Gubernur Bali, Wayan Koster saat menyampaikan pidato peluncuran Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125 di Panggung Ardha Candra, Taman Provinsi Bali tepat pada, Rahina Sugihan Bali, Jumat (28/7) malam. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster didampingi Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menyampaikan Pidato Peluncuran Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125 di Panggung Ardha Candra, Taman Provinsi Bali, Jumat (28/7) malam. Gubernur Koster dalam pidatonya menguraikan rumusan Bali tempo dulu.

Kata Wayan Koster, Bali tempo dulu atau Atita, menggambarkan kondisi alam, manusia, dan kebudayaan Bali mulai dari masa prasejarah, masa Bali kuno, masa Bali madya, masa penjajahan, sampai Indonesia Merdeka tahun 1945. Alam Bali tempo dulu, merupakan alam yang sangat indah berisi laut dengan pantai, danau, sungai, dan gunung serta pegunungan; gunung di hulu, dan pantai di hilir sehingga membentuk bentangan alam nyegara-gunung.

Tempo dulu, alam Bali masih sangat bersih, asri, dan lestari, karena penduduk masih sedikit, kehidupan sangat tradisional dan alami, tidak ada pariwisata, dan tidak ada penggunaan pupuk kimia serta pestisida. Gubernur Koster, mengungkapkan bahwa manusia Bali tempo dulu, memiliki jati diri, integritas, dan kualitas yang sangat unggul dan orisinil (genuine). Seperti, rajin, ikatan kuat bermasyarakat, mengabdi, memiliki tekad sangat kuat, setia berjuang untuk suatu prinsip, ramah, loyal, hormat, jujur, pembela, disiplin, kreatif dan inovatif, berjiwa pemimpin, berpikir kritis, komunikatif, adaptif, dan berjiwa artistik.

Begitu juga kebudayaan Bali tempo dulu, memiliki warisan adiluhung dan monumental berupa adat istiadat, tradisi, seni-budaya, serta kearifan lokal yang sangat kaya, unik, unggul, agung, dan luhur. Leluhur Bali juga mewariskan lembaga bernama desa adat dan subak yang adiluhung, monumental, dan orisinil.

Baca juga:  Haluan Pembangunan Bukan Hanya untuk Bali

Sistem desa adat diperkirakan telah ada sejak dahulu (tahun 91 Masehi), kemudian ditata pada abad ke-11 (tahun 1001) oleh Ida Mpu Kuturan melalui Pesamuhan Agung 9 Sekte, yang diselenggarakan di Samuan Tiga, Bedulu, Gianyar. Subak yang dahulu disebut Pasuwakan, diperkirakan telah ada sejak dahulu sejaman dengan desa adat, kemudian pada abad ke-8 dikembangkan oleh Ida Rsi Markandeya di Puakan, Desa Taro, Gianyar. Desa adat merupakan benteng untuk menjaga adat-istiadat, tradisi, seni-budaya, dan kearifan lokal. Sedangkan subak merupakan benteng sistem dan teknologi pertanian.

Gubernur Koster dalam pidatonya juga menguraikan Bali Masa Kini atau Wartamana. Kata Wayan Koster, Bali Masa Kini atau Wartamana merupakan rangkaian pembangunan Bali yang diselenggarakan sejak Indonesia Merdeka tahun 1945 sampai saat ini, yakni tahun 2024, selama kurun waktu 79 tahun, yang berkaitan dengan pembangunan alam, manusia, dan kebudayaan Bali. Sejak tahun 2018 pembangunan Bali diselenggarakan dengan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru. Dalam rangka mengimplementasikan Visi Pembangunan Bali ini, telah ditetapkan 47 Peraturan, terdiri dari 20 Peraturan Daerah dan 27 Peraturan Gubernur, dilengkapi 4 Surat Edaran Gubernur. Meliputi, Produk Hukum Dasar, Produk Hukum yang berkaitan dengan Alam, Manusia dan Kebudayaan Bali, serta Produk Hukum Pendukung yang berkaitan dengan infrastruktur, energi, lingkungan hidup, dan pajak daerah.

Baca juga:  Kecelakaan Motor di Jalan Denpasar-Gilimanuk, 1 Tewas

Alam Bali Masa Kini berisi uraian, yaitu luas Provinsi Bali sekitar 5.590,15 km2, terdiri atas 9 kabupaten/kota, 57 kecamatan, 636 desa, 80 kelurahan, dan 1.493 desa adat. Bali memiliki 24 gunung; laut dan pantai sepanjang 633,20 km; kawasan konservasiaritim; 4 danau; 244 sungai; 22 air terjun yang dijadikan objek wisata; Hutan seluas 136.827 hektar (24,48% dari luas daratan Bali); luas lahan pertanian 563.666 hektar dan bukan pertanian 203.972 hektar.

Secara niskala, Gubernur Bali selaku Murdaning Jagat Bali memiliki tanggung jawab untuk memuliakan alam Bali dengan melaksanakan upakara dan upacara ritual. Yaitu, Karya Pangurip Gumi, Karya Panyejeg Jagat, Karya Pangenteg Jagat, dan Upacara Pamarisuddha Bhumi Jagat Bali. Serta bersama-sama masyarakat melaksanakan 6 Rahina Tumpek, yaitu Tumpek Landep, Tumpek Wariga, Tumpek Kuningan, Tumpek Klurut, Tumpek Uye, dan Tumpek Wayang.

Secara sakala, pelestarian ekosistem alam Bali dilakukan melalui kebijakan berupa Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur. Yakni, Pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai; Pengelolaan sampah berbasis sumber; Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut; Pelestarian Tanaman Lokal Bali; Penerapan Sistem Pertanian Organik; Penerapan Energi Bersih; dan Penerapan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Kebijakan pelestarian ekosistem alam ini harus dilaksanakan semakin masif dan konsisten sebagai upaya penurunan emisi karbon atau dekarbonisasi menuju Net Zero Emission pada tahun 2045, lebih awal dari target nasional tahun 2060.

Baca juga:  Warga Pemilik Lahan Belum Sepakat Soal Pembebasan Lahan

Gubernur Koster dalam pidatonya selanjutnya menguraikan tentang Manusia Bali Masa Kini. Tahun 2022, Jumlah penduduk 4,3 juta jiwa, dengan rerata laju pertumbuhan peduduk sebesar 1,01% per tahun. Karakteristik manusia Bali meliputi jati diri, integritas, dan kualitas, secara umum masih bertahan sampai kini, dalam beberapa aspek mengalami kemunduran, namun dalam hal tertentu mengalami kemajuan. Pada tahun 2023, data jumlah siswa SD, SMP, dan SMA/SMK/SLB mencapai 758.174 orang: jumlah siswa yang memakai nama Bali sebanyak 595.931 orang atau 79%; dan siswa yang memakai bukan nama Bali sebanyak 162.243 orang atau 21%.

Dari jumlah siswa yang memakai nama Bali, nama anak pertama (Putu, Wayan, Gede) sebanyak 233.013 orang atau 39%; nama anak kedua (Made, Kadek, Nengah) sebanyak 215.731 orang atau 36%; nama anak ketiga (Komang, Nyoman) sebanyak 109.198 orang atau 18%, dan nama anak keempat (Ketut) sebanyak 37.389 orang atau 6%. “Hal ini merupakan peringatan yang harus menjadi perhatian sangat serius kita bersama, bahwa kalau tidak dilakukan upaya nyata, nama Ketut terancam punah,” tegas Gubernur Koster. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN