DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam Perda Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025/2125, masalah masa depan pendidikan di Bali juga dimasukkan. Yang menjadi bagian penting bidang pendidikan dalam Perda adalah mengevaluasi dan memperbaiki sistem PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), khususnya pada jenjang SMA/SMK yang menjadi kewenangan Provinsi. Sebab, selama ini permasalahan PPDB tingkat SMA/SMK belum mampu mengakomodir permasalahan administrasi yang muncul.
Bahkan, setiap tahunnya PPDB selalu menimbulkan kekisruhan. Terutama di Kota Denpasar. Selain itu, dalam Perda ini juga terdapat bagaimana masa depan pendidikan Bali agar tidak lagi kekurangan guru-guru dengan status ASN.
Termasuk guru bahasa dan guru agama, dengan melakukan pendekatan terhadap Kementerian Pendayagunaan ASN dan Reformasi Birokrasi terkait dengan peningkatan jumlah kuota formasi. Sehingga tidak terpaksa lagi memenuhi kekurangan ini dengan mengangkat guru kontrak.
Pengamat Pendidikan, Dr. Drs. I Made Gede Putra Wijaya, SH.,M.Si., menyambut baik Perda Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125 yang digagas Gubernur Koster. Apalagi, dalam Perda ini dimasukkan tentang masa depan pendidikan di Bali.
Terutama, evaluasi dan perbaikan sistem PPDB ke depannya. Hal ini tidak terlepas dari pengalaman Gubernur Koster di bidang pendidikan selama 3 periode menjadi DPR RI.
Menurut Putra Wijaya, kebijakan Gubernur Koster memasukkan evaluasi dan perbaikan PPDB hingga 100 tahun ke depan merupakan jalan keluar yang ingin dilakukannya dalam upaya memperkecil persoalan-persoalan yang dihadapi setiap awal tahun penerimaan peserta didik baru. Terutama di tingkat SMA/SMK yang menjadi wewenangnya Provinsi Bali.
sebab, pada awal penerimaan peserta didik baru saja sudah menimbulkan gejolak. Begitu juga dalam prosesnya, yang menghasilkan output yang tidak berkualitas. “Sehingga saya menyambut baik apa yang dilakukan oleh Pak Gubernur, semoga beliau bisa tegas dalam mengimplementasikan Perda ini ke depan, sehingga keseimbangan (dalam PPDB,red) antara sekolah negeri dan swasta bisa terwujud untuk kualitas pendidikan di Bali ke depannya,” ujar Putra Wijaya, Senin (10/7).
Ketua YPLP Kabupaten PGRI Badung ini pun mendesak dan mendorong pengurus PGRI Provinsi Bali dan Pusat yang memiliki akses ke Kemenristekdikbud agar dilakukan perubahan terhadap sistem zonasi dalam PPDB tingkat SMA/SMK. Paling tidak direvisi.
Sebab, sejak sistem zonasi ini diberlakukan mengalami banyak persoalan hingga protes dari orangtua siswa. Hal ini dikarenakan parameter sistem zonasi ini tidak jelas diketahui oleh orangtua siswa.
Banyak orang tua beranggapan bahwa rumahnya dekat dengan sekolah pasti anaknya akan diterima di sekolah tersebut. Namun, nyatanya tidak demikian. Sistem tidak membaca dengan baik zonasi tersebut. Sehingga, banyak siswa yang dekat dengan sekolah masih tercecer tidak diterima di sekolah tersebut, yang menyebabkan dibukanya gelombang 2.
Atas permasalahan ini, Putra Wijaya menginginkan agar sistem PPDB dengan menggunakan nilai NEM diberlakukan kembali dengan syarat dan pembatasan tertentu di sekolah negeri. Sehingga, memberi kesempatan kepada sekolah swasta berperan dalam mencerdaskan kehiduoan bangsa. Dikatakan, dengan sistem yang ada sekarang ada beberapa sekolah yang overload menerima peserta didik baru. Ini menyebabkan beberapa sekolah swasta gulung tikar. Padahal, di balik sekolah swasta terdapat guru dan pegawai yang menggantungkan hidup untuk keluarganya.
Sementara itu, Koordinator Pembahas Perda Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana, mengungkapkan Mengenai dunia pendidikan di Bali terhadap gambaran mengenai angka partisipasi kasar, jumlah siswa, guru, sekolah dari berbagai jenjang telah dimuat. Namun yang menjadi bagian penting dari kesepakatan pada saat pembahasan Raperda ini adalah di masa depan Bali.
Tidak terdapat lagi kekurangan guru-guru dengan status ASN, termasuk guru bahasa dan guru agama. Caranya, melakukan pendekatan terhadap Kementerian Pendayagunaan ASN dan Reformasi Birokrasi terkait dengan peningkatan jumlah kuota formasi, sehingga tidak “terpaksa” lagi memenuhi kekurangan ini dengan mengangkat guru kontrak.
Selain itu, mengevaluasi dan memperbaiki sistem PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) khususnya pada jenjang SMA/SMK yang menjadi kewenangan Provinsi, yang belum mampu mengakomodir permasalahan administrasi yang timbul, termasuk saat musibah terjadi. Di samping jugaemastikan bahwa anak-anak yatim piatu, terlantar dan miskin untuk dapat mengakses program-program yang menjadi pemenuhan hak dasar warga negara, termasuk untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dengan strategi mengupayakan angka kemiskinan di Bali ke masa depan menjadi 0%.
“Jadi manusia Bali ke depan harus memiliki tujuan hidup, cita-cita, harapan, dan motivasi, memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas yang produktif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, melakukan upaya-upaya dengan pendekatan yang baik dan benar, dan mampu mewujudkan kehidupan yang sejahtera dan bahagia niskala-sakala,” ungkap Adhi Ardhana.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali Fraksi PDI Perjuangan ini, mengungkapkan bahwa tahun 2022, angka partisipasi kasar pendidikan PAUD mencapai 31,81%, SD mencapai 103%, SMP mencapai 96%, SMA/SMK mencapai 91%, dan pendidikan tinggi mencapai 32%. Sehingga, pendidikan dasar dan pendidikan menengah di Bali tahun 2022 secara umum kualitasnya sudah cukup memadai, di atas rata-rata nasional. (kmb/balipost)