Marjono. (BP/Istimewa)

Oleh Marjono

Harus diakui, pertumbuhan industri keuangan di Indonesia sangat menjanjikan. Meskipun inklusi keuangan kita tumbuh positif secara signifikan, namun jarak indeks inklusi keuangan kita dengan indeks literasi keuangan kita masih jauh. Masih rendahnya indeks literasi keuangan dibanding indeks inklusi keuangan kita mengakibatkan maraknya berbagai kasus yang menggunung di jasa keuangan. Tahun lalu aduan kasus ke OJK terkait pinjaman online (pinjol) saja mencapai lebih dari ribuan kasus.

Pada domain investasi, Kominfo tahun lalu telah melakukan takedown layanan investasi online, termasuk yang menggunakan robot trading, seperti Binomo dan Binary Option. Karena rendahnya literasi keuangan rakyat, mereka menyedot dana nasabah (publik) hingga triliunan rupiah.

Tak terhindar, kita juga masih menghadapi berbagai serbuan produk jasa keuangan criptocurrency seperti Bitcoin yang tidak ada undelying-nya. Banyak warga kita yang telah main produk criptocurrency, dan bahkan membuat produk serupa baik di dalam negeri maupun luar negeri untuk warga kita. Belum adanya payung regulasi yang cukup mengenai criptocurrency, tetapi sebagian rakyat kita menggunakan produk tersebut, baik untuk capital gain maupun pembayaran terbatas, situasi ini mendorong risiko terhadap investasi mereka.

Pada ujung lainnya, produk keuangan syariah cukup menjanjikan tumbuh besar di Indonesia. Namun kinerja keuangan syariah kita masih sangat rendah, jauh di bawah jasa keuangan lainnya. Tantangan ke depan bagi kita adalah mendorong produk-produk keuangan syariah makin diminati oleh pasar kita di dalam negeri.

Baca juga:  Antisipasi Era Disrupsi, Perbankan Harus Ikuti Perkembangan Teknologi

Harap maklum, kala kita timbang struktur PDB  (produk domestik bruto) kita, pelaku utama dari PDB kita adalah UMKM, karena berkontribusi lebih dari 61 persen. Namun akses keuangan UMKM kita ke industri jasa keuangan masih rendah. UMKM hanya mendapatkan dana murah dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijalankan oleh pemerintah. Jika hanya bertumpu pada KUR tentu keterjangkauannya sangat terbatas bila dibandingkan dengan jumlah pelaku UMKM kita yang mencapai 64 juta. Peran fungsi IJK (industri jasa keuangan) sangat penting untuk mendorong akses dana murah, dan mudah bagi para pelaku UMKM merupakan agenda yang penting. Apalagi terhadap pelaku-pelaku UMKM yang berkontribusi pada pengembangan ekspor nasional, baik secara langsung maupun tak langsung.

Pada aras lain, Penetrasi teknologi informasi ke seluruh penjuru dunia makin tak terelakkan. Teknologi informasi bagaikan pisau bermata ganda, jika ditempatkan sebagai piranti pendukung pada jasa keuangan dengan benar, maka akan sangat menopang tumbuhnya jasa keuangan.

Baca juga:  Perlukah Pariwisata Halal di Bali?

Sebaliknya teknologi informasi juga sangat mungkin jadi vehicle bagi tindak kejahatan, banyak beragam cyber attack yang bisa terjadi pada industri jasa keuangan. Untuk itu, IJK saya harapkan bisa melakukan uji protokol keamanan secara reguler. Kita juga dibombardir, mendapatkan pelajaran terhadap berbagai kasus pada jasa keuangan, khususnya pada sektor perbankan yang mengancam stabilitas sistem keuangan kita.

Terbaru, Kasus Koperasi Indosurnya yang korbannya ribuan dengan total nilai kerugian 106 trilyun.  Pada masa mendatang, kejahatan pada sektor jasa keuangan yang sistematis dan terstuktur tentu akan makin canggih. Oleh sebab itu kita perlu terus menguji dan menyempurnakan sistem keuangan kita untuk tahan terhadap berbagai aksi kejahatan dan berbagai guncangan ekonomi.

Ke depan IJK harus meningkatkan perannya dalam membantu akselerasi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, kita ingin IJK untuk melakukan percepatan literasi dan inklusi keuangan kepada masyarakat. Rendahnya tingkat literasi keuangan menyuburkan berbagai praktik moral hazard dalam industri keuangan. Dengan membaiknya tingkat literasi keuangan rakyat kita harapkan menurunkan berbagai tindakan moral hazard pada industri keuangan, karena rakyat memiliki self mechanism untuk melakukan cek atas legalitas dan kelayakan layanan oleh industri keuangan.

Baca juga:  Kota Tanpa Kumuh

Ekspektasi kita, pada lima tahun ke depan literasi keuangan Indonesia mencapai diatas 90 persen, dan literasi keuangan syariah Indonesia mencapai 50 persen. Selain itu, target inklusi keuangan mencapai 100 persen, dan inklusi keuangan syariah mencapai 75 persen. IJK perlu mengusahakan aliran dana murah, khususnya terhadap para pelaku UMKM. Sehingga transmisi keuangan ke sektor rill, khususnya pada lapis bawah makin menguatkan aktor-aktor pelaku ekonomi menengah bawah. Dalam relasi ini kita bisa merangkul Bumdes. IJK perlu menggandeng semua pihak termasuk regulator, yaitu OJK untuk terus menyempurnakan regulasi yang antisipatif, dan mitigatif terhadap ancaman stabilitas sektor keuangan. Serta mampu membangun sistem yang mudah dan murah untuk program restrukturisasi jasa keuangan bila diperlukan, sebagai konsekuensi dari penanganan atas kegagalan pada jasa keuangan tersebut.

Tak kalah penting, yakni melakukan perlindungan terhadap konsumen, langkah ini semata mata untuk meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap layanan pada industri jasa keuangan. Termasuk memberikan sistem pengaduan konsumen yang mudah, responsif, dan solutif. Semoga IJK semakin memberikan dampak positif bagi kemajuan ekonomi masyarakat.

Penulis, Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng

BAGIKAN