Sidang praperadilan yang diajukan Pemohon (Disel Astawa) dengan Termohon (Polda Bali) di PN Denpasar, Selasa (20/6). (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa, melalui kuasa hukumnya membacakan permohonan praperadilan di PN Denpasar, Selasa (20/6). Disel Astawa melalui kuasa hukumnya I Made Parwata dan I Wayan Adi Aryanta di hadapan hakim Yogi Rachmawan dan termohon dari Polda Bali, menyatakan bahwa penetapan tersangka Disel Astawa tidak sah dan cacat hukum.

Parwata menjelaskan, Disel yang juga anggota DPRD Provinsi Bali, dalam kapasitasnya adalah selaku Jro Bendesa Adat Ungasan tidak pernah melakukan reklamasi. Bahkan kuasa hukum Disel secara gamblang menjelaskan pihaknya tidak pernah memberikan rekomendasi untuk melakukan reklamasi tersebut.

“Tidak ada memberikan rekomendasi reklamasi dalam bentuk apapun dan kepada siapa pun,” jelasnya.

Lanjut dia, soal pengelolaan pesisir pantai, diakui Disel Astawa, pihaknya tidak punya hak untuk melakukan pengelolaan. Namun yang berhak, kata Parwata adalah desa adat melalui prajuru desa adat.

Selama ini, yang dilakukan Disel adalah sebagai Jro Bendesa berdasarkan paruman krama adat. “Jadi segala tindakannya adalah bersifat kolektif kolegial. Mekanisme itu sudah ditempuh melalui paruman,” urainya kembali.

Baca juga:  Ini, Tujuan Reklamasi Pantai Melasti dan Aliran Dananya

Dijelaskan pula bahwa walau tidak melakukan reklamasi namun diakui untuk wilayah pesisir ada rekomendasi untuk kelompok nelayan yang berdasarkan atas paruman. “Dan itu bukanlah reklamasi, bukan juga pengurukan” tegasnya.

Lantas, yang terjadi? “Itu adalah budi daya ikan untuk kelompok nelayan dan kelompok nelayan itu adalah warga masyarakat di sana, ” sebutnya.

Ia menjelaskan tidak hanya desa adat, pemerintah wajib menyediakan fasilitas tersebut. Sambung I Wayan Adi Aryanta, selaku kuasa hukum Disel Astawa di persidangan, bahwa jelas Pemohon (Disel Astawa) dalam kapasitas dan kewenangannya ini melaksanakan tugas membantu pemerintah.

Juga diamanatkan UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Kecil untuk mengelola potensi ekonomi pada wilayah pesisir serta untuk menerapkan dan menegakkan hukum adat yang masih eksis di tengah-tengah masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemberian SK Kelian Desa Adat Ungasan kepada kelompok nelayan merupakan bagian dari tugas perbantuan dari desa adat kepada Pemda dalam mensejahterakan masyarakat sebagaimana diatur dalam Perda tentang Desa Adat.

Baca juga:  Kasus Reklamasi Pantai Melasti, Pihak Penguruk Mangkir dari Panggilan Polda

Sehingga dapat dipahami bahwa rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kelian Desa Adat Ungasan yang mewakili prajuru Desa Adat Ungasan adalah dalam rangka menjalankan tugas pembantuan dari Pemerintah Daerah. “Sehingga tidak sepatutnya dan selayaknya tindakan administrasi negara dijerat dengan ancaman pidana. Terlebih ketika tindakan administrasi negara tersebut sudah sesuai dengan prosedur dan asas-asas umum pemerintahan yang baik,” ucap kuasa hukum Disel.

Lanjutnya, kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok nelayan berupa pengurugan pantai di kawasan Pantai Melasti yang tidak berdasarkan atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang diamanatkan dalam SK Kelian Desa Adat Ungasan Nomor 11/Kep.DAU/X/2019 adalah merupakan tanggungjawab sepenuhnya dari yang bersangkutan.

Baca juga:  Praperadilan Kasus Reklamasi Pantai Melasti Ditolak, Pemkab Badung Apresiasi Putusan Pengadilan

Lanjutnya di persidangan, rekomendasi yang diberikan adalah pengelolaan ikan budidaya dan penambatan perahu. Lokasi yang dimohon adalah berada di lokasi pantai yang tertimbun batu kapur akibat terjadinya longsor secara alamiah dan lokasi tersebut masih berada dalam wilayah Desa Adat Ungasan, serta dalam rekomendasi dengan jelas juga dinyatakan di mana dalam pelaksanaannya harus berdasarkan dan sesuai dengan Hukum Adat dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Jadi, pemohon praperadilan menegaskan penetapan tersangka Disel Astawa oleh Krimsus Polda Bali dinilai prematur, cacat hukum dan tidak sah. “Bahwa penetapan pemohon sebagai tersangka tidak memiliki cukup bukti mengingat pemohon tidak pernah memberikan rekomendasi untuk melakukan reklamasi kepada kelompok nelayan dan/atau kepada kelompok lainnya. Desa Adat Ungasan melalui pemohon selaku Jero Bendesa/Kelian Desa Adat telah bersikap tegas melarang dan menghentikan tindakan pengurugan yang dilakukan kelompok nelayan,” tandas pihak Disel Astawa. (Miasa/balipost)

BAGIKAN