Seorang pedagang bunga di Pasar Kereneng sedang menunggu pembeli, Senin (31/7). Jelang Galungan, harga bunga mengalami kenaikan. (BP/apsari)

DENPASAR, BALIPOST.com – Hari Suci Galungan yang jatuh pada Rabu, 2 Agustus 2023, menjadi perayaan besar bagi umat Hindu di di Bali. Menjelang hari Raya Galungan banyak bahan untuk keperluan upacara mengalami kenaikan harga signifikan.

Salah satunya yang mengalami kenaikan relatif tinggi adalah bunga. Salah satu penjual bunga yang berjualan di Pasar Kereneng, Nyoman Dauh (73), mengaku harga bunga kini meroket.

Pedagang asal Karangasem ini mengatakan harga bunga pacar air dijual Rp40.000 per kg, bunga gumitir Rp50.000 per kg, dan bunga pecah seribu 40.000 per kilo.

Baca juga:  Dibandingkan 2022, Tahun Ini Perkara Anak Menurun

Ditemui Senin (31/7) di lokasi lapaknya di Pasar Kereneng, Nyoman mengatakan jika tidak ada hari raya, harga bunga cukup murah. Bunga dijual Rp10.000 hingga Rp15.000. Ini artinya, ada kenaikan 4 kali lipat dari harga normal.

“Kalau ada yang mau beli setengah atau seperempat (kilo) saya kasi kok. Yang mau beli Rp10.000 juga saya kasi, kasihan soalnya biar bisa semua merahinan (merayakan hari suci, red),” ujarnya.

Baca juga:  Galungan dan Kuningan, KPU Bali Tiadakan Jadwal Kampanye

Senada disampaikan Sari (60). Kenaikan harga bunga menyebabkan harga canang juga ikut naik. Wanita asal Bangli ini mengatakan jika kenaikan harga terjadi dalam hitungan hari. “Harga bunga sekarang udah naik dibandingkan kemarin, kalau sekarang bunga pacah (pacar air) Rp40.000 per kilo, bunga kembang seribu Rp30.000 per kilo dan bunga gumitir Rp40.000 per kilo,” ungkapnya.

Karena naiknya harga bunga saat ini, Sari juga harus menaikkan harga canang yang dijualnya. “Sekarang saya jual canang 25.000 untuk 25 biji, karena harga bahan-bahan naik semua. Kalau hari-hari biasa saya jual Rp15.000 untuk 25 bijinya,” ungkapnya.

Baca juga:  Punya Potensi Besar, Bali Bisa Jadi Surganya Ekonomi Digital

Dengan tingginya harga bunga saat ini, Sari mengaku cukup sulit dalam berjualan. Karena tidak semua konsumen memiliki daya beli. Sehingga saat ada kenaikan harga, konsumen cenderung membatasi pembelian. (Apsari/balipost)

BAGIKAN