Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2023 tentang Tatanan Baru Bagi Wisatawan Mancanegara Selama Berada di Bali, merupakan wujud nyata keberpihakan Gubernur Bali, Wayan Koster untuk menyelamatkan kondisi pariwisata Bali. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun kebijakan ini untuk mempertegas kembali tentang regulasi yang ada di Bali, sehingga wisatawan datang dan berlibur di Bali berperilaku sesuai dengan aturan yang ada.

Diharapkan melalui SE ini, para wisatawan menghormati seni, budaya, adat istiadat, dan kearifan lokal Bali, dalam upaya mewujudkan program pariwisata berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat. Dikatakan, saat ini telah dibuat flyer “do’s and don’t” tentang apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh dilakukan wisatawan jika berwisata di Bali.

Flyer ini diterjemahkan ke dalam bentuk bahasa Inggris. Sehingga nanti tidak ada salah arti yang memicu salah tafsir. Flyer ini akan disisipkan ke dalam paspor saat wisatawan di cek dan cap oleh pihak Imigrasi.

Selain itu, pihaknya melakukan sosialisasi dengan pihak KBRI, stakeholder pariwisata, dan komponen lainnya. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak mengetahui regulasi selama di Bali. “Untuk awal, flyer hanya berbahasa Inggris. Kemungkinan nanti berkembang ke bahasa lainnya sesuai dengan pangsa pasar kita,” ujar Bagus Pemayun.

Baca juga:  Dari Nyaris Diperkosa di Pantai “Double Six" hingga Lawan Varian Delta

Terkait SE Nomor 04 Tahun 2023, Tjok Bagus Pemayun mengungkapkan aturan yang tertuang dalam SE ini, yaitu mewajibkan kepada wisatawan mancanegara untuk memuliakan kesucian Pura, Pratima, dan Simbol-Simbol Keagamaan yang disucikan. Dengan sungguh-sungguh menghormati adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal masyarakat Bali dalam kegiatan prosesi upacara dan upakara yang sedang dilaksanakan.

Memakai busana yang sopan, wajar, dan pantas pada saat berkunjung ke kawasan tempat suci, daya tarik wisata, tempat umum, dan selama melakukan aktivitas di Bali. Berkelakuan yang sopan di kawasan suci, kawasan wisata, restoran, tempat perbelanjaan, jalan raya, dan tempat umum lainnya. Didampingi pemandu wisata yang memiliki izin/berlisensi (memahami kondisi alam, adat istiadat, tradisi, serta kearifan lokal masyarakat Bali) saat mengunjungi daya tarik wisata.

Melakukan penukaran mata uang asing di penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) resmi (authorized money changer), baik Bank maupun non-Bank yang ditandai dengan adanya nomor izin dan logo QR code dari Bank Indonesia. Melakukan pembayaran dengan menggunakan Kode QR Standar Indonesia.

Baca juga:  Pembangunan LRT Dikhawatirkan Bernasib Seperti Tol Gilimanuk-Mengwi

Melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang rupiah. Berkendaraan dengan mentaati Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, antara lain memiliki Surat Izin Mengemudi Internasional atau Nasional yang masih berlaku, tertib berlalu lintas di jalan, berpakaian sopan, menggunakan helm, mengikuti rambu-rambu lalu lintas, tidak memuat penumpang melebihi kapasitas, serta tidak dalam pengaruh minuman beralkohol dan/ atau obat-obatan terlarang.

Menggunakan alat transportasi laik pakai roda empat yang resmi atau alat transportasi roda dua yang bernaung di bawah badan usaha atau asosiasi penyewaan transportasi roda dua. Tinggal/menginap di tempat usaha akomodasi yang memiliki izin sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Menaati segala ketentuan/aturan khusus yang berlaku di masing- masing daya tarik wisata dan aktivitas wisata. Selain itu, dalam SE ini juga melarang wisatawan mancanegara untuk memasuki Utamaning Mandala dan Madyaning Mandala tempat suci atau tempat yang disucikan seperti Pura, Pelinggih, kecuali untuk keperluan bersembahyang dengan memakai busana Adat Bali atau persembahyangan, dan tidak sedang datang bulan (menstruasi).

Memanjat pohon yang disakralkan. Berkelakuan yang menodai tempat suci dan tempat yang disucikan, Pura, Pratima, dan Simbol-Simbol Keagamaan, seperti menaiki bangunan suci dan berfoto dengan pakaian tidak sopan/tanpa pakaian. Membuang sampah sembarangan dan/atau mengotori Danau, Mata Air, Sungai, Laut, dan tempat umum.

Baca juga:  Ekonomi Terangkat Lingkungan Terancam

Menggunakan plastik sekali pakai seperti kantong plastik, polistirena (styrofoam), dan sedotan plastik. Mengucapkan kata-kata kasar, berperilaku tidak sopan, membuat keributan, serta bertindak agresif terhadap aparat negara, pemerintah, masyarakat lokal maupun sesama wisatawan secara langsung maupun tidak langsung melalui media sosial, seperti menyebarkan ujaran kebencian dan informasi bohong (hoax). Bekerja dan/atau melakukan kegiatan bisnis tanpa memiliki dokumen resmi yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

Dan terlibat dalam aktivitas ilegal seperti (flora dan fauna, artefak budaya, benda-benda yang sakral) melakukan jual beli barang ilegal termasuk obat-obatan terlarang. “Saya harap dengan berbagai upaya yang kita lakukan bersama ini, mampu mencegah perilaku yang tidak kita inginkan yang dilakukan oleh wisatawan. Untuk itu, saya harap seluruh komponen masyarakat Bali juga turut andil dalam mensosialisasikan tentang SE, kemudian mengingatkan, hingga mencegah potensi kelakuan yang menyimpang dari wisatawan yang berlibur ke Bali,” pungkasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN