Prof. Dr. phil. I Ketut Ardhana, M.A. (BP/Win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Hampir 5 tahun memimpin Bali sebagai Gubernur Bali, Wayan Koster terbilang berhasil membawa Bali ke arah yang lebih baik. Utamanya berkaitan dengan pembangunan infrastruktur, pengembangan dan pelestarian budaya Bali, serta mampu membangun tata kelola desa adat dengan berbagai regulasi pro krama Bali. Keberhasilan Gubernur Koster bersama Wakil Gubernur (Wagub) Bali, Tjok Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) pada periode pertamanya ini hendaknya diapresiasi secara objektif oleh krama Bali.

Menurut Guru Besar Ilmu Sejarah Asia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Prof. Dr. phil. I Ketut Ardhana, M.A., mengatakan semua pencapaian yang diraih Gubernur Koster, merupakan suatu keberanian seorang Gubernur Koster dalam mengemban amanat rakyat Bali untuk membawa kebijakan pembangunan Bali yang tidak salah arah. Melainkan dicanangkan sesuai dengan perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau warga Bali. Oleh karena itu, sudah sepatutnya krama Bali memberikan apresiasi secara objektif terhadap pencapaian Gubernur Koster ini. Apalagi, sekarang tampak terbukti mampu mencapai target-target yang sudah direncanakan dalam upaya meletakkan fondasi pembangunan Bali Era Baru di masa kini dan masa yang akan datang dalam konsep pembangunan Bali Era Baru hingga 100 tahun ke depan.

Prof. Ardhana mengakui bahwa semua warga Bali baik yang tinggal di Bali maupun di luar Bali merasakan akan keberhasilan yang sudah diraih dalam berbagai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program yang sudah dicanangkan sejak awal mulainya kepemimpinan sebagai gubernur. Hal ini terutama dapat dikaitkan dengan pelaksanaan 44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru yang disampaikan Gubernur Bali saat pidato akhir tahun 2023.

Baca juga:  Bupati Giri Prasta Sambut Kedatangan Presiden Jokowi di Kuta Selatan

Bahkan, dalam program yang disampaikan itu tidak hanya berhasilkan dituangkan berdasarkan tatanan masyarakat Bali yang bertitik tolak dari filsafat, susila dan upacara. Sehingga, masyarakat Bali merasakan bahwa mereka dilibatkan dalam setiap program kebijakan pembangunan di daerah Bali. Mulai dari pembangunan infrastruktur, kebudayaan, hingga tata kelola desa adat di Bali.

“Program pembangunan yang dilakukan tidaklah seperti menara gading yang menjulang tinggi di tengah-tengah denyutan nadi pembangunan dalam kehidupan masarakat Bali, melainkan program-programnya sudah sesuai dengan keinginan masyarakat Bali atau membumi di Bumi Bali. Hal ini terbukti ketika berbagai tantangan dan ancaman yang terjadi di masa lalu seperti merebaknya bencana Covid-19 tampak pemerintah Bali dengan berbagai pemikiran dan perencanaan pembangunan yang strategis dapat merubah situasi yang sangat kompleks itu menjadi sebuah peluang dan kesempatan untuk memikirkan pola pembangunan Bali yang lebih pas dan diharapkan dapat berjalan secara berkelanjutan secara berkesinambungan berlandaskan kebijakan yang dibangun melalui nilai filosifi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’,” ujar Prof. Ardhana.

Tidak hanya itu, apa yang diraih oleh Gubernur Koster dalam menjabat sebagai Gubernur Bali beserta jajarannya, sudah berupaya keras untuk bisa membawa Bali eksis di tengah-tengah gelombang kehidupan masyarakat dunia internasional dewasa ini. Terutama setelah berakhirnya bencana Covid-19. Apa yang sudah dihasilkan ini tentu harus dihargai dengan sebaik-sebaiknya dan hasil-hasil yang sudah dicapai ini tentu menjadi sebuah kajian akademik. Tidak hanya dilakukan oleh kalangan universitas di daerah dan badan-badan riset yang sudah ada, seperti BRIDA, tetapi juga penting dilakukan sebagai sebuah kajian akademik oleh kalangan masyarakat akademik nasional, seperti BRIN dan lembaga-lembaga riset internasional lainnya. Upaya riset-riset inilah yang menjadi landasan penting untuk memperkuat tonggak-tonggak pembangunan Bali yang sudah dilaksanakan sebelumnya sehingga dapat dilaksanakan secara berkesinambungan.

