IGK Manila. (BP/Eka)

Oleh IGK Manila

Pada Selasa, 2 Agustus 2023, yang bertepatan dengan Buda Kliwon Dunggulan, umat Hindu Bali merayakan Galungan. Di tengah upaya kita bangkit dan tumbuh lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan, saya sampaikan “Santi Galungan, sampun marayang sari, semeng galungan, sampun marayang seneng!”.

Kita hendaknya bisa merayakan dengan kebahagiaan, semua merasakan kegembiraan. Sebab Galungan dan kemudian Kuningan adalah perayaan spiritual, budaya, dan sosial yang telah mengakar sedemikian rupa dalam budaya kita, menjadi narasi indah dalam merayakan kehidupan, meneguhkan identitas, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.

Saya ingin menyampaikan, pertama-tama dan utama, bahwa Galungan merupakan wujud penghormatan penuh pada prinsip kebaikan. Ia merupakan perayaan kemenangan dharma atas adharma, yang bukan hanya simbolis, tetapi merupakan gema nilai spiritual mendalam secara sosial. Dalam setiap penjor yang dihiasi dan setiap banten yang dijalankan, pesan tentang kesuburan, kemakmuran, dan harapan dituangkan.

Manusa Yadnya dan Butha Yadnya, dua jenis upacara selama Galungan, melambangkan kesadaran keseimbangan hidup yang memadukan dunia manusia dan roh. Upacara ini membangun jalinan harmonis antara makhluk hidup dan roh, mewujudkan kesadaran spiritual yang dalam.

Baca juga:  Kurang, Peran Pariwisata Sejahterakan "Krama" Bali

Kebajikan Sosial

Selanjutnya, Galungan harus dilihat sebagai perayaan yang memiliki dampak sosial yang signifikan. Momen ini mendorong partisipasi komunitas dan memperkuat ikatan sosial di antara individu. Sebagai kesempatan bagi semua orang untuk berkumpul, berbagi, dan merayakan bersama-sama, Galungan mendorong toleransi dan penghargaan atas kebhinekaan.

Perayaan Galungan selanjutnya harus dimaknai lebih dari sekedar perayaan agama. Dengan berbagai bentuk seni, tarian, dan kostum tradisional, Galungan menjadi ajang untuk mengekspresikan identitas dan warisan budaya leluhur. Galungan juga menjadi cara kita untuk terus kreatif secara kolektif dan bisa membawa kita pada kegembiraan dan kebahagiaan secara Bersama-sama sebagai sebuah kesatuan.

Perjalanan perayaan Galungan dari waktu ke waktu membawa pesan penting tentang kebebasan beragama dan menghargai keragaman agama dan keyakinan. Sementara perayaan ini tetap mempertahankan akarnya dalam sejarah dan tradisi, Galungan bagaimanapun juga beradaptasi seiring perubahan zaman dan peristiwa.

Perayaan ini juga memberikan kesempatan bagi generasi muda Bali untuk memahami, menghargai dan tentu saja melanjutkan warisan budaya leluhur mereka. Dengan keteladanan kultural yang turun-temurun ini, mereka dapat secara kreatif membangun identitas diri dan sosial dan selajutnya berkontribusi pada keberlanjutan budaya dan tradisi secara mengakar.

Baca juga:  Berpulang kepada Rakyat

Singkat kata, prinsip-prinsip kebaikan, toleransi, dan harmoni amat penting dan menjadi bagian integral dari perayaan ini, bahkan di tengah realitas kehidupan modern yang kompleks. Meskipun dipengaruhi oleh berbagai peristiwa sejarah dan faktor sosial ekonomi, ia tetap konsisten dengan nilai-nilai dasar yang direpresentasikannya.

Kebajikan Ekonomi

Sebelas hari setelah dimulai, kita melanjutkan perayaan dengan Kuningan, hari terakhir dari perayaan Galungan. Kuningan adalah hari ketika roh leluhur yang datang selama Galungan kembali ke surga. Ini adalah hari rasa syukur dan perpisahan, yang juga merupakan hari refleksi dan introspeksi.

Nasi kuning dan apapun yang kita sajikan secara simbolik adalah untuk para Dewa. Akan tetapi, pemaknaan kita harus lebih jauh. Kita hanya mampu memberi, atau dalam hal ini bersyukur atas anugerah-Nya, jika secara individu dan secara kolektif mampu dan oleh karena itu berhasil memampukan diri.

Secara kasat mata, dan kurang-lebih telah dinikmati, keberadaan pariwisata sebagai tulang punggung ekonomi adalah salah satu wujud dari anugerah-Nya. Galungan dan Kuningan telah menarik banyak wisatawan dan dengan sendirinya memberikan lapangan kerja.

Baca juga:  Pajak Konser Lipatgandakan Kebahagiaan untuk Pembangunan

Sementara bagi warga Bali yang berada di wilayah lain, Galungan dan Kuningan pada dasarnya memiliki arti yang kurang lebih sama. Meski bukan dalam bentuk pariwisata, Galungan dan Kuningan telah menjadi telaga bagi daya hidup umat Hindu Bali atas atas spiritualitas dan budaya.

Sebagai penutup, saya ingin mengingatkan betapa Galungan dan Kuningan adalah perayaan yang tidak saja memiliki berbagai dimensi spiritual, budaya, sosial, dan ekonomi tetapi juga menjadi sumber sekaligus instrumen kebajikan bagi kita di era modern ini dan bagi generasi mendatang.

Perayaan ini mengingatkan kita akan kemenangan kebaikan atas kejahatan, penghargaan pada leluhur, dan komitmen terhadap harmoni dan keseimbangan. Terlepas dari perubahan zaman dan tantangan, pesannya tetap jelas dan bergema, bahwa kebaikan dan dharma selalu menang, dan bahwa kehidupan adalah perayaan yang harus dihargai dan dinikmati dengan penuh rasa syukur dan hormat.

Penulis, Gubernur Akademi Bela Negara (ABN) dan Anggota sekaligus Sekretaris Majelis Tinggi Partai NasDem

BAGIKAN