DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah Provinsi Bali di bawah kepemimpinan Gubernur, Wayan Koster, benar-benar berkomitmen melestarikan, mengembangkan dan memuliakan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali. Berbagai kegiatan terkait pelestarian, pengembangan dan memuliakan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali telah dilakukan di tengah masyarakat. Salah satunya, menggelar Bulan Bahasa Bali sesuai pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali, yang digelar setiap bulan Februari.
Suksesnya pelaksanaan berbagai kegiatan dalam upaya pelestarian, pengembangan dan memuliakan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali tidak terlepas dari peran penyuluh Bahasa Bali yang tersebar di seluruh Bali. Termasuk dalam menyukseskan Bulan Bahasa Bali. Ini merupakan salah satu Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru yang merupakan program unggulan Pemerintah Provinsi Bali untuk memposisikan Bahasa Bali sebagai inti dari kebudayaan Bali sesuai dengan visi “Nangun Sat Kethi Loka Bali”.
Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali, I Wayan Suarmaja, S.Pd.B., mengatakan, terbentuk sejak tahun 2016 saat ini jumlah penyuluh Bahasa Bali yang tersebar di seluruh desa/kelurahan se-Bali sebanyak 651 orang. Tugas dari para penyuluh Bahasa Bali ini yakni mendukung visi Gubernur Bali, “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, dengan 3 aspek. Yakni, bahasa, aksara, dan sastra Bali. Tugasnya, mulai dari pembinaan melalui kelompok-kelompok belajar yang telah dibentuk di masing-masing desa/kelurahan.
Selanjutnya, bertugas melakukan konservasi perawatan teks naskah kuna. Pendataan terkait objek-objek pemajuan kebudayaan, baik ritus, adat istiadat, dan lainnya. Keseluruhan tugas tersebut, dituangkan dalam laporan setiap tahun.
“Kami memetakan dimana kira-kira objek-objek pemajuan kebudayaan tersebut yang hari ini mungkin tidak tercatatkan. Kami mencoba mendokumentasikan ataupun mendata, sehingga ke depan ketika ada tindak lanjut kami bisa memberikan informasi awal terkait dengan pelestarian ataupun pemeliharaan objek tersebut,” ungkap Wayan Suarmaja dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru “Penyuluh Bahasa Bali Perkuat Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali” di Warung Bali Coffee 63 A Denpasar, Rabu (9/8).
Selain itu, penyuluh Bahasa Bali juga melakukan tugas penyuluhan Bahasa Bali mulai dari tingkat TK/PAUD (mulai dari perkenalan angga sarira, dan seterusnya), di tingkat SD (dengan membentuk kelompok di kantor desa, balai banjar), hingga tingkat remaja dengan mengembangkan teknologi, seperti gudget dan komputer. “Kami dalam melaksanakan tugas sudah memiliki payung hukum, yaitu Perda Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Bahasa, Aksara, Dan Sastra Bali, dan Pergub Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, serta penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali. Sehingga, kami lebih leluasa melaksanakan tugas untuk pelestarian, pengembangan dan memuliakan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali,” tandasnya.
Akademisi Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, Prof. Dr.I Nyoman Suwija, M.Hum., mengatakan berbicara masalah bahasa, aksara, dan sastra Bali sering orang beranggapan kuna, katrok, tidak penting, ketinggalan zaman, dan istilah lainnya. Namun, dengan adanya semangat baru yang dicetuskan oleh Gubernur Koster ada sesuatu yang lebih diperhatikan dalam bahasa, aksara, dan sastra Bali. Dimana, ada budaya adi luhung yang dimiliki Bali, yakni keberadaan bahasa, aksara, dan sastra Bali. Budaya ini menjadi salah satu kekuatan Bali dalam pengembangan pariwisata Bali berbasis budaya.
Bagi dia, budaya ini harus dilestarikan dan dikembangkan untuk mendukung kekuatan pariwisata budaya Bali ke depannya. Tentu, keberadaan para penyuluh Bahasa Bali memiliki peran besar dalam pelestarian, pengembangan dan pemuliaan bahasa, aksara, dan sastra Bali ini. Agar budaya ini benar-benar membumi di tengah masyarakat. Terutama di kalangan generasi muda Bali untuk mendukung iplementasi dari visi “Nangun Sat Kethi Loka Bali”. Apalagi, akar dari kebudayaan Bali adalah bahasa, aksara, dan sastra Bali.
“Saya melihat sepak terjang atau konsistensi beliau (Wayan Koster,red) sosok gubernur yang paling getol dengan budaya Bali. Contohnya, ada Pergub Bali Nomor 19 Tahun 2016 tentang Penyuluh Bahasa Bali. Meskipun Pergub ini di zaman Gubernur sebelumnya, namun karena Pergub ini dianggap penting, maka dilanjutkan oleh Bapak Gubernur Wayan Koster, dengan mengangkat penyuluh Bahasa Bali ditugaskan di masing-masing desa dinas. Tugas tenaga penyuluh Bahasa Bali ini untuk memelihara akar budaya Bali,” tandasnya.
Wakil Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali, I Made Muliarta, S.Pd., M.Hum., mengaku berbangga dengan kebijakan Gubernur Koster dalam upaya melestarikan, mengembangkan, dan memuliakan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali dengan melibatkan para penyuluh Bahasa Bali. Menurutnya, berbagai kebijakan ini merupakan tonggak yang luar biasa untuk memberikan ruang kepada para penyuluh Bahasa Bali dalam upaya mendukung program Pemerintah Provinsi Bali, “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. Sehingga, bahasa, aksara, dan sastra Bali yang merupakan akar dari budaya Bali sekaligus identitas Bali tetap lestari dan berkembang di tengah masyarakat demi Bali masa depan.
“Melalui Penyuluh Bahasa Bali mengupayakan apa yang dicanangkan oleh Bapak Gubernur melalui program beliau, kami akan mendukung sepenuhnya. Program-program kami tetap akan bersinergi dengan visi misi ‘Nangun Sat Kethi Loka Bali’ Bapak Gubernur Wayan Koster. Untuk itu mohon diperhatikan juga nasib para penyuluh ini apalagi akan ada wacana penghapusan tenaga honorer daerah. Bila memungkinkan statusnya ditingkatkan,” pungkasnya. (Winatha/balipost)