Terdakwa I Putu Gede Angga Widya Sara saat tiba di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/Asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perbedaan pendapat yang begitu mencolok antara jaksa selaku penuntut dengan dengan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar dalam menyikapi kasus korupsi pada sebuah bank BUMN di Bangli sangat jelas. Dalam pembacaan putusan perkara korupsi dengan terdakwa I Putu Gede Angga Widya Sara, mantan kepala cabang salah satu bank plat merah di Bangli, justru divonis ringan.

Dalam sidang vonis di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (10/8), majelis hakim yang diketuai A.A. Aripathi Nawaksara dengan hakim anggota Putu Sudariasih dan Soebekti, menjerat terdakwa dengan Pasal 3 UU Tipikor dan hanya menjatuhkan pidana penjara selama setahun dan enam bulan pada terdakwa. Tidak ada uang pengganti yang dibebankan pada terdakwa, sehingga usai sidang, terdakwa I Putu Gede Angga Widya Sara yang didampingi kuasa hukumnya Kadek Dewantara Rata dan Pande I Komang Angga Suartawan, di depan persidangan langsung menyatakan menerima putusan tersebut.

Baca juga:  Harga di Peternak Anjlok, Ratusan Ayam Broiler Dibagikan Gratis

Sementara JPU Gadhiz Ariza dari Kejari Bangli masih menyatakan pikir-pikir selama sepekan. Namun demikian, peluang banding besar kemungkinan akan dilakukan karena vonis yang dijatuhkan majelis hakim jauh anjlok dari tuntutan JPU.

Jaksa sebelumnya menuntut supaya terdakwa dihukum selama tujuh tahun dan enam bulan serta membayar uang pengganti sebagai akibat kerugian keuangan negara dalam hal ini pihak bank mencapai Rp 1,2 miliar. Tedakwa juga disebut telah mengembalikan sekitar Rp 4,3 miliar.

Baca juga:  Gunung Agung Erupsi, Bandara Ngurah Rai Beroperasi Normal

Namun demikian, tuntutan jaksa itu tidak dipenuhi hakim sehingga diberikan kesempatan untuk menyikapi putusan tersebut dalam waktu satu pekan.

Sebagaimana diketahui, sebelum dilimpahkan ke Bangli, kasus ini dibidik Kejati Bali pimpinan Agus Eko Purnomo. Kala itu dijelaskan bank plat merah itu memiliki beberapa program atau produk perbankan, salah satunya kredit yang bertujuan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha mikro dalam rangka meningkatkan kesejahteraan debitur.

Kata Eko Purnomo, pada tahun 2020 sebuah kantor cabang di Bangli itu dalam pengelolaan program atau produk perbankan diduga terdapat potensi tindak pidana korupsi. Salah satunya, dugaan penyalahgunaan uang pelunasan setoran kredit oleh terdakwa I Putu Gede Angga Widya Sara.

Baca juga:  Gawai Bisa Picu Perilaku Obsesif Kompulsif

Modusnya, kata pihak kejaksaan, terdakwa menerima setoran pelunasan dari debitur yang diterima secara tunai namun tidak disetorkan untuk pelunasan kredit melainkan dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Ada juga dugaan penarikan simpanan tanpa sepengetahuan nasabah dan terdapat pemindahbukuan terhadap saldo rekening tabungan tanpa sepengetahuan nasabah. Pihak Jaksa menilai ada kerugian negara dalam pola yang dilakukan terdakwa. (Miasa/Balipost)

BAGIKAN