Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali kini telah sah berlaku setelah Gubernur Bali, Wayan Koster menerima dokumen UU tersebut dari Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tanjung, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Minggu (23/7). Ini menjadi penanda kemajuan bagi Provinsi Bali yang bersejarah dan monumental.

Sebab, UU Provinsi Bali yang diperjuangkan oleh Gubernur Koster bersama masyarakat Bali ini mengakui keberadaan adat istiadat, tradisi, seni budaya, dan kearifan lokal Bali, serta memberikan pengakuan terhadap keberadaan desa adat dan Subak. Apalagi, dalam UU Provinsi Bali ini ada ketentuan yang mengatur sumber pendanaan, khususnya di Pasal 8.

Pertama, diberikan sumber pendanaan bahwa Pemerintah Pusat dapat mendukung pendanaan untuk memajukan dan memperkuat kebudayaan, desa adat, dan Subak yang harus diatur dalam Peraturan Daerah. Kedua, Pemerintah Provinsi Bali diberikan kewenangan untuk menyusun Perda untuk melakukan pungutan bagi wisatawan asing, menyusun Perda untuk mengatur kontribusi bagi Badan Usaha Pemerintah maupun Pemerintah Daerah serta perseorangan untuk berkontribusi terhadap lingkungan, alam, dan budaya Bali; dan menyusun Perda untuk mengkoordinasikan penggunaan Dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan. Sebagai langkah cepat, ketiga Perda ini telah disetujui oleh DPRD Provinsi Bali.

Baca juga:  Begini, Modus Oknum Satpol PP Peras Spa dan Panti Pijat

Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana, mengatakan dengan UU Provinsi Bali ini ada pengakuan resmi oleh negara atas adanya satuan adat (desa adat) yang hingga saat ini masih menjadi bagian dari kehidupan kita dalam masyarakat. Demikian pula dengan pengakuan terhadap lembaga pertanian masyarakat subak tersebut. Dengan telah dinormakan pada Batang Tubuh UU Provinsi Bali, tentu negara diperintahkan oleh UU tersebut untuk dapat turut menguatkan lembaga kebudayaan, desa adat, serta subak, dan menjaga keberlanjutannya dengan APBN.

“Sehubungan sumber pendapatan yang baru, yaitu pungutan wisatawan, dan pelaksanaannya telah dituangkan dalam Perda Pungutan Wisatawan Asing Untuk Perlindungan Budaya dan Lingkungan Bali yang baru diketok, jelas akan memberikan dampak pendanaan lebih terhadap upaya menjaga kelestarian budaya dan lingkungan di Bali,” ujar Adhi Ardhana, Selasa (25/7).

Rektor Unwar, Prof. Dr. Ir. I Gde Suranaya Pandit, MP., dengan telah disahkan dan diberlakukan UU Provinsi Bali, maka Bali sudah diberikan keleluasaan untuk mengelola tata kelola Provinsi Bali untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai melalui sumberdaya yang ada di Bali. Meliputi, manusia Bali, alam Bali serta budaya Bali. Dengan adanya UU tersebut keberadaan desa adat menjadi kuat, menjadi pengikat manusia Bali di tingkat desa, serta merupakan roh untuk mempertahankan adat istiadat yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara serta branding Bali di dunia internasional.

Baca juga:  Pleno Rekapitulasi Pemilu di Karangasem Rampung, Tujuh Caleg Lolos ke DPRD Bali

Namun demikian, Prof. Pandit, menyarankan agar pengelolaan desa adat jangan sanpai membelengu manusia Bali. Manusia Bali boleh maju, modern, namun adat istiadat harus tetap dipertahankan. Apalagi, dengan adanya UU ini, Provinsi Bali diberikan kewenangan untuk mengelola wilayahnya dengan keberadaan desa adat yang didalamnya menjadi suatu kesatuan yang tidak terpisahkan hingga 100 tahun Bali ke Depan.

Disamping itu, lanjut Prof. Pandit, dengan UU Provinsi Bali ini Pemerintah Provinsi Bali juga mendapatkan 4 sumber pendanaan. Yaitu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pemajuan budaya desa adat dan subak. Untuk memajukan desa adat dan subak sebagai sesuatu karakteristik yang spesifik yang ada di Bali, tidak ada di provinsi dan negara lain.

Tentunya dana tersebut harus dikelola secara maksimal untuk melindungi desa adat dan subak, akibat era globalisasi serta masuknya budaya asing yang mengikis peran desa adat serta peran subak sesuai fungsi untuk mengatur air irigasi memenuhi kebutuhan pertanian Bali. Sumber pendanaan lannya, yaitu pungutan dari wisatawan asing ini sangat diperlukan untuk menyeleksi secara selektif wisatawan yang masuk ke Bali. Bahkan ada jaminan bank garansi bagi wisatawan yang kehabisan dana di Bali.

Baca juga:  Ecopark di TPA Suwung Jangan Sampai Menebar Gas Beracun

Dana ini sangat penting bagi Pemerintah Bali dalam rangka melakukan konservasi alam, budaya dan manusia bmBali, dari gesekan budaya asing. Selain itu, pendanaan dari kontribusi bagi badan usaha ini juga sangat penting, khususnya para pemangku jasa pariwisata, agar badan usaha mau dan mengajak wisatawan untuk turut menjaga Bali.

Pendanaam tanggung jawab sosial badan usaha. Badan usaha yang terlibat di sektor pariwisata harus memiliki komitmen untuk memberikan CSR (corporate social responsibility) bagi masyarakat Bali, desa adat dengan menyalurkan melalui perguruan tinggi sebagai pelaksana, agar tanggung jawab sosial itu dapat terlaksana dengan baik menuju ajeg Bali dan seluruh isinya 100 Tahun ke depan. “Ini menandakan bahwa Bali kini bisa lebih memperkuat kedudukan desa adat di Bali, sehingga tata kelola pemerintahan Bali dan kebijakan pengelolaan Bali semakin lebih leluasa dilakukan Pemda Bali,” tandas Prof. Pandit. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN