Tradisi geret pandan yang dilaksanakan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Karangasem. (BP/nan)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Karangasem, tetap melestarikan tradisi Geret Pandan yang ada di desa setempat. Bahkan, setiap enam bulan, tepatnya, Minggu (11/6) tradisi ini dilaksanakan dan ribuan orang menyaksikan kegiatan terebut.

Tak kalah dengan wisatawan, puluhan Krama Tenganan Pegringsingan yang kumpul membaur menjadi satu. Tua, muda, dan anak mengenakan pakaian khas Tenganan Pegringsingan, yakni kain geringsing.

Mereka bekumpul untuk ngayah pada leluhur melalui Tradisi Mekare-kare (geret pandan) digelar tiap tahun.

Gered Pandan merupakan tradisi sakral di Tenganan Pegringsingan. Ritual dilaksanakan setelah terdengar bunyi selonding. Satu persatu krama maju ke depan membawa duri pandan dan ende sebagai pelindung.

Baca juga:  Tahun 2023, OPD Diminta Kerja Keras Tuntaskan "Nangun Sat Kerthi Loka Bali" di Karangasem

Putu Krisna, krama yang mengikuti, geret pandan, mengaku, tradisi ini adalah bentuk ngayah terhadap leluhur. “Saya sebagai krama Desa Tenganan Pegringsingan setiap tahun mengikuti geret pandan. Ini bentuk ngayah saya ke Tenganan Pegringsingan. Dari kecil saya ngayah lewat gered pandan ini,”kata Putu Krisna.

Sementara itu, Klian Adat Tenganan Pegringsingan, I Putu Suarjana, mengatakan, geret pandan merupakan rangkaian upacara usaba sambah yang digelar setiap satu tahun sekali. Kebiasaan ini adalah bentuk ngayah warga ke leluhur, dan yadnya paling besar dilaksanakan krama. Peserta semua krama di Desa Adat Tenganan Pegringsingan.

Baca juga:  Karya IBTK di Pura Agung Besakih Kasineb

“Geret pandan ini merupakan bentuk penghormatan yang ditujukan ke Dewa Indra. Dewa perang, kemakmuran, dan dewa kesempurnaan yang dianut Adat Tenganan Pegringsingan. Darah yang keluar dari punggung peserta gered pandan merupakan bentuk pengorbanan yang tulus oleh masyarakat sekitar.

Suarjana, mengatakan, Gered pandan dipersiapkan oleh truna – truni Tenganan Pegringsingan. Diawali dengan upacara. Setelah itu mempersiapkan prasarananya. Seperti duri pandan. “Geret pandan bentuk penghormatan ke Dewa Indra yakni Dewa Perang. Krama lelaki mengikutinya. Anak-anak, dewasa, serta orang tua,” tambah Suarjana, sapaannya.

Baca juga:  Desa Adat Geluntung Gelar “Ngusaba Desa”

Dia menjelaskan, setelah dilaksanakan gered pandan, beberapa krama Tenganan Pegringsingan mengelar megibung. Prosesi megibung digelar agar tidak ada rasa dendam dan kebenci antara truna setelah mengikuti gered pandan. Tujuannya mempererat tali kebersamaan, persaudaraan antar sesama masyarakat.

“Acara megibung adalah simbol sportivitas. Truna yang ikuti perang pandan tak dibolehkan dendam. Sifat dendam serta kebencian tak boleh timbul dibenak masyarakat setelah mengelar gered pandan. Setelah itu, dilaksanakan tradisi ayunan jantra yang pesertanya dari kaum perempuan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan,” katanya. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN