dalam jangka waktu tiga tahun sudah banyak sawa maka dilaksanakan ngaben. Kalau tidak maksimal lima tahun, ada banyak atau tidak wajib dilaksanakan ngaben masal,” ungkapnya seraya menyebutkan upacara ngaben masal dilaksanakan terakhir pada 2021. (Parwata/balipost)

BAGIKAN