Putu Agus Eka Sabana. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kasipenkum Kejati Bali, Agus Eka Sabana, Senin (26/6) menjelaskan penyidik Pidsus Kejati Bali masih melakukan pemeriksaan saksi pada kasus dugaan korupsi sumbangan pengembangan institusi (SPI) Universitas Udayana. Terbaru, tiga orang saksi dari rektorat diperiksa terkait dugaan korupsi ini.

“Hari ini dijadwalkan pemeriksaan saksi-saksi tambahan dari pihak rektorat maupun saksi lainnya. Ada tiga orang dari rektorat yang dimintai keteragan,” ucap Eka Sabana.

Pascaditolaknya praperadilan yang diajukan para tersangka dalam kasus dugaan korupsi SPI Unud, Penyidikan Pidsus Kejati Bali terut berkutat pada pemeriksaan saksi. Dalam kasus SPI ini, Penyidik Pidsus Kejati Bali yang dikomando Agus Eko Purnomo, telah menetapkan empat orang tersangka dari pihak Unud. Empat pejabat kampus terbesar di Bali itu adalah Rektor Unud, Prof. Dr. Ir I Nyoman Gde Antara M.Eng., I Ketut Budiartawan, Dr. Nyoman Putra Sastra dan I Made Yusnantara.

Baca juga:  Tiga Profesor yang "Terseret" Namanya di Kasus SPI Bersaksi

Diberitakan beberapa waktu lalu, dalam rilis kejaksaan disebut dalam kasus ini merugikan keuangan negara sekitar Rp 105,39 miliar, persisnya Rp.105.390.206.993 dan Rp.3.945.464.100. Sedangkan perekonomian negara sekitar Rp.334.572.085.691. Jika potensi kerugian keuangan negara dan perekonomian negara ditotal, mencapai angka Rp 443 miliar.

Saat rilis penetapan tersangka dan juga persidangan praperadilan, jaksa selaku termohon menegaskan bahwa penghitungan dilakukan berdasarkan audit internal kejaksaan. Dan pihak tersangka melalui ahli yang dihadirkan, disebut bahwa dalam menentukan adanya indikasi kerugian keuangan negara, dilakukan audit investigatif.

Baca juga:  Kondisi Kesehatan Bayi Menurun

Jadi audit investigatif ini dapat mengungkap dan memberikan simpulan apakah dalam pengelolaan keuangan ini ada indikasi kerugian dan berapa jumlah kerugian secara pasti. Artinya harus berdasarkan nilai yang valid. Yang melakukan audit investigatif harus dilakukan oleh badan yang berwenang, bukan dari badan yang tidak berenang.

Jika audit dilakukan bukan dari lembaga berwenang, disebut tidak sah. Lembaga dimaksud seperti BKP dan BPKP. Kerugian negara itu harus nyata dan pasti sesuai hasil audit dari lembaga resmi. Begitu juga, kerugian keuangan negara itu harus nyata dan pasti. Tidak bisa berdasarkan indikasi potensi, imajinasi, dan harus sesuai hasil audit.

Baca juga:  Rektor Unud dan Mantan Rektor Unud Dicekal ke LN

Di sisi lain, audit internal kejaksaan sudah ada yang berhasil diajukan dalam perkara korupsi di Bali. Salah satunya adalah kasus LPD Serangan. Hakim PT dalam amar putusannya “mengabulkan” audit internal kejaksaan untuk menentukan kerugian keuangan negara, dalam hal itu LPD Serangan. (Miasa/balipost)

BAGIKAN