Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali I Made Rentin usai menghadiri rapat pembahasan Raperda Provinsi Bali tentang Penanggulangan Bencana di Denpasar. (BP/Ant)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali masih memerlukan tambahan sirene tsunami dan sistem peringatan dini erupsi Gunung Api Agung. Hal itu diungkapkan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali I Made Rentin.

“Kita masih perlu optimalkan sistem peringatan dini yang sudah kita miliki. Dengan luas Pulau Bali yang 0,26 persen dari seluruh Indonesia, idealnya terpasang 41 titik sirene tsunami,” kata Rentin di Denpasar, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (22/6).

Menurut dia, BPBD Bali bersama dengan BPBD kabupaten/kota di Bali sudah memfinalkan sistem informasi kebencanaan yang berbasis digital, termasuk di dalamnya sistem peringatan dini terhadap tsunami dan erupsi Gunung Api Agung.

Baca juga:  Anak Dianiaya Dikhawatirkan Alami Trauma Berkepanjangan

Terkait dengan sirene tsunami, kata Rentin, dari idealnya di Bali terpasang di 41 titik, hingga saat ini baru terpasang di sembilan titik yakni daerah Sanur, Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, pesisir Tabanan dan Seririt. “Kita sekarang baru punya sembilan sehingga sedang bergerak melakukan untuk memenuhi yang sesuai standar,” ujar Rentin.

Kemudian mengenai peringatan dini erupsi Gunung Agung, kata Rentin, yang sudah terpasang baru di delapan titik. Sedangkan di lingkar Gunung Api Agung ada 28 desa yang masuk dalam kawasan rawan bencana. “Kita baru memiliki delapan titik peringatan dini erupsi Gunung Api Agung, tentu masih kurang sangat jauh dari kecukupan,” katanya.

Baca juga:  WNA COVID-19 Dikremasi di Mumbul 

Apalagi, ucap Rentin, berdasarkan kajian risiko bencana yang dikeluarkan secara resmi oleh BNPB terkait 15 jenis ancaman bencana, semuanya ada di Bali.

Oleh karena itu, tambah Rentin, ada empat strategi untuk dapat memenuhi sistem peringatan dini itu yakni pertama dengan berusaha meminta bantuan pemerintah pusat, bisa dari BNPB, BMKG maupun dari Kementerian PUPR RI.

Kedua, mencoba mengalokasikan dan melalui APBD Provinsi Bali. Ketiga, tetap berupaya berkoordinasi dengan teman-teman di kabupaten/kota agar dapat mengalokasikan melalui APBD kabupaten/kota. “Terakhir perlu peran serta Corporate social responsibility (CSR) dari dunia usaha yang saat ini sedang kami galang,” kata Rentin.

Baca juga:  Hadapi Megathrust dan Tsunami, Ini Kesiapsiagaan Bali

Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali mempercepat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penanggulangan Bencana, yang merupakan inisiatif dewan agar bisa selesai akhir Juni 2023.

“Ranperda tentang Penanggulangan Bencana ini difokuskan untuk tiga hal, yakni bagaimana penanganan pra bencana, saat tanggap darurat bencana, dan pascabencana,” ucap Koordinator Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Perda Penanggulangan Bencana DPRD Bali Diah Werdhi Srikandi.

Raperda tersebut bertujuan untuk menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.

Selanjutnya juga untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana sekaligus menghargai budaya lokal. Selain itu membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN