Marigold Sudamala berwarna merah dan putih dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bunga masyarakat Bali yang cukup besar. (BP/bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster, Selasa (8/8) me-launching varietas Gemitir Bali Sudamala. Varietas hasil uji coba peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini memiliki tujuh jenis warna. Varietas ini dikembangkan di Banjar Mayungan, Desa Antapan, Kecamatan Baturiti. Berbagai kalangan menilai langkah Gubernur Bali mengembangkan potensi bunga lokal patut didukung semua komponen masyarakat.

Para pengamat menilai gemitir memiliki potensi ekonomi. Dengan di-launching-nya varietas Gemitir Bali Sudamala memberi peluang usaha dan harapan baru bagi petani Bali lebih sejahtera lagi. Bahkan umat Hindu tak lagi dihadapkan pada sulitnya mendapatkan bunga gemitir menjelang hari raya yang harganya bisa naik 100 persen dari biasanya.

Akademisi Pertanian dari Universitas Udayana Dr. Ir. Gede Wijana, M.S., Rabu (9/8) mengatakan, potensi pengembangan gemitir cukup besar di Bali. Bahkan pasarnya sangat jelas dan luas yakni seringnya hari raya dan keperluan upakara di Bali setiap saat. Selain karena pasarnya besar, tanaman gemitir juga relatif mudah dibudidayakan. Hanya saja perlu dijaga tata niaganya mulai dari hulu sampai hilir serta sistem pertaniannya agar dapat mendukung program Gubernur Bali yaitu Bali yang hijau.

Menurutnya, bunga gemitir di Bali tidak hanya digunakan untuk upacara keagamaan, tapi juga kegiatan pariwisata seperti pengalungan untuk tamu kehormatan, hiasan di kamar atau lobi hotel, dekorasi baik dalam pot maupun sebagai butiran dari kuntum bunganya. “Tanaman gemitir sangat prospektif terutama di India dan Bali,” ujarnya.

Baca juga:  Cegah Aksi Teror Perlu Partisipasi Semua Pihak

Gemitir juga sangat adapatif sehingga relatif mudah dibudidayakan oleh petani. Meski bisa tumbuh dimana saja, namun untuk menghasilkan produksi bagus, di daerah suhu sedang seperti Pelaga, Kintamani, Bedugul. “Tapi juga bisa ditanam di daerah panas, tergantung juga jenisnya. Kalau benihnya dari impor biasanya cocok di dataran tinggi suhu sedang dan tidak sulit budidaya tanamnya, sama saja dengan tanaman lainnya,” jelasnya.

Dikatakannya untuk menghasilkan bunga yang baik diperlukan pemangkasan. Cara panen jangan sampai merusak cabang dan waktu panen mempengaruhi produktivitas dari gemitir. Permintaan tinggi dan cocok dikembangkan di lahan Bali, namun petani di Bali mesti memperhatikan pengairannya dan penanggulangan hamanya.

Dengan karakteristik Gemitir Bali Sudamala, menurutnya akan membawa peluang bagi bagi para petani. Bahkan bibitnya bisa disebarkan ke ibu-ibu rumah tangga untuik dibudidayakan dalam lahan terbatas guna memenuhi keperluan upakara sehari-hari.

Dia menyebut cukup banyak petani di Bali yang membudidayakan gemitir. Namun perlu diatur tata niaganya agar tidak merugikan petani dan konsumen Bali.

Selain itu dalam budi daya gemitir juga memperhatikan bahan yang digunakan untuk budidaya agar tidak sampai merusak lingkungan. Bahkan saat penyemprotan pestisida dipilih waktu yang tepat agar tak dilakukan menjelang panen,agar tak terhirup oleh manusia. Mengingat gemitir sangat dibutuhkan di Bali, maka tak heran petani sampai mengimpor benih gemitir.

Pemilik Bali Gemitir, Agus Ervani Syukur, diwawancara beberapa waktu lalu mendukung program Gubernur Bali Wayan Koster dengan menghasilkan terobosan Gumitir Bali Sudamala. Dia berharap petani gemitir memiliki kepastian akan ketersediaan bibit, tidak lagi menunggu dari Jawa.

Baca juga:  Jual Hasil Pertanian, Petani Masih Terkendala Akses Jalan

Selama ini, kata dia, pemesanan bibit gemitir dilakukan jika order sudah terkumpul sehingga mesti menunggu dan order dalam jumlah besar. “Jika order yang datang tidak memenuhi ketentuan perusahan pembibitan sekian puluh ribu bahkan sekian ratus ribu batang, mereka tidak akan membuat bibitnya,” ungkapnya.

Jika kondisi itu dibiarkan, akan terjadi over supply sementara demandnya tetap atau malah berkurang. Akibatnya hasil produksi petani dihargai murah bahkan terancam tak terjual. “Bisa dibayangkan jika bibit yang datang sekaligus itu ditanam juga secara bersamaan, maka dalam waktu 50 – 60 hari, akan terjadi panen besar–besaran,” imbuhnya.

Peneliti dari IPB, Prof. Dr. Ir. Muhammad Syukur mengatakan bahwa pengembangan benih gemitir untuk warna baru dilaksanakan selama tiga tahun dan menghasilkan varietas warna merah hingga putih. Saat ini ia masih memiliki pekerjaan rumah untuk membuat varietas Gemitir Sudamala berwarna hitam.

“Varietas berwarna merah masih belum stabil, perlu dimatangkan lagi dan penyempurnaan genetik,” jelasnya.

Untuk diketahui, bunga Gemitir Sudamala Bali memiliki tujuh varietas. Varietas dimaksud yakni merah, putih, kuning, emas 1, emas 2, serta orange 1 dan orange 2.

Rektor IPB Prof. Dr. Arif Satria mengatakan, varietas bunga gemitir Sudamala ini adalah varietas terbaru asli pembibitan pertama atas inisiasi Gubernur Bali Wayan Koster. Pengembangan ini juga mendukung target dari Pemerintah Provinsi Bali yaitu di tahun 2024, seluas 71 ribu hektar tanaman padi sawah di Bali sudah diberlakukan dengan sistem organik farming.

Baca juga:  Hujan Lebat, Bypass Tanah Lot Kebanjiran

Hal ini tentu menjadi dukungan dari IPB karena pemakaian penggunaan bahan kimia pada tanaman yang dapat merusak ekosistem serangga yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman itu sendiri. “Mengembalikan alam dengan perlakuan organik, ini merupakan revolusi pertanian baru Indonesia yang tentunya bisa dimulai dari Bali, dan kami dari IPB tentu akan terus memberikan dukungan untuk hal tersebut,” terangnya.

Dengan adanya pengembangan varietas baru, tentu diharapkan ini bisa menguntungkan dari sisi ekonomi apabila melihat konsumsi bunga gemitir cukup tinggi, terutama saat hari raya keagamaan Hindu seperti Galungan dan Kuningan. Apalagi, bunga gemitir bisa juga dibuat menjadi produk bernilai ekonomi seperti teh, kue, atau pun buat perawatan wajah.

“Ini harapan baru pertanian di Indonesia. Kami di IPB mengakui membina petani organik memang sulit. Namun, kami siap men-support untuk menggerakkan pertanian organik di Bali,” tegasnya.

Bahkan, hasil penelitian benih gemitir jenis baru ini bisa menekan angka impor bibit tanaman yang sama dari Thailand. Seperti dibeberkan Gubernur Bali Wayan Koster angka pengembangan benih gemitir hanya Rp3 miliar, sedangkan impor tanaman yang sama menghabiskan biaya Rp30 miliar per tahun. (kmb/balipost)

BAGIKAN