Baca juga:  Shortcut Singaraja-Mengwitani akan Dilanjutkan

Sementara saat ini, fakta-fakta keberhasilan dari program pembanguan Gubernur Koster sudah diberikan. Dan ini merupakan benang merah yang jelas tentang apa yang direncanakan, dilaksanakan, dan akhirnya dapat dievaluasi berdasarkan seberapa jauh program yang dicanangkan itu berhasil menyentuh harapan dan impian masyarakat Bali menuju kehidupan yang lebih baik. Tulidak hanya pada masa kini, tetapi masa yang akan datang.

“Di sinilah keberhasilan Gubernur Koster menunjukkan kepada masyarakat di daerah Bali dan di manapun mereka berada dan sekaligus kepada pemerintah pusat di Jakarta, bahwa Bali yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang berakar pada peradaban dan kebudayaan masa lalu, ternyata memberikan bukti bahwa ketika terjadi tantangan, ancaman baik yang berkaitan dengan masalah sosial budaya, ekologi seperti climate change, dan agenda pertemuan nasional dan internasional seperti G20, dengan berbagai dampak yang diberikan tampak masyarakat Bali mampu mengadopsi dan mengadaptasi dengan kemampuan budaya lokal yang dimilikinya, sehingga semua warga Bali dapat merasakan manfaatnya untuk pembangunan Bali yang berkelanjutan di masa yang akan datang,” tandasnya.

Baca juga:  APBD Bali 2022 Ditetapkan, Belanja Daerah Capai 6 T

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Ngurah Rai (UNR) Denpasar, Dr. I Gede Wirata, S.Sos.,SH.,MAP., mengatakan apa yang telah dilakukan oleh Gubernur Koster berkaitan dengan infrastruktur sudah berjalan dengan baik. Hal itu bisa dibuktikan jalan yang menghubungkan Denpasar menuju Singaraja melalui Bedugul sudah bisa ditempuh dengan singkat. Termasuk juga sedang berproses jalan Denpasar menuju Gilimanuk. Dengan demikian jarak tempak antara Denpasar-Gilimanuk bisa diperpendek. Namun demikian, perlu juga diperhatikan jalan-jalan yang masih compang-camping yang dapat membahayakan pengendara. Seperti, jalan di Kintamani menuju Singajara.

Berkaitann dengan budaya, Gede Wirata mengakui bahwa Pemerintah Provinsi Bali sekarang juga sudah membuat bangunan yang super mewah, yaitu Kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di Kabupaten Klungkung untuk menampung para seniman dan sejenisnya untuk berkreasi. Bukan berarti pemerintah sebelumnya tidak ada tempat, hanya tempatnya diperluas termasuk di dalamnya tempat parkir pendukung lainnya. Namun demikian, hal yang lain juga perlu diperhatikan. Jangan sampai hanya memindahkan masalah dan kemacetan bilamana ada pesta budaya Bali yang tiap tahun dilaksanakan oleh pemerintah.

Terkait masalah tata kelola desa adat, Gede Wirata mengungkapkan bahwa tata kelola desa adat sudah menunjukkan perbaikan. Artinya sudah ada kepastian hukumnya apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh desa adat itu sendiri. Agar jangan sampai desa adat melanggar aturan-aturan di atasnya. Namun demikian, tata kelola yang dilakukan oleh desa adat murni untuk kepentingan desa adat tidak untuk kepentingan politik sesaat. (Winata/Balipost)

BAGIKAN