Rekasadana (pagelaran) Palegongan Klasik Sanggar Sankha’ra Art, Banjar Telanga, Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, di Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya Denpasar, Rabu (28/6). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Rekasadana (pagelaran) Palegongan Klasik Sanggar Sankha’ra Art, Banjar Telanga, Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, di Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya Denpasar, Rabu (28/6). Penampilan empat pertunjukan kesenian klasik palegongan ini mampu menarik perhatian pengunjung PKB.

Pembina Sanggar Sankha’ra Art, I Nyoman Anom Adnya Arimbawa, S.Sn., memaparkan 4 pertunjukan tersebut yaitu Tabuh Jagul, Legong Kuntul, Tabuh Toya Milir dan Tari Legong Lasem.

Dipaparkan, Tabuh Petegak Jagul adalah tabuh yang diciptakan oleh seorang seniman yang bernama I Wayan Lotring. Lotring merupakan seorang penari, musisi, dan komposer handal dari Banjar Tegal Desa Adat Kuta, Badung, Bali.

Ia dikenal sebagai seniman pembaru gamelan Bali, karyanya bukan semata sebuah persembahan untuk memaknai upacara atau ritual-ritual tertentu, melainkan juga sebuah proses penciptaan dan penemuan diri yang menandai hadirnya ke-modern-an pada masa itu.

Jagul adalah sebuah bentuk gending dengan gaya palegongan yang di dalamnya memuat ragam kotekan yang diadopsi dari gending-gending palegongan. Manakala menyaksikan ikan hiu berlompatan di tengah samudera lepas, membuat Lotring begitu bergejolak, terdengar nyanyian di dalam hati dan pikirannya. Sehingga terciptalah gending palegongan dengan judul “JAGUL”.

Sementara Legong Kuntul menggambarkan sekelompok burung kuntul (bangau air) yang sedang bermain-main, bercengkrama, mencari makan, dan berterbangan di tengah sawah.

Baca juga:  KPU Buleleng Musnahkan Ribuan Surat Suara Rusak

Tabuh Toya Milir terinspirasi dari air yang merupakan berkah dari Sang Pencipta sebagai salah satu sumber kehidupan semua makhluk di dunia. Dalam perjalanannya, banyak hambatan yang dilalui oleh air gunung untuk mencapai muara. Air akan singgah di sungai tertahan karena batu, hal ini tentu saja mempengaruhi kecepatan dan sifat alirannya. Air bisa berubah menjadi banjir ketika tertahan, dan menjadi bandang ketika terlepas seketika dengan membawa dan menghanyutkan semua benda yang ia lintasi.

Namun, ada juga yang mengalir tenang pelan tapi pasti mengalir menuju muara. Waktu, sifat, dan bentuk aliran air tersebut pada akhirnya akan sampai di lautan sebagai muaranya.

Semuanya akan dinetralkan, melebur menjadi satu, memiliki rasa asin air laut yang sama, menjadi ombak yang berdebur ketika menghantam karang, dan menjadi rumah bagi makhluk yang hidup di dalamnya sehingga menciptakan sebuah harmoni alam yang indah.

Hal tersebut kemudian menjadi inspirasi lahirnya garapan tabuh petegak pelegongan yang diberi judul “Toya Milir” yang berarti air yang mengalir. “Garapan tabuh ini dikemas sedemikian rupa untuk menghanyutkan imajinasi penikmat seni, untuk ikut larut dalam aliran melodi, tempo, ritme, dan dinamika sehingga kita semua bisa menikmati sajian yang ditampilkan dan merasakan bagaimana garapan ini mengalir indah sebagai sebuah harmoni. Ini sesuai dengan tema PKB kali ini Segara Ker tuh, ” ucapnya.

Baca juga:  Ratusan Guru Non-PNS di Badung Terancam Gugur Ikut P3K

Pementasan terakhir adalah Tari Legong Lasem mengambil cerita Panji yang menggambarkan kisah cinta Prabu Lasem yang ditolak oleh Diah Rangkesari. Prabu Lasem terus berusaha merayu Diah Rangkesari, namun tetap ditolak.

Akibat penolakan tersebut, kemudian terjadilah peperangan. Dalam perjalanan menuju medan perang, Prabu Lasem sempat terjatuh saat menunggangi kudanya. Selain itu, Prabu Lasem juga diserang burung gagak yang menjadi pertanda kekalahan bagi Prabu Lasem.

Berkesempatan tampil di ajang PKB, Pembina Sanggar Sankha’ra Art, I Nyoman Anom Adnya Arimbawa, S.Sn., mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Provinsi Bali, yang sudah menfasilitasi seniman dan pemilik sanggar untuk tampil di ajang PKB kali ini.

“Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Badung yang sudah mensuport kami sehingga kegiatan kami berjalan sukses, ” ucapnya.

Pihaknya berharapan ke depan semoga lebih maksimal lagi untuk Pesta Kesenian Balinya dan tidak hanya PKB saja, mungkin ada event lain yang bisa melibatkan seniman sehingga bisa ikut serta juga sebagai pelaku dan pelestari seni dan budaya.

Baca juga:  Kesenian Gambang Hampir Punah, Generasi Muda Didorong Melestarikan

“Seperti yang saya ketahui tema PKB segara kertih dan jenis-jenis pertunjukan yang dipentaskan pada kali ini juga lebih meningkat ketimbang tahun-ahun sebelumnya. Jadi tahun ini sudah signifikan meningkat untuk seniman yang dilibatkan maupun untuk jumlah pertunjukan yang dipentaskan di ajang PKB mulai dari awal sampai nanti di akhir,” tukasnya.

Dikatakan Sanggar Sankha’ra Art, aktif dari 2010 dan diresmikan 2011, dan sampai saat ini masih tetap melakukan pelatihan – pelatihan dasar tari, baik itu yang klasik maupun yang kreasi. Tapi pihaknya memang berfokus pada kesenian – kesenian klasik dahulu untuk bisa berperan sebagai pelestari seni dan budaya.

“Untuk anak-anak mereka antosias melakukan pelatihan, biarpun ada satu dan lain hal karena biasa mood anak-anak naik turun. Namun kami tetap konsisten melatih anak-anak sebagai upaya kami melestarikan seni dan budaya. Kebetulan di desa kami kesenian legong itu tetap dilaksanakan jadi kami sudah ikut melakukan ngayah sebagai bagian dari masyarakat desa untuk ikut berpartisipasi. Jadi saat ada odalan atau upacara lain semar pegulingannya tetap ngayah dan mementaskan tarian legong yang ada di desa, ” pungkasnya. (Adv/balipost)

BAGIKAN