Dua orang Warga Negara Asing (WNA) yang diduga melakukan penyuapan pembuatan identitas seperti KTP, Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran menghadiri persidangan. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Vonis dua terdakwa orang asing dalam kasus kepemilikan KTP, Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran, turun dari tuntutan JPU. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (9/8) malam, dua terdakwa yakni Agung Nizar yang mempunyai nama asli Mohammad Nizar Zghaib asal Syria dan Krynin Rodion alias Alexandre Nur Rudi asal Ukraina divonis berbeda oleh majelis hakim yang diketuai Agus Akhyudi.

Terdakwa Mohammad Nizar dihukum selama dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan. Sedangkan Rodion lebih ringan, yakni dihukum pidana penjara selama setahun delapan bulan alias 20 bulan, denda Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan.

Baca juga:  Gedung Sinar Mas, Jaksa Sebut Sudah Eksekusi Tapi Papan Sita Masih Terpasang

Menyikapi vonis hakim yang dibacakan malam hari itu, menurut salah satu kuasa hukum terdakwa, Haryadi, terdakwa langsung menyatakan banding di depan persidangan.

Vonis itu sejatinya sudah turun dari tuntutan jaksa. JPU Catur Rianita dan Mia Fida Erliyah dkk dari Kejari Denpasar menuntut supaya terdakwa Agung Nizar dituntut pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 50 juta, subsider tiga bulan kurungan. Sedangkan Krynin Rodion dituntut pidana penjara selama dua tahun dan enam bulan.

Baca juga:  BRImo Mampu Jawab Kebutuhan Nasabah, Cocok untuk Kaum Mager

Kedua terdakwa dinyatakan bersalah melakukan penyuapan terhadap ASN atau penyelenggara negara sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya dalam pledoi, Nizar membantah keras disebut melakukan penyuapan terhadap penyelenggara negara. Namun sebaliknya, pria asal Syria itu mengaku dia bukanlah pelaku kejahatan, melainkan korban skema pemerasan yang rumit.

Baca juga:  Ratusan Warga Hadiri Persidangan Bendesa Candikuning

Lanjut dia, penyuapan adalah tuduhan yang serius bagi dirinya. Majelis hakim diminta mempertimbangkan fakta hukum dan bukti-bukti karena penyuapan membutuhkan bukti kesalahan yang jelas dan tegas.

JPU dituding tidak dapat membuktikan hal tersebut. Dalilnya, beberapa pihak memberikan bukti yang tidak berkaitan dengan dirinya. Tetapi malah berusaha mengaitkan itu dengan terdakwa supaya ikut terseret dalam lingkaran kasus tersebut. (Miasa/balipost)

BAGIKAN