Dr. I Wayan Rideng, SH.,MH. (BP/Win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kekhawatiran semakin rusaknya aura dan taksu Pulau Bali sebagai destinasi dunia terhadap adanya perilaku wisatawan yang membuat onar, sangat cepat direspon oleh Gubernur Bali, Wayan Koster. Berbagai bentuk langkah konkrit dan secara gerak cepat dalam rangka keajegannya Bali dilakukannya. Salah satunya mengeluarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2023 tentang Tatanan Baru Bagi Wisatawan Mancanegara Selama Berada di Bali.

Bahkan, Gubernur Koster melarang wisatawan menjadikan gunung sebagai destinasi wisata. Peraturan Daerah (Perda) terkait pelarangan pendakian gunung akan segara dirancang. Sebab, Gubernur Koster berencana menjadikan sejumlah gunung di Bali sebagai kawasan suci sesuai visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. Terlebih gunung sebagai kawasan suci sudah masuk dalam Perda RTRW Provinsi Bali 2023-2043.

Atas langkah tegas Gubernur Koster tersebut, akademisi Hukum Universitas Warmadewa (Unwar), Dr. I Wayan Rideng, SH.,MH., memberi apresiasi dan dukungan kepada Gubernur Koster untuk menindak tegas setiap perilaku wisatawan yang tidak mentaati aturan kearifan lokal Bali. Menurutnya, berbagai kemunculan perilaku wisatawan yang melakukan pelanggaran hukum, baik hukum positif dan juga hukum adat, khususnya tatanan hukum adat di Bali telah menciderai aura dan taksu Bali.

Apalagi, yang memprihatinkan belakangan ini kesucian alam Bali mulai mendapat sorotan. Berbagi kejadian yang tidak patut dan pantas telah silih terjadi dengan berbagai jenis perilaku yang menyimpang.

Baca juga:  SE Gubernur Nomor 17 Tahun 2021 Disambut Baik Masyarakat, Bukti Keberpihakan Terhadap Garam Tradisional

Ironisnya, kejadian tersebut telah menjadi viral ke di media sosial, yang ditonton banyak orang dengan segala segment stara masyarakat. “Bila ini dibiarkan, tentu akan menjadi preseden buruk terhadap citra pariwisata Bali. Langkah tegas dan terukur yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali melalui tahapan menerbitkan SE Nomor 04 Tahun 2023, sebagai bukti quickrespon dari seorang pemimpin yang visioner,” ujar Sekretaris Prodi Doktor S3 Unwar ini.

Wayan Rideng bahkan mendukung usulan Gubernur Koster untuk mendorong pelarangam pendakian gunung oleh wisatawan melalui penerbitan Perda. Menurutnya, langkah ini sangat tepat, agar kebijakan ini ditaati dan dipatuhi, serta ada sanksi yang mengikat jika dilanggar.

Hal ini akan mendorong semua pihak, termasuk di dalamnya para pelaku pariwisata menjadi “notice” dalam melalukan aktivitasnya. Paling tidak, lebih awal dapat berperan menyosialisaikan bahwa kedatangan para turis ke Bali tidak boleh sebebas-bebasnya melalukan tindakan yang melanggar aturan di Bali.

Sebab, Pulau Bali memiliki budaya dan tata krama yang kuat dan kokoh sebagai penopang kehidupan pariwisata. Secara perspektif hukum, lanjut Wayan Rideng dengan penerbitan Perda akan memberikan konsekuensi hukum berupa pengaturan ketentuan sanksi.

Keberadaan pengaturan sanksi, termasuk berupa sanksi pidana akan menjadi setiap orang atau korporasi dalam melakukan aktivitasnya lebih berhati-hati. Tentu ini berupa penegakan sanksi pidana akan menjadi “debat table”, bilamana dikaitkan dengan orang berwisata yang membutuhkan kenyamanan dan keamanan. “Pada konteks tersebut, kita dihadapkan pada semakin masifnya berbagai bentuk kejadian berupa pelangaran, kepatutan, dan kepatuhan. Pemerintah berkewajiban untuk hadir, tentu dengan otoritasis dan kapasitasnya menurut Peraturan Perundangan-Undangan yang berlaku. Sikap tegas Pemprov untuk mendorong terbitnya Perda, merupakan langkah sangat bijak dan strategis demi tetap terjaga kehidupan pariwisata Bali,” tandas Wayan Rideng.

Baca juga:  Gubernur Koster dan BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Beasiswa ke 1.778 Anak

Menurutnya, berbagai bentuk kebijakan yang dilahirkan oleh Gubernur Koster memiliki beberapa tujuan. Yakni, pemulian, penguatan, pelindungan, pemberdayaan, dan pelestarian, yang diwujubkan melalui 44 tonggak peradaban Bali Era Baru, bagian dari suatu sistem. Jika ada bagian merusak sistem tersebut, jerih payah secara totalitas yang ditunjukan Gubernur Bali menjadi pincang. “Karenanya, ke depan tidak menutup kemungkinan akan berpengaruh pada tatanan kehidupan masyarakat lokal. Bilamana hal ini terjadi, akan menjadi masalah bagi keberlangsungan pembangunan Bali,” imbuh Wayan Rideng.

Sekretaris DPP Peradah Indonesia Bali, I Ketut Eriadi Ariana mengatakan, wacana Pemprov Bali membuat aturan menutup gunung sebagai objek komersil patut diapresiasi. Namun perlu dipertimbangkan secara matang, sehingga berkeadilan bagi masyarakat, lingkungan, dan budaya.

Menurut Jero Penyarikan Duuran Batur ini, perlindungan gunung sangat diperlukan, terlebih telah banyak kejadian yang di nilai menodai kesucian gunung yang disucikan. Sebab, masyarakat Hindu Bali memandang gunung sebagai tempat suci yang patut dihormati dan disucikan, sehingga perlu dijaga bersama-sama.

Baca juga:  Siapkan Ini, Pastika Sediakan Ruangan Transisi untuk Gubernur Terpilih

Wacana-wacana yang menjelaskan keberadaan gunung-gunung di Bali dapat dibaca dalam banyak pustaka. Seperti, Usana Bali, Kakawin Purwaning Gunung Agung, Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul, dan sebagainya. “Perlu diperhatikan dampak yang ditimbulkan karena pasti akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat di sekitar. Rekomendasi kami adalah memperbaiki tata kelola pegunungan di Bali. Jika pegunungan memiliki potensi pariwisata, perlu dibuatkan zonasi pengelolaan, di mana bisa mengembangkan apa. Misalnya ada zona I, zona II, zona III, dan seterusnya,” tandas Penyarikan di Pura Ulun Danu Batur, Desa Adat Batur, Kintamani, Bangli.

Akademisi Sastra Jawa Kuno Universitas udayana ini, menyarankan wisatawan yang datang ke wilayah pegunungan harus benar-benar menggunakan jasa pemandu, melalui jalur yang resmi, dan tidak boleh liar. Sangat perlu melibatkan desa adat di wilayah tersebut dalam hal tata kelola. Lebih-lebih sering kali desa adat berperan dalam penyucian kembali suatu gunung jika terjadi sesuatu.

Wacana menjadikan pemandu pendakian gunung tenaga kontrak untuk menjaga gunung itu hal yang baik, tetapi harus konsisten. Harus ada program dan tupoksi yang jelas. Pemandu harus memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN