Media briefing pelaksanaan KTT AIS 2023 di Nusa Dua, Bali pada Rabu (9/8). (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelago Island State (AIS) 2023 akan digelar pada 11 Oktober di Bali. Indonesia akan bertindak sebagai pemimpin sekaligus tempat pelaksanaan KTT ini. Demikian disampaikan Senior Advisor for Climate Governance at UNDP, Abdul Wahid Situmorang saat media briefing di Nusa Dua, Rabu (9/8).

Menurut Abdul Wahid AIS akan membahas 4 masalah utama yang dihadapi negara pulau dan kepulauan. Yaitu, permasalahan perubahan iklim, pencemaran di laut terutama sampah plastic, memanfaatkan ekonomi biru yang berkelanjutan, dan juga mengelola laut dalam konteks tata kelola yang baik.

Ia menyebut akan ada 51 negara yang berpartisipasi. Tujuan dari pertemuan itu adalah untuk memantapkan posisi negara pulau dan kepulauan, dan Indonesia memiliki 17 ribuan pulau. “AIS sebagai sebuat platform membangun ekonomi laut yang sehat dan berkelanjutan dan kita ingin membuktikan bahwa Indonesia mampu menjadi negara maritim yang kuat,” ujarnya.

Baca juga:  Laka di Perairan Jungutbatu, WN Austria Tewas

Ia menekankan pertemuan ini menjadi penting tidak hanya bagi Indonesia tapi juga bagi negara lain dengan wilayah pulau dan kepulauan. “Indonesia sebagai negara pulau, laut menjadi tulang punggung tidak hanya bagi perekonomian tapi juga kehidupan masyarakat,” jelasnya.

Oleh karena itu menjaga lautan dan memanfaatkan lautan secara berkelanjutan menjadi penting. Dalam hal menjaga laut berkelanjutan, diperlukan solusi pintar, sesuai dengan kebutuhan saat ini.

Baca juga:  Penguatan Pengelolaan Pengaduan, Kemenpan-RB Gelar Sosialisasi dan FGD Terkait SP4N-LAPOR!

Solusi yang ingin ditawarkan dan dikerjakan melalui forum ini, yaitu solusi yang tidak asing bagi penggunanya, tidak hanya dimiliki dan dapat dilakukan di negara maju tapi juga dapat dilakukan di negara berkembang dan juga negara lainnya.

“Makanya kami mengumpulkan beragam solusi yang kita rangkul di AISPedia. Solusi itu digunakan sebagai platform untuk kerja sama,” ujarnya.

Setelah 4 tahun pelaksanaan forum AIS ini disepakati, hingga separuh 2023, sekretariat telah mengadakan berbagai kegiatan di 7 negara. Kegiatan tersebut merupakan aksi konkret yang memang dibutuhkan pulau dan kepulauan.

Asisten Deputi Delimitasi Zona Maritim dan Kawasan Perbatasan Kemenkomarves, Sora Lokita menekankankan sejarah Forum AIS mulai muncul pada 2017. Indonesia ingin berkontribusi pada dunia karena negara kepulauan mempunyai tantangan yang sama, bukan hanya pengembangan potensi ekonomi biru, menghadapi climate change, tapi beyond itu.

Baca juga:  UNDP Minta Petani Kembangkan Pertanian Organik

“Negara kepulauan memiliki tantangan besar, yaitu masalah konektivitas, pemberdayaan masyarakat pesisir, dan marine polution,” bebernya.

Berdasarkan hal itu, Indonesia punya banyak best practices yang bisa dibagikan pada negara. “Kita ingin buat gerakan global, kita ingin cara-cara pintar ini bisa digerakkan di berbagai negara. Harapannya gerakan ini massif dan ujungnya negara pulau bisa menghadapi tantangan bersama,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN