Luh Putu Benita Sari. (BP/Istimewa)

Oleh Luh Putu Benita Sari

Masih ingatkah dengan pertanyaan “mana lebih dahulu, ayam atau telur”? Pertanyaan tak berujung tersebut juga tepat menggambarkan salah satu isu perekonomian suatu negara yaitu “mana lebih dahulu, pengangguran atau ketidakstabilan ekonomi”?

Ada yang berpendapat tingginya angka pengangguran berdampak pada ketidakstabilan ekonomi suatu negara. Ada pula yang berpendapat bahwa ketidakstabilan ekonomi berdampak pada tingginya angka pengangguran.

Pengangguran merupakan suatu problematika yang
harus mendapatkan perhatian dan penanganan, terlebih di negara berkembang seperti Indonesia. Meningkatnya angka pengangguran secara otomatis akan meningkatkan angka kemiskinan suatu negara.

Sebagian masyarakat beranggapan, pengangguran terjadi karena tren anak muda dalam pilih-pilih pekerjaan. Namun, tepatkah bila angka pengangguran hanya disebabkan oleh hal tersebut saja?

Apabila dilihat dari kacamata yang lebih luas yaitu rantai perekonomian sebuah negara, pengangguran sangat erat kaitannya dengan stabil atau tidaknya ekonomi suatu negara. Dalam ilmu ekonomi, produsen dapat memproduksi barang atau jasa didukung oleh faktor produksi utama yakni sumber daya alam, modal, tenaga kerja dan kewirausahaan.

Baca juga:  Triwulan Pertama, Pemkab Badung Surplus Pendapatan Pajak

Produsen, memiliki peranan penting dalam permintaan tenaga kerja. Apabila jumlah penawaran tenaga kerja lebih tinggi dari pada permintaan tenaga kerja maka berdampak pada surplus penawaran tenaga kerja di pasar tenaga kerja.

Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja inilah yang menyebabkan pengangguran. Dalam menentukan angka permintaan tenaga kerja, produsen harus memiliki proyeksi terhadap fluktuasi permintaan  arang atau jasa dalam suatu pasar.

Proyeksi permintaan tenaga kerja yang lebih rendah dari yang seharusnya menyebabkan gagalnya penyerapan tenaga kerja dan berdampak pada pengangguran. Stabilitas ekonomi tentunya tidak tercipta dengan sendirinya. Stabilitas ekonomi timbul karena suatu kondisi ekonomi produsen yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang impresif, kinerja yang baik dari pendapatan sektor pajak serta defisit anggaran masih dibawah 3%.

Peran pemerintah dalam menjaga APBN sangatlah krusial dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi. Dalam mengawal pendapatan negara, pemerintah mengatur stabilitas ekonomi melalui pajak. Keberpihakan negara terhadap produsen, ditunjukkan melalui fungsi regulerend pajak.

Sebelumnya, pada tahun 2020-2022, pemerintah memberikan beberapa kebijakan dan paket stimulus kepada produsen melalui insentif Angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25, insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), insentif PPh Pasal
22 Impor, relaksasi penurunan tarif PPh Badan.

Baca juga:  Tumpek Bubuh Bukan Ritual Sulap

Selain insentif, pemerintah juga menerapkan bea masuk agar produk yang dihasilkan produsen dapat bersaing di dalam negeri. Stimulus tersebut langsung dirasakan manfaatnya oleh produsen.

Keberpihakan pemerintah terhadap produsen, juga ditunjukkan melalui fungsi budgetair pajak. Penerimaan pajak secara tidak langsung akan meningkatkan belanja negara. Belanja negara meningkat berdampak pada naiknya permintaan barang atau jasa kepada produsen. Permintaan akan barang atau jasa yang kian meningkat membuat produsen bertahan, sehingga tidak berdampak terhadap penurunan permintaan tenaga kerja.

Pemerintah juga telah memberikan kepastian bagi para produsen selaku pelaku usaha dengan menerbitkan UU Cipta Kerja. Dampak dari pemberlakuan UU Cipta Kerja dapat dirasakan kini sebagai terobosan yang mampu menahan stabilitas ekonomi agar tetap pada jalurnya. Terbukti, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan I-2023 mampu tumbuh sebesar 5,03% (yoy).

Baca juga:  Perppu Keterbukaan Informasi Pajak Tak Harus Buat Ragu Nasabah

Peran pajak tidak hanya berpihak pada produsen semata, hal lain yang ingin diraih untuk jangka waktu yang panjang yakni menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas. Sejak 2020 pemerintah meluncurkan program kartu prakerja. Program tersebut bertujuan
meningkatkan kompetensi kerja bagi para pencari kerja atau bahkan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja.

Hingga saat ini lebih dari 16,4 juta masyarakat merasakan manfaat program tersebut. Dana yang telah
disiapkan pemerintah sebesar 20 triliun, yang tentunya berasal dari penerimaan pajak. Hasilnya menggembirakan, tingkat pengangguran terbuka menunjukkan angka 5,45 pada Februari 2023, menurun dari tahun sebelumnya.

Tingkat kemiskinan juga menurun seiring terserapnya tenaga kerja. Di tengah lingkaran tak berujung, kehadiran pajak memberikan sebuah jawaban.

Pengangguran dapat ditanggulangi dengan pemberian stimulus terhadap pasar melalui program yang didanai dengan penerimaan pajak. Kehadiran pajak juga memutus ketidakstabilan ekonomi melalui pengelolaan ekonomi nasional yang pruden. Pada akhirnya, kemanfaatan pajak di suatu negara dapat dilihat melalui peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Penulis, Pegawai Kementerian Keuangan

BAGIKAN