DENPASAR, BALIPOST.com – Miss Universe 2018, Catriona Gray melakukan kunjungan dan menyemangati anak-anak terlahir sumbing di Bali. Dalam kesempatan itu, Catriona yang merupakan Duta Global Smile Train mengaku kunjungannya merupakan salah satu upaya mendukung anak yang terlahir dengan sumbing.
Ia mengatakan sangat terketuk dengan kasus yang menyangkut hak anak. Ia pun menyuarakan kepentingan anak dengan bibir sumbing di kancah dunia.
Kunjungan ini diharapkan bisa memberi suntikan semangat dan energi bagi para pasien sumbing dan keluarganya. Catriona menegaskan masa depan cerah adalah milik semua orang, termasuk mereka.
Menurut Senior Program Director Smile Train Indonesia Ruth Monalisa, dikutip dari rilisnya, Rabu (28/6), di Indonesia, terdapat sekitar 8.500 bayi yang lahir dengan kondisi sumbing setiap tahunnya. Rata-rata terdapat 200 kasus per tahun di Bali.
Jika tidak ditangani segera, kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi kesehatan, terutama untuk bayi dan anak seperti kesulitan makan, bernapas, mendengar, dan berbicara. Keadaan psikologis mereka juga terpengaruh dikarenakan stigma tentang sumbing.
Pihaknya yang beroperasi sejak 2002 di berbagai bagian Indonesia, termasuk Bali, menyediakan operasi sumbing 100% gratis untuk para pasien. Selain itu, disediakan juga dukungan peningkatan kapasitas para tenaga kesehatan lokal dalam memberikan perawatan komprehensif lebih lanjut (Comprehensive Cleft Care – CCC) secara aman dan merata. CCC terdiri dari operasi, dukungan nutrisi, perawatan gigi, perawatan ortodontik, terapi wicara, dan servis psikososial.
“Senyuman baru yang pasien kami temukan setelah menerima perawatan comprehensive cleft care mendorong kami dan para mitra untuk terus berjuang keras dalam meningkatkan pelayanan kami,” ungkapnya.
Ia juga bersyukur bahwa layanan kesehatan untuk anak dengan sumbing sekarang lebih terjangkau dan aman. Namun, upaya berkelanjutan termasuk membasmi stigma yang keliru di masyarakat tentang anak dengan kondisi sumbing masih harus terus dilakukan.
Hal itu karena terdapat kasus-kasus dimana anak dengan bibir sumbing atau celah langit-langit mulut, mengalami isu kesehatan mental dikarenakan stigma yang menyertai kondisi fisik mereka yang berbeda. Mereka mengalami ejekan, cibiran, dan pengasingan dari lingkungannya karena kurangnya informasi tentang sumbing.
Hal tersebut dapat menyebabkan kurang rasa percaya diri, perasaan malu, rasa benci terhadap diri sendiri, dan rasa putus asa terhadap hidup para pengidap. Ia mengungkapkan pihaknya bersama mitra telah menjangkau dan membantu lebih dari 2.000 pasien sumbing di Bali. (kmb/balipost)