JAKARTA, BALIPOST.com – Aliran dana kasus dugaan korupsi penyertaan modal Perumda Benuo Taka tahun 2019-2021, yang melibatkan mantan bupati Penajam Paser Utara (PPU) periode 2018-2023 Abdul Gafur Mas’ud, diduga ke Musyawarah Daerah (Musda) Partai Demokrat Kalimantan Timur.
KPK mengungkapkan, kasus korupsi tersebut telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 14,4 miliar dan Abdul Gafur diduga menerima uang hasil korupsi sebesar Rp 6 miliar. “AGM diduga menerima sebesar Rp6 miliar dan dipergunakan antara lain untuk menyewa private jet, helikopter, supporting dana kebutuhan Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (8/6).
KPK menyebutkan ada tiga tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi tersebut, yakni Direktur Utama Perumda Benuo Taka Energi Baharun Genda (BG), Direktur Utama Perumda Benuo Taka Heriyanto (HY), dan Kepala Bagian Keuangan Perumda Benuo Taka Karim Abidin (KA).
Tersangka BG diduga menerima dana sebesar Rp500 juta untuk membeli mobil, sedangkan tersangka HY diduga menerima sebesar Rp3 miliar untuk modal proyek dan tersangka KA diduga menerima Rp1 miliar untuk trading Forex.
Ketiga tersangka itu ditahan KPK selama 20 hari pertama, terhitung pada 7-26 Juni 2023 di Rutan KPK.
Dalam kasus tersebut, Abdul Gafur Mas’ud tidak ditahan oleh KPK karena yang bersangkutan sudah berstatus terpidana. Abdul Gafur Mas’ud divonis lima tahun enam bulan penjara dan sedang menjalani pidana penjara di Lapas Kelas IIA Balikpapan.
Abdul Gafur dan lima orang lainnya divonis bersalah dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten PPU tahun 2021-2022.
Hingga kini, KPK telah menerima pengembalian uang dari para pihak terkait kasus dugaan korupsi di Perumda Benuo Taka sebesar Rp659 juta melalui rekening penampungan KPK. Meski demikian, penyidik lembaga antirasuah itu akan terus menelusuri lebih lanjut untuk optimalisasi pemulihan aset.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Kmb/Balipost)