Suasana Temu Wirasa Temu Wirasa (sarasehan), Selasa (11/7) yang berlangsung di Ruang Rapat Padma, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Temu Wirasa mengambil tema Bhoga Banija Jaladhi (Potensi Uyah dalam Tata Boga dan Komoditi Bali). (BP/apsari)

DENPASAR, BALIPOST.com – Generasi milenial diajak melestarikan pertanian uyah (garam) tradisional yang kini mulai ditinggalkan. Dilihat dari potensinya, produk garam tradisional ini memiliki nilai tinggi jika diekspor. Demikian disampaikan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, Putu Sumardiana, dalam Temu Wirasa (sarasehan), Selasa (11/7) yang berlangsung di Ruang Rapat Padma, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.

Mengambil tema Bhoga Banija Jaladhi (Potensi Uyah dalam Tata Boga dan Komoditi Bali), sarasehan menghadirkan 2 narasumber. Yaitu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, Putu Sumardiana dan Chef sekaligus Akademisi dari Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional (IPBI), A.A Anom Samudra A.Md, Par.

Baca juga:  Pembukaan PKB XLV, "Peed Aya" Kabupaten Badung Usung Tema Segara Wisata

Sumardiana menyampaikan hampir semua kabupaten/kota di Bali memiliki potensi garam. Penyebaran petani garam pun disebutnya ada di hampir seluruh kabupaten/kota, di antaranya Karangasem, Buleleng, Klungkung, Gianyar, Tabanan, Denpasar dan Jembrana.

Kendala utamanya, dalam proses pembuatan, tidak semua petani garam menggunakan cara yang sama. Ada yang menggunakan cara palungan atau geomembran, ada yang menggunakan sistem tambak, ada yang masih menggunakan cara tradisional dengan menyiram di atas pasir, dan ada juga yang memakai sistem perebusan. Karena prosesnya berbeda, produk garam yang dihasilkan pun berbeda.

Ia pun menyoroti kurangnya minat masyarakat terhadap usaha garam, kurangnya modal serta sarana dan prasarana yang terbatas. Padahal, garam ini tidak hanya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, namun untuk penunjang kesehatan. Terlebih, nilai ekspornya cukup tinggi.

Baca juga:  Tak Tolerir Wisatawan Lecehkan Budaya Bali, Gubernur Koster Perintahkan Deportasi WNA Berpose Tanpa Busana di Kayu Putih

“Sampai saat ini tidak pernah terjadi penolakan oleh negara-negara tujuan yang kita ekspor,” ungkapnya.

Ia pun berharap generasi milenial bisa tertarik memproduksi garam tradisional dengan mengetahui potensi ekonominya. “Semoga dengan adanya acara ini, khususnya untuk generasi muda bisa terketuk hatinya untuk ikut melaksanakan kegiatan pertanian garam ini. Sehingga semakin banyak kelompok yang bisa memproduksi garam, dan hal tersebut akan berpengaruh untuk Bali dan Indonesia,” ujarnya.

Baca juga:  Odalan di Sakenan, Astra Motor Bali Sediakan Bale Pesandekan

Senada dengan Sumardiana, Anom pun menilai potensi produk garam tradisional Bali cukup besar. Ia memaparkan produk garam ini bisa digunakan dalam pengolahan makanan/kuliner. Diantaranya garam Himalaya (Himalayan pink salt), garam yodium, garam berbutir kasar (coarse salt) dan garam Bali.

Anom juga memaparkan tentang manfaat garam dalam industri pengolahan makanan diantaranya, sebagai pegawet makanan, bahan peningkat tekstur pada makanan, peningkat rasa manis serta mengurangi rasa pahit, sumber nutrisi tubuh, bahan pengikat makanan dan memberi atau menambah warna pada tampilan makanan. (Apsari/balipost)

BAGIKAN