Arak-arakan baris memedi saat prosesi ngerebeg di Desa Adat Wongaya Gede. (BP/ara)

TABANAN, BALIPOST.com – Sejalan dengan visi misi Pemerintah Provinsi Bali d lam menjaga adat dan budaya, desa adat telah melakukan perannya masing-masing. Sejumlah tradisi yang ada di wewidangan desa adat dipastikan akan tetap terjaga.

Terlebih, tradisi yang dimiliki desa adat juga sangat terkait dengan upacara keagamaan. Seperti yang dilakukan krama Desa Adat Wongaya Gede. Desa adat yang memiliki empat banjar ini -Banjar Bendul, Wongaya Kangin, Wongaya Kelod, dan Wongaya Kaja-  yang terletak di kaki Gunung Batukaru ini memiliki sejumlah tradisi yang tetap dilakukan oleh krama setempat. Bertepatan dengan Tilem Sasih Sada, Minggu (18/6) lalu, desa adat ini menggelar upacara ngerebeg.

Rangkaian upacara ini sudah berlangsung sejak beberapa hari lalu. Diawali dengan persiapan pembuatan sarana upacara, baik tempat dan sarana bantennya. Kemudian, mendekati hari H, dilakukan nunas tirta di sejumlah pura, seperti Puseh Bendul, Puseh Wongaya, Dalem Tlugtug, hingga ke Pura Luhur Batukau. Khusus untuk tirta di Pura Dalem Tlugtug Wongaya, dilakukan nunas tirta menjelang pelaksanaan upacara berlangsung.

Baca juga:  Desa Adat Baturinggit Cegah Penyebaran COVID-19 "Sekala" dan "Niskala"

Tempat upacara digelar di catus pata desa, depan SDN 1 Wongaya Gede. Upacara ini berlangsung mulai pukul 13.00 yang diawali dengan nunas tirta, kemudian dilanjutkan dengan upacara pecaruan. Setelah upacara pecaruan selesai, kemudian dilanjutkan dengan upacara ngerebeg.

Menariknya, dalam upacara ngerebeg ini melibatkan 33 baris memedi yang menggunakan pakaian dauh pisang kering (keraras). Jumlah baris ini sesuai dengan urip dari caru di masing-masing tempat, seperti utara, timur, selatan, barat dan tengah. Mereka juga menggunakan tanda warna di atas kepala, sesuai dengan warna caru. Ada putih, kuning, merah, hitam, serta manca warna (campur).

Baca juga:  Desa Adat Sedang Melaspas Pura Puseh

Selain sarana baris memedi, juga ada tombak-tombakan, obor dan prakpak (dauh kepala yang kering) untuk dibakar. Kemudian ada pula berbagai jenis tumbuhan, seperti Ketugtug, Kemelasan, Kayu Tulak, pandan, serta yang lainnya.

Dalam prosesi ngerebeg ini, semua peralatan tersebut, termasuk baris memedi mengikuti Batara Gandu yang mengelilingi desa, yang diawali dari arah utara sampai ujung desa, kemudian ke timur, barat dan selatan yang selanjutnya kembali ke tengah (lokasi pecaruan di catus desa). Arak-arakan ini juga disertai dengan tetabuhan gong baleganjur.

Bendesa Adat Wongaya Gede, I Ketut Sucipto mengatakan, upacara ngerebeg gumi bertujuan untuk kerahayuan krama desa dan desa ini secara umum.  Dijelaskan, upacara yang digelar di pempatan (simpang empat) Desa Wongaya Gede ini bertujuan untuk menetralisir situasi di wilayah Desa Adat wongaya Gede dari hal-hal yang negatif atau unsur buruk. Diharapkan semua warga mendapatkan anugerah kerahayuan, terhindar dari berbagai penyakit maupun bencana.

Baca juga:  Kewajiban Umat, Gelar Persembahyangan untuk Gunung Agung

Selama upacara berlangsung, semua aktivitas lalulintas di desa ini ditutup. Termasuk bila ada yang hendak menuju Pura Batukau, jalurnya dialihkan menggunakan jalur barat dari Desa Tengkudak menuju jalur Uma Piak. Semua jalur menuju Desa Wongaya Gede dijaga pecalang dan dibantu dari aparat kepolisian agar selama upacara belangsung, tidak ada kendaraan yang lewat. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN