Djoko Subinarto. (BP/Istimewa)

Oleh Djoko Subinarto

Proteksi hukum bagi para pekerja migran kita perlu semakin diperkuat sehingga mereka terhindar dari berbagai tindakan yang dapat mengancam keamanan dan keselamatan mereka selama mereka bekerja di negeri orang. Pekerja migran adalah para warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri. Mereka sering juga disebut sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI).

Para pekerja migran kita ini memiliki jasa cukup besar bagi perekonomian kita. Mereka mengucurkan devisa yang tidak kecil bagi negeri ini. Tak salah jika kemudian mereka dijuluki pula pahlawan devisa.

Menurut Bank Indonesia (BI), seperti dikutip laman dataindonesia.id, pekerja migran Indonesia menyumbangkan devisa sebesar US$9,71 miliar pada 2022. Jumlah devisa itu naik 6,01% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak US$9,16 miliar.
Melihat trennya, remitansi (pengiriman uang) dari pekerja migran Indonesia mengalami fluktuasi sejak 2015-2022. Remitansi tertinggi tercatat sebesar US$11,44 miliar pada tahun 2019. Sementara, peningkatan remitansi paling tinggi terjadi pada 2018 yang mencapai 25,26%.

Remitansi dari pekerja migran Indonesia sempat turun cukup drastis pada tahun 2020 dan 2021 sebagai imbas pandemi Covid-19. Sejauh ini, kucuran devisa yang disumbangkan pekerja migran Indonesia paling banyak
datang dari Arab Saudi senilai US$2,83 miliar.

Baca juga:  Guru Penggerak dan Merdeka Belajar

Diikuti berikutnya oleh remitansi pekerja migran Indonesia dari Malaysia senilai US$2,57 miliar. Adapun pekerja migran Indonesia di Taiwan menyumbangkan devisa sebanyak US$1,47 miliar, yang diikuti oleh pekerja migran Indonesia di Hong Kong dan Singapura yang masing-masing mencatatkan remitansi sebesar US$1,37 miliar dan US$607 juta. Kemudian, remitansi pekerja migran Indonesia dari Uni Emirat Arab sebanyak US$199 juta.

Sementara itu, pekerja migran Indonesia di Yordania menyumbangkan devisa sebesar US$195 juta. Berdasarkan catatan Bank Indonesia, total pekerja migran Indonesia saat ini sebanyak 3,44 juta orang. Jumlah itu naik 5,59% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 3,25 juta orang.

Menurut negaranya, pekerja migran Indonesia paling banyak berada di Malaysia, yakni 1,67 juta orang. Diikuti kemudian oleh Arab Saudi dengan jumlah pekerja migran Indonesia sebanyak 837.000 orang. Sedangkan
jumlah pekerja migran Indonesia yang berkerja di Hong Kong sebanyak 339.000 orang dan pekerja migran Indonesia yang bekerja di Taiwan sebanyak 331.000 orang.

Memperkuat Proteksi

Sementara itu, merujuk data dari Migrant Care, jumlah tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri saat ini ditaksir sekitar 4,5 juta orang. Sebagian besar adalah
perempuan (70 persen) dan bekerja di sektor domestik (menjadi pembantu rumahtangga) dan sektor manufaktur.

Baca juga:  Fee Based Income Bisnis Bancassurance BRI Tumbuh 2,4 Kali Lipat

Mayoritas mereka berusia antara 18-35 tahun. Kendati berjasa besar bagi negara, tidak sedikit pahlawan devisa kita itu yang nasibnya mengenaskan saat sedang bekerja di negeri orang. Adanya kasus-kasus tragis yang menjerat pekerja migran kita mesti menjadi perhatian dan pendorong bagi pemerintah untuk lebih memperkuat proteksi atau perlindungan hukum bagi mereka.

Selain perlindungan hukum, pemerintah juga wajib mengupayakan adanya peningkatan pendidikan dan keahlian para calon pekerja migran. Dengan begitu, ketika mereka mendapat tawaran pekerjaan di luar, mereka memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan dengan posisi dan fasilitas yang lebih baik.

Pada saat yang sama, pendidikan yang rendah ditambah dengan keahlian yang minim menjadikan posisi tawar mereka kurang menguntungkan. Di sisi
lain, pendidikan yang rendah menyebabkan pula
wawasan dan pengetahuan mereka terbatas.

Akibatnya, mereka lebih mudah menjadi korban
para makelar tenaga kerja ilegal yang tidak jarang bekerja sama dengan kelompok-kelompok sindikat perdagangan orang. Terbongkarnya jaringan sejumlah sindikat perdagangan orang di beberapa daerah di Tanah Air belakangan ini membuktikan bahwa
kejahatan ini masih masif menyasar para calon pekerja migran kita.

Baca juga:  Sejak Maret, Ratusan Pekerja Tabanan Ajukan Rekomendasi Paspor

Di luar persoalan tersebut, yang juga menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah kita adalah soal penyediaan
lapangan kerja di dalam negeri. Keberadaan pekerja migran yang bekerja dan mengadu nasib di luar negeri dengan segala risikonya tidak lepas dari problem masih sempitnya peluang kerja di negeri kita sendiri.

Sepanjang lapangan kerja di dalam negeri tetap sempit
dan kurang menjanjikan, maka tuntutan untuk memperbaiki nasib dengan cara bekerja ke luar negeri bakal sulit dibendung. Inilah salah satu tugas berat pemerintah kita yaitu bagaimana memperluas lapangan kerja di dalam negeri sehingga tidak semakin banyak warga negeri ini, khususnya kaum perempuan, yang harus pergi ke luar negeri untuk menjadi pahlawan devisa — yang sebagian di antaranya justru harus berakhir dengan kisah getir dan tragis nan memilukan.

Penulis adalah Kolumnis dan Blogger

BAGIKAN